Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Catatan 57 Th Hari Naksah Palestina, Perjuangan Tak Pernah Mundur

Ali Farkhan Tsani - Rabu, 5 Juni 2024 - 19:14 WIB

Rabu, 5 Juni 2024 - 19:14 WIB

12 Views

Ali Farkhan Tsani (Dokpri)

Oleh Ali Farkhan Tsani, Redaktur Senior Kantor Berita MINA (Mi’raj News Agency)

Tanggal 5 Juni 2023 menandai 57 tahun Hari Naksah (Yaum an-Naksah atau Naksa Day), 5 Juni 1967.

Hari Naksah Palestina yang berarti “hari kemunduran” bagi bangsa Palestina. Ini mengacu pada kekalahan pasukan gabungan beberapa negara Arab saat menghadapi pasukan pendudukan zionis Israel.

Hari Naksah Palestina dianggap sebagai hari kemunduran, lebih tragis dari Hari Nakbah (Yaum An-Nakbah atau Nakba Day), pengusiran ratusan ribu warga Paelstina tanggal 15 Mei 1948, sehari setelah pengumuman sepihak Negara Israel, 14 Mei 1948.

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-25] Tentang Bersedekah Tidak Mesti dengan Harta

Dalam Perang Enam hari, mulai 5 hingga 10 Juni 1967 itu, sebenarnya negara-negara Arab bersatu hendak mempertahankan bumi Palestina. Negara-negara itu terdiri dari Mesir, Suriah, Yordania dan Irak, dengan bantuan teknis dari Lebanon, Aljazair, Arab Saudi, Kuwait, dan tentu para pejuang Palestina.

Saat itu Mesir bertanggung jawab atas Jalur Gaza. Sementara Yordania bertanggung jawab atas Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur.

Isu Palestina mewakili elemen penting dalam konflik Arab-Israel kala itu, yang diwujudkan dalam perang ini, untuk menjaga wilayah Palestina yang tidak diduduki oleh Israel pada tahun 1948.

Luas tanah yang diduduki Israel di Palestina pada tahun 1948 berjumlah sekitar 77%, atau sekitar 20.000 km², dari total luasnya 27.000 km².

Baca Juga: Tafsir Surat Al-Fatihah: Makna dan Keutamaannya bagi Kehidupan Sehari-Hari

Pada saat bersamaan, Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), yang didirikan tahun 1964, beroperasi dari kamp-kamp pengungsi di negara-negara diaspora, terutama di Suriah, Lebanon, dan Yordania, dan memimpin operasi komando melawan pendudukan zionis Israel.

Adapun penyebab kemunduran atau kekalahan, menurut Departemen Diplomasi dan Kebijakan Publik Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), seperti disebutkan media online Arab48, edisi Ahad, 5 Juni 2022, kekalahan Arab dalam perang disebabkan oleh beberapa alasan.

Di antaranya yang paling menonjol adalah: keunggulan militer pasukan pendudukan Israel, terutama di angkatan udara, yang disokong Amerika Serikat dan negara-negara Eropa, baik dukungan militer maupun ekonomi. Alasan lainnya, intensifnya lobi-lobi politik yang dilakukan Zionis internasional ke negara-negara di kawasan Eropa.

Lobi Israel Yang Menipu

Baca Juga: Sejarah Al-Aqsa, Pusat Perjuangan dari Zaman ke Zaman

Saat perang siap bergerak, Eropa melalui pemerintah Perancis meminta Israel dan negara-negara Arab, Mesir, Suriah, dan Yordania, untuk tidak berperang dan agar menghentikan persiapan militer.

Sebelum Perang Enam Hari 5-10 Juni 1967, situasi Palestina dan sekitarnya memang sedang genting dan mulai ada konfrontasi bersenjata di beberapa tempat.

Mendengar seruan Eropa melalui pemerintah Perancis, negara-negara Arab rupanya mematuhi seruaan itu, demi terciptanya perdamaian kawasan. Namun apa yang terjadi? Pimpinan militer zionis Israel, dengan dukungan Amerika Serikat, rupanya memanfaatkan kelengahan negara-negara Arab tersebut untuk melakukan serangan mendadak pada dini hari tanggal 5 Juni 1967.

