Oleh Ali Farkhan Tsani, Jurnalis Mi’raj News Agency (MINA)
PRESIDEN RI Prabowo Subianto dalam Sidang Kabinet di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu, 6 Agustus 2025 menginstruksikan untuk menyiapkan bantuan pengobatan bagi sekitar 2.000 warga Gaza korban perang.
Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, menjelaskan bahwa Pulau Galang di Batam dipilih karena memiliki fasilitas rumah sakit dan infrastruktur pendukung lainnya yang memadai.
Menurut Hasan, bantuan tersebut bukan dalam bentuk evakuasi atau relokasi, melainkan murni bantuan kemanusiaan berupa layanan pengobatan. Setelah proses pengobatan selesai, para korban akan kembali ke Gaza.
Baca Juga: Kaitan Gunung Muria di Kudus dan Moriah di Palestina
“Ini memang bukan evakuasi, ini untuk pengobatan. Jadi nanti setelah sembuh, setelah selesai pengobatan, mereka tentu akan kembali lagi ke Gaza,” tegasnya.
Menindaklanjuti hal itu, Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau menyatakan kesiapan penuh untuk mendukung arahan Presiden Prabowo Subianto tersebut.
Pernyataan tersebut disampaikan Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Kepri, Hendri Kurniadi, mewakili Gubernur Kepri H. Ansar Ahmad, dalam keterangannya di Tanjungpinang, Kamis (7/8/2025).
“Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau siap mendukung apa yang menjadi arahan Presiden Republik Indonesia. Apalagi ini merupakan bagian dari misi kemanusiaan untuk saudara-saudara kita di Gaza. Saat ini kami sedang menunggu petunjuk teknis dari kementerian terkait ,” ujar Hendri.
Baca Juga: Sunan Kudus Mendirikan Masjidil Aqsa Menara Kudus
Dukungan ini merupakan bagian dari komitmen Pemerintah Provinsi Kepri dalam mendukung langkah-langkah strategis dan kemanusiaan yang diinisiasi Pemerintah Pusat, terlebih menyangkut krisis kemanusiaan yang masih berlangsung di Gaza.
Komunikasi dengan Negara Teluk
Menteri Luar Negeri Sugiono mengungkapkan bahwa Presiden Prabowo Subianto menyampaikan niatan itu saat kunjungan kenegaraan ke Timur Tengah dan Turki pada 9 April 2025. Dalam kunjungannya itu, Presiden Prabowo menyampaikan bersedia merawat korban luka konflik Palestina-Israel.
Indonesia secara terbuka siap merawat korban anak-anak, orang tua, wanita yang membutuhkan perawatan medis ke Indonesia, dengan catatan semua pihak setuju.
Baca Juga: Tantangan Parenting di Era Serba Digital
Perawatan darurat medis itu sendiri tentu harus dengan persetujuan negara yang bertetangga langsung dengan Palestina, seperti Yordania dan Mesir, dan terutama Otoritas Palestina itu sendiri.
Tentu juga Indonesia tidak bisa langsung mengadakan kontak dengan pemerintah Zionis, tapi bisa melalui Mesir atau Yordania yang berbatasan langsung dengan Gaza.
Menurut Sugiono, Pulau Galang menjadi salah satu pilihan karena pernah dipakai untuk tempat perawatan Covid, infrastruktur rumah sakitnya sudah ada.
Mengenal Pulau Galang
Baca Juga: Sunan Kudus Menantu Ulama Palestina
Galang adalah sebuah kecamatan di Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau. Kecamatan Galang terdiri dari 3 pulau utama yang terhubung jembatan, dan beberapa pulau lainnya. Pulau Galang memiliki luas 351 km2 dengan 8 kelurahan di dalamnya.
Jumlah penduduk di Pulau Galang pada sensus tahun 2021 sebanyak 18.130 jiwa. Islam adalah agama mayoritas di kecamatan ini dengan jumlah penganut sebanyak 89,97%, Katolik 3,50% dan Protestan 2,28%, dan lainnya (Budha, Hindu dan Konghucu).
