Catatan Perjalanan Pendakian ke Puncak Gunung Dempo, Kibarkan Bendera Palestina

Oleh: , Aktivis Aqsa Working Group (AWG) Sumatera Selatan

Medan tanah menanjak yang minim ruang gerak, menyambut perjalanan para aktivis Aqsa Working Group (AWG) Biro Sumatera Selatan menuju pintu rimba jalur pendakian Pagaralam, Sumatera Selatan, pada Senin, 15 November 2021.

Langkah demi langkah bertahap mencapai puncak gunung setinggi 3.159 meter itu demi mengibarkan di atasnya. Suhu dingin tentu dapat menjadi satu persoalan bagi yang sudah terbiasa tinggal di daerah bersuhu hangat.

Di sepanjang jalur pendakian hanya ada jalan menanjak berhiaskan akar pohon, yang dijadikan sebagai injakan sekaligus untuk pegangan tangan agar dapat terus bergerak naik dan semakin mendekat dengan tujuan.

Dengan langkah yang sudah mulai lelah karena jarang dilatih saat masih di rumah. Namun tak sedikitpun terlintas di pikiran para aktivis untuk sesekali bersikap lemah, apalagi turun ke bawah.

Teringat bagaimana Allah telah memerintahkan kita untuk tidak bersikap lemah, seperti yang telah tertera dalam firman-Nya yang berbunyi:

وَلَا تَهِنُوْا وَلَا تَحْزَنُوْا وَاَنْتُمُ الْاَعْلَوْنَ اِنْ كُنْتُمْ مُّؤْمِنِيْنَ

Artinya: “Dan janganlah kamu (merasa) lemah, dan jangan (pula) bersedih hati, sebab kamu paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang beriman.” (QS Ali ‘Imran /3: 139).

Namun di perjalanan, salah satu dari kami mengalami keram kaki dan tidak dapat melanjutkan pendakian lagi. Rasa sakit yang telah membuncah memaksanya untuk memilih mengalah, karena ditakutkan cideranya akan semakin parah, jika memaksakan diri untuk terus melangkah.

Sehingga tim yang bertugas di bawah dipanggil ke atas menggunakan HT untuk menjemput. Sembari menunggu datangnya tim dari bawah, kami manfaatkan waktu untuk beristirahat sejenak, untuk kembali mengatur nafas yang sedari tadi sudah mulai terengah-engah. Kusandarkan badan pada carrier yang juga tersandar pada tanah dan akar pohon.

Tak lama kemudian tim penjemput pun tiba, lalu membawa personel yang cidera turun ke bawah, dan perjalanan pun kami lanjutkan.

Dalam kegiatan mendaki, fisik adalah yang utama, karena jika fisik kita lemah maka kita tidak akan mampu untuk melewati rintangan-rintangan yang akan kita hadapi di depan.

Bukan hanya tentang mendaki, akan tetapi fisik yang kuat juga menjadi patok pertama dalam sebuah perjuangan, dan Islam sudah menekankan bahwasanya kita harus senantiasa berolahraga agar fisik selalu siaga menghadapi segala kemungkinan yang kita tidak tahu di depan.

Teringat akan sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam haditsnya:

اَلْـمُؤْمِنُ الْقَـوِيُّ خَـيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَـى اللهِ مِنَ الْـمُؤْمِنِ الضَّعِيْفِ، وَفِـيْ كُـلٍّ خَـيْـرٌ

Artinya: “Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada Mukmin yang lemah; dan pada keduanya ada kebaikan.” (HR Muslim).

Maka jadilah Mukmin yang dicintai Allah dengan terus menjaga kekuatan fisiknya. Dan untuk menyikapi hal tersebut, marilah kita lebih merutinkan lagi aktivitas berolahraga kita.

Dalam hal ini, ada beberapa olahraga yang bukan hanya dapat melatih fisik kita, tetapi juga terhitung ibadah karena merupakan olahraga yang dianjurkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Adapun olahraga yang dimaksud yaitu: berkuda, memanah, dan berenang.