Israel memulai serangannyya dengan meluncurkan serangan udara besar-besaran dan tiba-tiba, di bandara militer Mesir, Suriah, dan Yordania. Ini memungkinkan penerbangan militer zionis Israel mengontrol udara selama perang.

Baca Juga: Bebaskan Masjidil Aqsa dengan Berjama’ah

Aksi sepihak ini membuat pasukan negara-negara Arab kehilangan keseimbangan dan menyebabkan kerugian besar di jajaran tentara mereka.

Akibat tragisnya, antara 15.000 sampai 25.000 orang Arab tewas dalam perang itu, dengan sekitar 45 ribu terluka. Sementara  hanya sekitar 650 hingga 800 prajurit Israel tewas, dan 2.000 terluka. Demikian data Anadolu Agency menyebutkan.

Akibat lain dari perang itu, menurut statistik Palestina, adalah pengungsian sekitar 300.000 warga Palestina dari Tepi Barat dan Jalur Gaza ke pengungsian Yordania.

Usai perang enam hari itulah, pendudukan zionis Israel semakin memperluas daerah jajahannya, dengan menduduki Tepi Barat, Jalur Gaza, Semenanjung Sinai (Mesir) dan Dataran Tinggi Golan (Suriah).

Baca Juga: Tak Perlu Khawatir Tentang Urusan Dunia

Setelah zionis Israel menjarah daerah yang didudukinya sejak 1967 itu, mereka mengeksploitasi sumber daya alam dan sumber daya ekonomi wilayah teersebut.

Selain itu, daerah-daerah yang diduduki oleh zionis Israel juga memberi keuntungan strategis yang penting di tingkat pertahanan. Ini karena dapat membentuk penghalang alami untuk melindungi kedalaman keamanannya dari serangan Arab atau Palestina.

Tangkap Netanyahu

Terlepas dari sulitnya penerapan di lapangan, yang jelas untuk pertama kalinya Mahkamah Internasional (The International Court of Justice/ICJ) dalam putusan sidangnya, pada Jumat, 26 Januari 2024, memerintahkan Israel untuk mengambil semua tindakan mencegah genosida.

Baca Juga: Keutamaan Al-Aqsa dalam Islam, Sebuah Tinjauan Berdasarkan Al-Qur’an dan Hadis

Mahkamah Internasional itu pun kembali membuat putusan sidang berikutnya, atas pengajuan lanjutan Afrika Selatan, pada Jumat, 24 Mei 2024, memutuskan, “Negara Israel, sesuai dengan kewajibannya berdasarkan Konvensi Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida, dan mengingat memburuknya kondisi kehidupan yang dihadapi warga sipil di Rafah, agar segera menghentikan serangan militer dan tindakan lainnya di Rafah.

Sementara pada sidang Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court/ICC), Jaksa Penutut secara resmi telah mengajukan permohonan Surat Perintah Penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant atas situasi yang terjadi di tanah Negara Palestina.

Jaksa menyatakan pihaknya sampai pada kesimpulan itu setelah mengumpulkan bukti-bukti kejahatan internasional yang dilakukan keduanya. Kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan oleh Netanyahu dan Gallant, beberapa di antaranya kelaparan terhadap warga sipil sebagai metode peperangan, sengaja mengarahkan serangan terhadap penduduk sipil, dan sebagainya.

“Saya dapat mengkonfirmasi hari ini bahwa saya mempunyai dasar yang masuk akal untuk percaya berdasarkan bukti-bukti yang dikumpulkan dan diperiksa oleh kantor saya bahwa Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Menteri Pertahanan Yoav Gallant memiliki tanggung jawab pidana atas kejahatan internasional yang dilakukan di wilayah Negara Palestina sekurang-kurangnya sejak tanggal 8 Oktober 2023,” ujar Jaksa ICC Karim Khan dalam pernyataan resminya, Senin 20 Mei 2024.

Baca Juga: Selamatkan Palestina sebagai Tanggung Jawab Kemanusiaan Global

Namun pada saat bersamaan, Karim Khan juga mengajukan surat perintah penangkapan terhadap tiga pimpinan Hamas. Padahal Hamas berada di pihak yang terjajah, dan melakukan perlawanan terhadap pendudukan.