Mata pencaharian utama warga Pulau Galang adalah nelayan dan pedagang. Selain itu, ada juga yang bekerja sebagai petani dan buruh sector formal maupunn informal.
Pulau galang pernah digunakan sebagai Kamp Pengungsian orang-orang Vietnam pada 1979-1996. Kamp itu berada di Pulau Galang di bagian selatan Pulau Batam dengan jarak lebih kurang 7 km. Selama kurun waktu 7 tahun, Komisariat Tinggi Urusan Pengungsi PBB (UNHCR/United Nations High Commissioner for Refugees).
Baca Juga: Mengapa Zionis Ingin Duduki Gaza Sepenuhnya?
Kamp tersebut mempunyai beberapa macam fasilitas, seperti: klinik, kantor administrasi dari PBB, tempat pendidikan anak-anak, tempat peribadatan/kuil, dan tempat makam bagi mereka yang meninggal dunia karena terserang penyakit.
Selama berada di tempat ini, para pengungsi mengikuti berbagai latihan ketrampilan, sambil menunggu keputusan dari pihak PBB. Tempat ini kemudian ditutup oleh PBB secara resmi pada tahun 1997. Pada tahun 2000, kamp ini berganti nama menjadi Wisata Sejarah Galang Batam.
Di Pulau Galang juga pernah dibangun Rumah Sakit Khusus Infeksi (RSKI) atau Rumah Sakit Khusus Infeksi Covid-19, merupakan salah rumah sakit yang ditunjuk oleh pemerintah sebagai unit darurat penanggulangan Covid-19.
Sejak 12 April 2020 hingga 14 Februari 2021, rumah sakit tersebut telah melayani pasien Covid-19 dengan total sebanyak 7.223 orang, baik yang terkonfirmasi positif ataupun yang diduga terinspeksi atau suspek.
Baca Juga: Menjadi Orang Tua Cerdas di Tengah Arus Teknologi
Wakil Presiden Ma’ruf Amin tahun 2023 pernah mengusulkan membuka kemungkinan Pulau Galang menjadi tempat penampungan para pengungsi Rohingnya.
Menurut Ma’ruf Amin, masalah Rohingya perlu diatasi bersama karena hal itu merupakan masalah kemanusiaan. Tapi usulan tersebut belum sempat terlaksana, entah apa penyebabnya?
Voice of America (VoA) edisi 25 Desember 2023, menyebutkan adanya penolakan dari sebagian warga setempat. Alasannya, situasi di Pulau Galang, Pulau Rempang, dan sekitarnya sedang tidak baik karena adanya konflik terkait penolakan penggusuran di kawasan tersebut. Sementara akan memasukkan warga asing.
Sementara itu dari pihak pemerintah setempat kala itu, Pemerintah Kota Batam tinggal menunggu arahan dari pemerintah pusat. Pemkot Batam siap mendukung apa yang menjadi keputusan pemerintah pusat soal penempatan pengungsi Rohingya di Pulau Galang, jika memang akan diberlakukan.
Baca Juga: Ketika Setia Dianggap Kuno dan Selingkuh Dianggap Wajar
Kini, di Pulau Galang sedang dikembangkan Industri Energi Hijau di Kawasan Industri Wiraraja II, salah satu dari 77 Proyek Strategis Nasional 2025-2029.
Dukung Diplomasi Kemanusiaan
Menanggapi rencana menjadikan Pulau Galang sebagai tempat pengobatan darurat bagi sekitar 2.000 warga Gaza korban perang, muncul beragam tanggapan, baik yang mendukung maupun menolak, mempertanyakan untuk kehati-hatian atau memberikan masukan.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) menanggapinya sesuai prinsip “hifdzun nafsi” (melindungi jiwa), sejalan dengan prinsip kemanusiaan yang adil dan beradab, salah satu sila dari Pancasila, ujar Prof. Sudarnoto Abdul Hakim, Ketua MUI Bidang Hububungan Luar Negeri dan Kerjasama Internasional.