Seperti yang telah diterangkan dalam hadits berikut:

كُلُّ شَئْ ٍلَيْسَ فِيْهِ ذِكْرُ اللهِ فَهُوَ لَهْوٌ وَلَعِبٌ إِلاَّ أَرْبَعٌ مُلاَعَبَةُ الرَّجُلِ امْرَأَتَهُ وَتَأْدِيْبُ الرَّجُلِ فَرَسَهُ وَمَشْيُهُ بَيْنَ الْغَرْضَيْنِ وَتَعْلِيْمُ الرَّجُلِ السِّبَاحَةَ

Artinya: “Segala sesuatu yang di dalamnya tidak mengandung dzikrullah merupakan perbuatan sia-sia, senda gurau, dan permainan. Kecuali empat perkara, yaitu senda gurau suami dengan istrinya, melatih kuda, berlatih memanah, dan berenang.” (HR An-Nasa’i)

Semakin Ekstrem Pendakian

Vegetasi padat serta halimun tipis menjadi teman kami di sepanjang perjalanan, papan bertuliskan “Asmaul Husna” di sepanjang jalur pendakian menjadi pemandu sekaligus penyemangat di setiap ayunan langkah kaki kami dalam menapaki jalan tanah yang berundak, cadas licin, hingga akar-akar pohon untuk menggapai tujuan akhir, puncak.

Semakin bertambah ketinggian, maka semakin bertambah ekstrim pula jalur yang dilalui.

Sama halnya dengan semakin bertambahnya jumlah infaq kita, maka semakin ekstrim pula pahala yang akan kita dapat.

Seperti yang telah Allah firmankan dalam Al-Quran :

مَنْ ذَا الَّذِيْ يُقْرِضُ اللّٰهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضٰعِفَهٗ لَهٗٓ اَضْعَافًا كَثِيْرَةً ۗوَاللّٰهُ يَقْبِضُ وَيَبْصُۣطُۖ وَاِلَيْهِ تُرْجَعُوْنَ

Artinya: “Barangsiapa meminjami Allah dengan pinjaman yang baik maka Allah melipatgandakan ganti kepadanya dengan banyak. Allah menahan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan.” (QS-Al Baqarah /2: 245).

Pada ayat yang lain disebutkan :

مَثَلُ الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ اَمْوَالَهُمْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ اَنْۢبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِيْ كُلِّ سُنْۢبُلَةٍ مِّائَةُ حَبَّةٍ ۗ وَاللّٰهُ يُضٰعِفُ لِمَنْ يَّشَاۤءُ ۗوَاللّٰهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ

Artinya: “Perumpamaan orang yang menginfaqkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Mahaluas, Maha Mengetahui.” (QS Al-Baqarah /2: 261).

Dengan adanya dua ayat Al-Quran di atas tampaknya sudah cukup untuk menjelaskan kepada kita betapa pentingnya dan betapa besarnya pahala berinfaq. Apalagi jika kita berinfaq untuk perjuangan dan kita juga ikut serta dalam perjuangan itu, maka akan semakin bertambah lagi pahala yang akan kita dapatkan.

Beristirahat dan Berdzikir

Setelah ± 3 jam berjalan atau tepatnya pukul 11:40 WIB akhirnya kami sampai di shelter 1. Shelter adalah penamaan tempat beristirahat para pendaki.

Di shelter 1 atau di papan bertuliskan ” Peghaduan Kecik”, yang berarti tempat Peristirahatan Kecil, terdapat gubuk kecil untuk para pendaki berteduh. Di situ juga ada mata air yang terletak agak menurun. Ada juga lahan rata yang cukup untuk mendirikan tenda jika terjebak gelap dan ingin melanjutkan pendakian di esok harinya.

Di shelter 1 kami beristirahat sembari mengisi perut untuk memulihkan tenaga dan shalat Dzuhur jama’ Ashar yang ditemani rintik hujan sesaat sebelum salam. Ini menjadi shalat perdana saya di atas gunung.

Setelah selesai dengan urusan pemulihan jasmani juga rohani, kamipun kembali melanjutkan perjalanan dan tidak mau sampai terlena dengan kenyamanan akibat terlalu lama berada di tempat peristirahatan.

Kendati perut terisi, bukannya mempercepat langkah kami, malah melambat, atau mungkin karena kebanyakan makan. Setelah banyak menonton video pendakian orang lain, ternyata jika sedang di shelter kita jangan makan terlalu berat. Tetapi makanlah makanan yang ringan seperti: crackers, coklat, wafer dan sebagainya yang sifatnya hanya untuk mengganjal perut.