Ketiganya Kepala Biro Politik Hamas Ismail Haniyeh, Pemimpin Gaza Yahya Sinwar, dan Mohammed Diab Al-Masri (alias Dief), seorang panglima tertinggi Brigade Qassam, sayap militer Hamas.

Perlawanan Tak Pernah Mundur

Peristiwa Hari Naksah Palestina (5 Juni), seperti juga Hari Nakbah (15 Mei), setiap tahun akan selalu diingat dan diperingati generasi Palestina di Tepi Barat, Jalur Gaza, pengungsian dan diaspora, serta para aktivis kemanusiaan di negara-negara Eropa, Amerika Serikat hingga Amerika Latin.

Baca Juga: [Hadits Al-Arbain ke-24] Tentang Haramnya Berbuat Zalim

Aksi perlawanan bersenjata, kini mulai marak di berbagai kota dan desa di Tepi Barat. Dari Jalur Gaza, roket-roket terkini, terus siaga siap menyala menerobos Iron Dome ke pemukiman ilegal Israel di wilayah pendudukan Palestina. Terutama setelah serangan mendadak “Operasi Badai Al-Aqsa” sejak tanggal 7 Oktober 2023 lalu.

Para penjaga Masjid Al-Aqsa, baik dari kalangan laki-laki (Murabithun) maupun perempuan (Murabithat) selalu on time siaga setiap waktu menghadang para pemukim Yahudi ekstremis yang seringkali menyerbu kompleks Al-Aqsa dalam kawalan pasukan pendudukan. Termasuk aksi menghadang Pawai Bendera Israel yang berlangsung bertepatan dengan tanggal 5-10 Juni ini.

Aksi-aksi solidaritas pun terus merebak di berbagai belahan dunia, dari negara-negara di kawasan utara hingga selatan, timur hingga ke barat. Bahkan aksi-aksi mahasiswa di jantung kota-kota negara yang notabene mendukung zionis Israel. Sebut saja di London (Inggris), Paris (Perancis), New York (Amerika Serikat) dan kota-kota utama lainnya.

Pendudukan zionis Israel sendiri hakikatnya semakin terjepit dan terisolasi di pentas diplomasi politik dunia. Ini akibat zionis Israel sendiri yang tidak menerima logika perdamaian, ggencatan senjata, menolak resolusi-resolusi PBB, menentang piagamnya, dan melanggar prinsip-prinsipnya.

Baca Juga: Bantuan Pangan untuk Palestina

Tinggal kancah politik dalam negeri Palestina itu sendiri, yang harus semakin memperkuat rekonsiliasi antara faksi-faksi. Momentumnya sekarang, pada saat Hari Naksah Palestina 2024-1967, ketika segala situasi sangat memungkinkan menghadang zionis Israel.

Walaunpun Naksah berarti Mundur, tapi perjuangan kemerdekaan Palestina dan pembebasan Masjid Al-Aqsa tidak boleh dan tidak akan pernah mundur, sejengkalpun.

Suara-suara aktivis, penyair, intelektual, politikus hingga ulama dan mahasiswa, yang progresif dan revolusioner, menyebarkan harapan dan optimisme masa depan Palestina.

Selama kekuatan iman dan ketabahan jiwa masih bersemayam kuat di dalam dada para pejuang dan pendukung mereka, maka gugurnya puluhan ribu para syuhada dan hancurkan bangunan fisik infrastuktur, tidak akan menggoyahkan cita-cita mulia sebuah kemerdekaan dari penjajahan.

Baca Juga: Keutamaan Menulis: Perspektif Ilmiah dan Syari

Mengutip penyair perlawanan Tawfiq Ziyad yang mengatakan dalam puisinya tentang agresi, Kami tidak akan pernah tunduk pada api dan baja. Sehelai rambutpun ! Betapa dahsyatnya bencana ini dan seberapa besar dampaknya. Kekhawatiran itu pun mundur satu langkah, tapi untuk maju sepuluh ke depan !. []

 

Mi’raj News Agency (MINA)

Rekomendasi untuk Anda