Baca Juga: 80 Tahun Pengeboman Hiroshima, Jangan Terulang di Gaza
“Karena itu memang diperlukan langkah atau aksi darurat untuk misi menangani malapetaka kemanusiaan di Gaza. Misi darurat ini antara lain menolong dan menyelamatkan warga Gaza yang benar-benar mendesak membutuhkan penangan medis di luar Gaza,” lanjutnya.
Prof. Sudarnoto menambahkan, harus dipersiapkan dengan sempurna rumah sakit dan tempat penampungan para korban dan keluarga korban di Pulau Galang tersebut.
Pemerintah Yordania sudah melakukan hal yang sama dan karena itu, Indonesia bisa menimba pengalaman Yordania. Meskipun jumlah yang akan ditangani yaitu 2000 orang pasien dan keluarga pendamping pasien lebih besar dari Yordania.
Hal lain yang penting untuk menjadi perhatian ialah pentingnya komunikasi yang baik dengan masyarakat terutama dengan elemen masyarakat, tokoh dan aktivis pembela Palestina. Sehingga program ini bukanlah pemindahan dan relokasi warga Gaza ke Indonesia yang beberapa waktu yang lalu sempat menjadi topik kontroversial.
Baca Juga: Abolisi Tom dan Amnesti Hasto, Jalan Prabowo Menuju Rekonsiliasi
“Komunikasi ini penting sehungga ada langkah penting yang memang menjadi concern bersama. Ini juga untuk menjaga agar engagement pemerintah dengan masyarakat semakin kuat terutama ubntuk membela Palestina ini,” lanjutnya.
Komunikasi dengan berbagai pihak di luar negeri juga penting dilakukan, terutama dengan pemerintah Palestina, Hamas, Mesir, dan Yordania, agar pihak-pihak tersebut juga memberikan dukungan.
“Jangan sampai ada kontroversi dan justru menjadi tidak produktif untuk misi kemanusiaan dan membela kemerdekaan Palestina,” imbuhnya.
Sementara itu, Ketua PP Muhammadiyah Anwar Abbas mempertanyakan rencana Presiden Prabowo menyiapkan Pulau Galang sebagai pusat pengobatan warga Gaza, Palestina.
Baca Juga: Persatuan Faksi-Faksi Jalan Menuju Kemerdekaan Palestina
Dukungan disapikan juga oleh Wakil Ketua Komisi I DPR RI Dave Laksono yang menilai, langkah Presiden Prabowo menyiapkan Pulau Galang sebagai pusat pengobatan warga Gaza, menunjukkan komitmen dan tindakan nyata pemerintah untuk menjalankan diplomasi kemanusiaan.
Menurutnya, langkah Presiden Prabowo membangkitkan kembali semangat solidaritas yang pernah diwujudkan melalui kemitraan Pemerintah Indonesia dengan UNHCR dan organisasi internasional dalam menyediakan fasilitas kesehatan, pendidikan, ibadah, dan ekonomi bagi pengungsi Vietnam.
Untungkan AS-Israel
Anwar Abbas menyinggung soal Presiden Donald Trump yang pernah menyatakan bahwa Amerika Serikat akan mengambil alih Jalur Gaza yang dilanda perang setelah warga Palestina direlokasi ke tempat lain.
Menurutnya, rencana memindahkan warga Gaza ke luar wilayahnya, termasuk ke Indonesia, akan menguntungkan Israel dan AS.
Rencana Pulau Galang dikritisi oleh Deputi Direktur Amnesty International Indonesia, Wirya Adiwena, yang menyebutkan pemindahan warga Gaza, jika tidak dilakukan secara sukarela, dapat tergolong kejahatan perang menurut hukum internasional.