Dzikir tidak pernah putus selama perjalan, semata-mata hanya untuk meminta pertolongan dan perlindungan kepada Allah agar diberi kelancaran dan keselamatan dalam menjalankan amanah pendakian ini.

Di sepanjang perjalanan tak jarang kami mencari papan bertuliskan Asmaul Husna, hanya untuk melihat seberapa jauh lagi perjalanan kami.

Asmaul Husna di jalur pendakian Gunung Dempo memang sengaja dipasang, yang bertujuan agar pendaki selalu ingat kepada Sang Pencipta walau di tempat yang jauh dari hiruk-pikuk kota. Tulisan itu juga berfungsi sebagai indikator seberapa jauh lagi pendaki harus melangkah untuk mencapai titik akhir pendakian, yang ditandai dengan Asmaul Husna yang ke-99.

Dengan menempuh waktu perjalanan yang kurang-lebih sama dengan waktu yang dibutuhkan dari bawah menuju shelter 1, kamipun akhirnya tiba di shelter 2 sekitar pukul 16:00 WIB.

Shelter 2 ini sama dengan di shelter 1, hanya saja gubuk yang ada di shelter 2 ukurannya lebih besar dan lebih memungkinkan untuk dijadikan tempat bermalam jika sudah terjebak gelap dan berencana melanjutkan perjalanan di keesokan harinya saja.

Di shelter 2 atau “Peghaduan Besak” yang memiliki arti Tempat Peristirahatan Besar ini, kami memasak air dan menyeduh minuman hangat untuk melawan suhu dingin yang mulai menerpa dari segala arah, menembus jaket dan langsung menyapa kulit, sehingga keringat pun sampai-sampai menjadi seperti air es, diingiin….

Satu personel kami harus tinggal di sini dan tidak melanjutkan perjalanan dikarenakan sakit, yang harus ditemani dua personel lainnya untuk menjaganya. Jadi kami harus melanjutkan perjalanan dengan meninggalkan 3 orang di shelter 2, yang kebetulan sedang ada pendaki lain yang tidak ikut naik dan menunggu temannya turun dari puncak. Jadi total ada 4 orang yang berada di shelter 2 saat kami kembali melanjutkan perjalanan menuju pelataran.

Hari sudah mulai beranjak gelap, saat kami melanjutkan perjalanan. Headlamp akhirnya keluar dari persembunyiannya, di storage kecil di dalam carrier. Saat mendekati waktu maghrib, di kala tubuh yang mulai lelah, timbullah berbagai gangguan yang mencoba untuk melunturkan niat dan semangat kami.

Salah satunya adalah suara-suara perempuan yang tiba-tiba terdengar dari dalam HT yang sedari tadi tidak ada frekuensi sama sekali, yang kami yakini jika kami membalas suara-suara tersebut kemungkinan kami akan disesatkan di hutan yang mulai berangsur gelap ini.

Di tengah perjalanan menuju pelataran, tim berinisiatif untuk dibagi menjadi 2 tim. Tim pertama berjalan duluan, bertugas untuk mendirikan tenda dan menyiapkan makanan, agar jika tim kedua sampai di pelataran dapat langsung makan dan beristirahat.

Karena jarak pandang yang terbatas yang hanya dibantu sinar headlamp, maka kami harus ekstra hati-hati saat menapak. Karena kontur medan yang bertambah ekstrim dan ada titik yang bekas terjadi longsor, langkah kami pun mulai terinveksi rasa capek. Sehingga kami lebih banyak beristirahat meskipun di keadaan gelap.

Plang bertuliskan “TOP DEMPO” sudah kami temukan, artinya jalan ke depan adalah jalanan menurun yang akan mengarah ke pelataran.

Dikarenakan jalan yang menurun, sehingga langkah kaki kami terasa lebih cepat. Sehingga tidak membutuhkan waktu lama untuk sampai di pelataran yang sudah berhias tenda-tenda yang sudah didirikan oleh tim pertama yang tadi diperintahkan untuk jalan duluan.

Sekitar pukul 20:44 WIB kami sampai di pelataran merapi, setelah beristirahat sebentar. Kami lanjut membentang matras di tanah yang sedikit lapang tak jauh dari tenda untuk mendirikan shalat maghrib dan isya, yang dilanjut berdoa agar personel yang sakit tadi diberikan kesembuhan. Usai shalat kami kembali ke tenda untuk makan malam, dan dilanjutkan tidur dengan per satu tendanya berisikan 5 orang.

