Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Indonesia Halal Watch : Refleksi Akhir Tahun 2017

Rana Setiawan - Kamis, 28 Desember 2017 - 17:04 WIB

Kamis, 28 Desember 2017 - 17:04 WIB

124 Views

Wakil Ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ikhsan Abdullah.(File)

Halal-Watch-12.jpeg" alt="" width="213" height="232">

Oleh: H. Ikhsan Abdullah, SH., MH., Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch (IHW)

Beberapa catatan penting sebagai refleksi akhir tahun 2017 dari Indonesia Halal Watch (IHW):

Pertama, Industri halal Indonesia berjalan di tempat, jauh tertinggal dari negara-negara lain. Pelaku usaha Indonesia belum menganggap industri halal sebagai peluang bisnis penting. Padahal kenyataannya sekarang, industri halal sedang menjadi trend global di dunia.

Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof El-Awaisi: Ilmu, Kunci Pembebasan Masjid Al-Aqsa

Kedua, Pasar Indonesia pada tahun 2018 mendatang akan dibanjiri oleh produk-produk asing yang telah berlabel halal. Baik yang telah mendapatkan sertifikat halal dari negara asal maupun yang di endorse oleh lembaga otoritas halal di Indonesia saat ini yaitu Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (mui/">LPPOM MUI). Hal ini disebabkan karena kurangnya awareness dari pelaku usaha kita terhadap produk halal serta kurangnya orientasi usaha untuk merebut pasar halal dunia.

Ketiga, Tepat empat tahun sudah Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH) diundangkan, tetapi sampai saat ini masih belum dirasakan kehadirannya bagi masyarakat, serta belum memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tumbuhnya dunia industri dan percepatan industri halal. Sejak diundangkan UU JPH pada 17 Oktober 2014 diharapkan dapat menjadi payaung atau umbrella provisions dari semua regulasi halal. Tapi realitanya sangat jauh dari yang diharapkan.

Keempat, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) telah diresmikan pada 10 Oktober 2017 lalu, BPJPH belum dapat berfungsi sebagamana mestinya yang dimandatkan UU JPH. BPJPH menghadapi tantangan yang berat dalam menjalankan tugas sebagaimana layaknya sebuah lembaga baru yang memerlukan waktu untuk menata organisasi dan konsolidasi. Hingga saat ini BPJPH belum siap untuk menerima dan melayani permohonan sertifikasi halal.

Kelima, Belum ada satu pun Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) yang lahir dan mendapatkan akreditasi dari BPJPH dan MUI, di mana syarat terbentuknya LPH harus terlebih dahulu memiliki auditor halal yang disertifikasi oleh MUI, sesuai dengan UU JPH Pasal 14 ayat (2) huruf f. Namun pada kenyataannya BPJPH dan MUI belum merumuskan standar sertifikasi auditor halal dan standar akreditasi LPH. Inilah yang melahirkan kegamangan bagi Industri dan UKM yang akan mengajukan sertifikasi halal atas produk-produknya. Permohonan diajukan ke mui/">LPPOM MUI ataukah ke BPJPH sementara sertifikat halal yang sedang atau sudah jatuh tempo perpanjangan dan mandatory sertifikasi semakin dekat.

Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat

Keenam, Persiapan memasuki masa wajib sertifikasi yang ditandai dengan labelisasi sertifikat halal dan informasi produk tidak halal dimulai Oktober 2019, maka sosialisasi dan edukasi terhadap UU JPH harus benar-benar sampai kepada dunia usaha dan masyarakat. Karena hal ini akan berakibat hukum bagi pelaku usaha bila sampai batas waktunya tiba produk mereka belum bersertifikasi halal, maka Dunia Usaha akan terancam sanksi Pidana dan denda sekaligus.

Ikhtiar yang perlu segera dilakukan adalah:

Pertama, diperlukan upaya yang serius kordinasi lintas kementerian dalam rangka mempercepat lahirnya Peraturan Pelaksana Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH).

Kedua, membangun hubungan yang harmonis dan bekerja sama yang saling menguatkan antara kedua lembaga yang diberikan mandat oleh UU JPH, yakni BPJPH dan MUI.

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat

Ketiga, mendorong terbentuknya Lembaga Pemeriksa Halal dan sertifikasi auditor halal yang selanjutnya dilakukan sertifikasi dan akreditasi oleh BPJPH dan MUI.

Keempat, agar dunia usaha tidak dirugikan dan tetap berjalan dengan memperoleh sertifikasi halal atas produk-produknya, maka ketentuan Pasal 59 dan 60 Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal agar tetap menjadi landasan, yaitu mui/">LPPOM MUI tetap menjalankan kewenanganya melakukan Sertifikasi Halal sampai dengan BPJPH menyatakan telah siap melakukan Sertifikasi halal, yang ditandai dengan telah siapnya Auditor Halal, LPH dan berbagai Instrumen pembiayaan yang berkaitan dengan Industri dan UKM.

Di sinilah diperlukan kearifan dan kejujuran Pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama, bahwa BPJPH belum siap menerima permohonan sertifikasi Halal sampai dengan kesiapan Auditor Halal yang disertifikasi, pembentukan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) yang terakreditasi dan ketentuan tarif serta sistem pendaftaran berbasis online. Terkecuali BPJPH siap bersinergi dengan mui/">LPPOM MUI yang saat ini telah memiliki 1.200 auditor halal yang tersebar di 34 provinsi dan di 400 Kabupaten Kota seluruh Indonesia, sehingga tidak menimbulkan kegamangan dan memberikan kepastian bagi dunia usaha yang akan mengajukan permohonan Sertifikasi Halal serta yang akan melakukan perpanjangan bagi yang sudah jatuh tempo masa berlaku sertifikasinya.

Kelima, menyongsong mandatori sertifikasi halal yang jatuh tempo 2019, maka BPJPH dituntut untuk dapat menjamin ketenangan, kenyamanan, dan kepastian bagi pelaku usaha (produsen) yang akan mengajukan permohonan sertifikasi halal, menjamin pelaku usaha yang telah memperoleh sertifikasi halal, dan memastikan kemudahan bagi produsen yang akan memperpanjang sertifikasi halalnya yang telah jatuh tempo. Sehingga dunia usaha dapat menjalankan usahanya dengan tentram dan tidak melanggar hukum / terkena sanksi sesuai dengan Pasal 56 dan 57 Undang-Undang Jaminan Produk Halal. Di sisi lain UU JPH ini agar menjadi undang-undang yang tetap berlaku efektif tidak sebagai hukum yang di tidurkan.

Baca Juga: Tertib dan Terpimpin

Keenam, BPJPH dan MUI harus mulai membangun sistem permohonan sertifikasi halal yang berbasis pada prinsip perlindungan, keadilan, akuntabilitas, transparansi, efektivitas, efisiensi, dan profesionalitas dalam memperoleh sertifikat halal. (A-R01/P1)

*Disampaikan dalam Diskusi dan Pertemuan Media “Mandatory Sertifikasi Halal dan Keberlangsungan Dunia Usaha” di Jakarta, Kamis 28 Desember 2017.

**Indonesia Halal Watch (IHW) sebagai Lembaga Advokasi Halal merupakan lembaga advokasi yang menjadi jembatan penghubung masyarakat konsumen, pelaku usaha dan pemerintah, dalam implementasi dan law enforcement Undang-undang Jaminan Produk Halal.

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat

Rekomendasi untuk Anda

MINA Preneur
Indonesia
Indonesia
Indonesia
Indonesia