Bogor, MINA – Pakar Ekonomi Syariah sekaligus Dosen IPB University dari Departemen Ilmu Ekonomi Syariah, Dr Irfan Syauqi Beik turut memberi komentar atas mergernya tiga bank BUMN syariah oleh pemerintah.
Ketiga bank tersebut adalah Bank Syariah Mandiri (BSM), BRI Syariah dan BNI Syariah.
Dirinya menyambut baik dan menilai hal tersebut merupakan satu langkah strategis untuk memperkuat industri perbankan syariah.
“Dengan merger ini kita memiliki individu bank syariah yang masuk kategori bank buku empat, yang artinya dengan bank dengan modal Rp 30 triliun atau lebih. Tentu ini akan bisa bersaing lebih baik lagi dengan bank konvensional yang telah ada,” kata Dr Irfan sebagaimana keterangan tertulis yang diterima MINA, Kamis (22/10).
Baca Juga: Hadiri Indonesia-Brazil Business Forum, Prabowo Bahas Kerjasama Ekonomi
Menurutnya, dampaknya bagi perekonomian, langkah merger tersebut tidak secara otomatis turut meningkatkan market share bank syariah. Sebab merger hanya dilakukan terhadap bank yang sudah existing. Kini market share bank syariah baru mencapai 6,1 persen.
Harapannya, bank hasil merger ini nantinya bisa mengakselerasi pertumbuhan aset bank syariah, sehingga market sharenya juga ikut naik.
“Dilihat dari sisi kekuatan individu bank, penggabungan ketiga bank BUMN syariah akan membuat individu bank syariah sangat kuat dari sisi permodalannya. Sehingga hal itu akan meningkatkan peran bank syariah semakin optimal dalam memfasilitasi dan membiayai kegiatan keuangan berdasarkan prinsip syariah,” tuturnya.
Meski demikian, dirinya juga memberikan catatan bahwa proses penggabungan ini perlu dijalankan dengan perencanaan yang baik dan hati-hati.
Baca Juga: Rupiah Berpotensi Melemah Efek Konflik di Timur Tengah
Sebab merger ini melibatkan tiga bank umum syariah yang saat ini merupakan bank terkuat di Indonesia dengan karakteristik yang berbeda, dimana masing-masing bank mengikuti karakter induknya.
Menurut Dr Irfan, ketiganya memiliki performance yang on the right track, jauh mengungguli performance induknya, baik dari sisi pertumbuhan aset, pembiayaan dan juga profitabilitasnya.
“Ketika ketiga karakteristik berbeda itu digabung, maka prosesnya harus hati-hati, jangan sampai kontraproduktif. Sebab nanti yang rugi tidak hanya ketiga bank yang dimerger, melainkan juga industri secara keseluruhan,” katanya.
Dalam prosesnya, lanjutnya, perlu diantisipasi bagaimana sistem mergernya atau major system.
Baca Juga: Komite Perlindungan Jurnalis Kutuk Israel atas Tebunuhnya Tiga Wartawan di Lebanon
Seperti dalam teknologi digital banking yang saat ini sudah cukup baik, jangan sampai setelah merger, justru muncul masalah, error atau sulit diakses, misalnya.
Demikian pula dari aspek human resource, merger harus diantisipasi jangan sampai menimbulkan pemutusan hubungan kerja (PHK).
Walaupun dirinya tahu, para direksi bank syariah sudah meyakinkan semua stafnya untuk tidak khawatir. Tapi tetap saja, adanya merger tak mungkin lepas dari adanya reposisi dan restrukturisasi kelembagaan. Tak mungkin di satu wilayah nanti ada tiga kepala cabang di kantor yang
sama.
“Dari tiga kepala cabang yang sebelumnya masing-masing menjabat itu, harus dipilih salah satu. Tentu ini tidak mudah,” ujarnya.
Baca Juga: OJK Dorong Literasi dan Inklusi Keuangan Syariah untuk Santri di Kalteng
Singkatnya ia menuturkan bahwa proses merger tiga bank ini harus dijalankan dengan perencanaan yang baik dan hati-hati.
Selain itu, keterbukaan informasi menjadi satu hal yang juga penting.
Masyarakat harus diinformasikan tahapan-tahapannya, mulai dari legal merger, sistem merger, human resource merger dan seluruh proses yang ada.
“Paling tidak gambaran prosesnya harus tersampaikan kepada masyarakat. Sehingga publik bisa ikut memantau dan memberikan masukan dari seluruh proses ini,” pungkasnya. (R/R1/P2)
Baca Juga: Pengungsi Sudan Menemukan Kekayaan Di Tanah Emas Mesir
Mi’raj News Agency (MINA)