Puncak Pendakian

Tak lama kemudian fajar pun menjemput, yang kami sambut dengan shalat Subuh berjamaah di dalam tenda masing-masing. Karena suhu yang teramat dingin, ditakutkan dapat membahayakan kondisi tubuh jika memaksakan untuk keluar dan bertemu air, maka kami putuskan untuk bertayamum saja di dalam tenda.

Setelah shalat kami lanjut memanaskan air (tetap di dalam tenda) menggunakan kompor dan peralatan masak portable, memanfaatkan air sisa semalam yang ada di dalam derigen putih di pojokan tenda.

Menu pagi ini adalah mie instan berbagai merek dan rasa yang dijadikan satu, ditemani kopi panas yang cepat sekali beralih menjadi kopi dingin, dikarenakan suhu yang begitu ekstrem.

Setelah beres makan, kami lalu berkemas dan bersiap untuk lanjut mendaki menuju “TOP Merapi Dempo”. Sebuah puncak, titik terakhir pendakian, titik tertinggi Sumatera Selatan, sekaligus tempat paling sempurna untuk melihat keindahan panorama alam Kota Pagaralam dari puncak ketinggian.

Sekitar pukul 06:20 WIB langkah pertama menuju TOP, kami mulai. Pagi ini mentari sudah mulai menyinari, namun suhu dingin tak kunjung pergi, tetap setia menyertai kami hingga puncak nanti.

Medan pasir berbatu yang hanya ditumbuhi pohon panjang umur; pohon endemik Gunung Dempo menjadi teman kami menuju atas.

Pemandangan indah sudah mulai terlihat di setengah perjalanan, semakin memompa semangat kami untuk menyentuh puncak. Tak butuh waktu lama, hanya memakan waktu sekitar 35 menit kamipun sampai di atap tertinggi Sumatera Selatan, “TOP Merapi Dempo”.

Terbesit ayat Allah:

فَبِأَىِّ ءَالَآءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَان

Artinya: “Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?” (QS Ar-Rahman /55: 13)

Sederet perjuangan akhirnya terbayarkan dengan lunas oleh secercah keindahan. Pemandangan kota, hamparan pepohonan, serta kaldera tersaji sempurna di bawah bentangan cakrawala, menjadi lukisan terindah yang ingin Allah tunjukkan kepada kita dari atas ketinggian.

Upacara pengibaran bendera Palestina, Selasa, 16 November 2021 pun menjadi acara inti di pendakian kali. Angin kencang menjadikan bendera berkibar dengan gagah di ketinggian kurang lebih 3.159 meter di atas permukaan laut (mdpl), dan menjadi pengibaran bendera Palestina tertinggi di Indonesia bahkan dunia.

Jika ingin hasil yang wah, usahanya jangan setengah-setengah. Begitu juga dengan perjuangan Islam, jika kita ingin meraih kemenangan, usaha yang kita berikan haruslah jangan tanggung-tangungan. Karena di balik kesulitan yang diperjungkan, terdapat kemudahan dan kemenangan yang sudah menunggu di depan.

Seperti bunyi firman Allah berikut ini:

فَإِنَّ مَعَ ٱلْعُسْرِ يُسْرًا

Artinya: “Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS Al Insyira /94: 5).

Ya, begitulah pendakian ke puncak Gunung Dempo Pagar Alam, Sumatera Selatan, untuk pengibaran bendera Palestina bersamaan dengan bendera Merah Putih.

Memang seperti tidak masuk logika, apa hubungannya dengan pembebasan Al-Aqsha dan Palestina? Bak Nabi Nuh ‘Alaihis Salam yang diperintahkan membuat perahu di atas bukit. Seperti Nabi Musa yang membelah lautan dengan tongkat.

Semua kemenangan hakiki di luar rasio manusia. Yang jauh lebih penting adalah prosesnya, amaliyahnya, sungguh-sungguh, ikhlas dan terpimpin. Sehingga meraih kemenangan. “Allahu Akbar!!! Al-Aqsha Haqquna!!!”. (A/Umr/RS2/)

Mi’raj News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.