Menurutnya, meski dibalut alasan kemanusiaan, rencana tersebut perlu dikritisi. Jika tidak hati-hati, Indonesia justru terlihat sejalan dengan skenario Israel-AS untuk mengosongkan Gaza dari warganya.
Amnesty menilai solusi yang seharusnya diambil Indonesia adalah mendorong penghentian kekerasan dan agresi militer di Gaza, menuntut gencatan senjata permanen, serta membuka jalur bantuan kemanusiaan tanpa mengubah status warga Gaza sebagai penduduk wilayah yang diduduki.
Dr. Muhammad Zulfikar Rakhmat, Direktur Desk Indonesia-MENA di Pusat Studi Ekonomi dan Hukum (CELIOS) Jakarta dan Peneliti Afiliasi di Middle East Institute, National University of Singapore, menulis di media berbasis di London, Middle East Monitor (MEMO).
Ia menulis artikel berjudul “Pulau Galang Takkan Selamatkan Gaza”, yang isinya antara lain mengatakan, rencana tersebut merupakan sebuah gestur yang kaya akan simbolisme namun sangat minim dalam hal kepraktisan.
Ia menyebutkan, misalnya perjalanan dari Gaza ke Batam lebih dari 8.000 kilometer. Mengevakuasi pasien dalam kondisi rentan melintasi jarak tersebut tidak hanya mahal tetapi juga berisiko secara medis. Perawatan yang paling mendesak sebaiknya diberikan di dekat lokasi, seperti di Mesir, Yordania, atau fasilitas regional lainnya, di mana waktu transit singkat dan beban pada pasien minimal.
Tawaran Indonesia, meskipun menggugah emosi, merupakan intervensi yang lambat dan kompleks yang berisiko menghasilkan dampak yang lebih kecil daripada yang diharapkan. Ia mengingatkan, tindakan yang paling berarti bukanlah evakuasi medis, melainkan tindakan politik. (MEMO, 9 Agustus 2025).
Indonesia memiliki modal diplomatik yang berharga, sebagai anggota G20, sebagai negara demokrasi mayoritas Muslim yang dihormati, dan sebagai negara dengan tradisi panjang aktivisme non-blok. Pengaruh tersebut jauh lebih baik digunakan untuk tekanan politik yang berkelanjutan: menyerukan gencatan senjata dan diakhirinya blokade, mendorong akuntabilitas Israel, dan menggalang konsensus global untuk resolusi jangka panjang.
Menurutnya, Indonesia akan merawat 2.000 warga Gaza yang terluka di Pulau Galang juga mengandung risiko geopolitik. Para kritikus khawatir bahwa pemindahan warga Palestina dari Gaza, meskipun sementara, berisiko sejalan dengan strategi demografi Israel.
Sebab sejarah menunjukkan bahwa setelah mengungsi, warga Palestina hampir tidak pernah kembali. Terlepas dari jaminan resmi bahwa perawatan ini bersifat sementara, preseden yang ditimbulkannya sungguh meresahkan.
Risiko Persiapan
Jika memang rencana Presiden Prabowo itu harus dilakukan, ada beberapa risiko penting yang perlu dipersiapkan agar misi tersebut efektif, aman, dan berkelanjutan.
- Kesehatan dan Medis. Tentu akan ada risiko wabah penyakit menular (infeksi luka, TBC, dll), trauma fisik berat, dan gizi buruk. Mana, antisipasinya adalah dengan menyiapkan Tim medis lengkap, RS lapangan modern, tenaga spesialis (bedah, anak, trauma healing), dan vaksinasi darurat.
- Keamanan. Akan ada risiko ancaman infiltrasi, spionase, atau protes politik dari kelompok tertentu. Tentu antisipasinya adalah dengan pengamanan berlapis, skrining ketat, kerja sama TNI-Polri, serta pendekatan diplomatik regional.
- Logistik dan Infrastruktur. Harus diperhatikan adalah risiko ketersediaan air bersih, listrik, makanan, dan tempat tinggal yang layak. Antisipasinya tentu saja harus ada rehabilitasi fasilitas lama, pembangunan shelter darurat, sistem suplai logistik harian, dsb.
Bangunan lama yang sudah tidak layak, perlu segera direnovasi sesuai kebutuan darurat medis. Bangunan yang belum ada harus disegerakan terwujud, mulai dari perumahan/tempat tinggal, tempat ibadah Muslim, sekolah, dapur umum, sarana transportasi, dsb.
Jika sudah diputuskan, berbagai lembaga Zakat Infak Sedekah (ZIS) dapat diberdayakan. Baik oleh pemerintah melalui Baznas maupun lembaga filantropi yang berada di lingkup organisasi massa Islam yang berada di rumah besar Majelis Ulama Indonesia (MUI).
- Psikososial dan Budaya. Adanya risiko trauma mendalam, depresi, perbedaan bahasa dan budaya, tentu tidak bisa dielakan. Termasuk bagaimana bergaul dengan warga penduduk Pulau Galang setempat, dan tetap menjaga semangat perjuangan membela tanah airnya, Palestina. Di sini peran ulama dan aktivis kemanusiaan sangat diperlukan.
Maka, antisipasinya perlu pendampingan psikolog, penerjemah Arab, aktivitas edukatif, keterlibatan ormas Islam, dan relawan kemanusiaan.
- Dukungan Hukum dan Diplomatik. Risiko protes dari pihak internasional atau tekanan dari pihak yang tidak mendukung, patut menjadi catatan pemerintah RI. Antisipasinya, perlu landasan hukum yang jelas, komunikasi aktif ke dunia internasional, dukungan PBB dan OKI, dan peran media massa.
Langkah-langkah tersebut harus dilaksanakan secara humanis, profesional, dan terukur, agar Pulau Galang benar-benar menjadi zona aman pemulihan, bukan sekadar penampungan sementara.
Tim Advance
Tentu sebelum itu, diperlukan Tim Advance untuk meninjau Pulau Galang dalam persiapan pengobatan warga Gaza. Tim Advance adalah kunci awal memastikan semua berjalan lancar sebelum kedatangan korban perang.
Beberapa hal yang perlu dikerjakan oleh Tim Afvance, di antaranya meliputi:
- Menilai Kelayakan Lokasi: Memastikan fasilitas medis, akomodasi, keamanan, dan logistik di Pulau Galang siap menampung dan merawat korban perang.
- Koordinasi Lintas Instansi : Tim akan menjalin komunikasi dengan TNI, Kemenkes, BNPB, dan pihak-pihak terkait untuk sinkronisasi peran.
- Pemetaan Risiko & Kebutuhan: Mengidentifikasi potensi risiko (kesehatan, sosial, keamanan) serta kebutuhan medis, SDM, obat, dan peralatan.
- Persiapan Infrastruktur: Mengecek kesiapan rumah sakit darurat, sistem air bersih, dapur umum, dan transportasi darat/laut/udara.
- Protokol Kesehatan dan Keamanan: Menyusun SOP penanganan pasien dari zona konflik, termasuk karantina, trauma healing, dan sanitasi.
- Evaluasi Kapasitas: Memastikan Pulau Galang mampu menangani ±2.000 orang dari segi daya tampung, tenaga medis, dan logistik.
- Perencanaan Tahapan Evakuasi: Mengatur jadwal, jalur evakuasi, serta proses pemindahan pasien dari Gaza ke Indonesia secara aman dan efisien.
Program Pelatihan Terstruktur
Perlu disiapkan program yang terstruktur, bukan hanya kegiatan harian (activity daily), tetapi juga pembekalan kapasitas diri (capacity building), seperti bahasa, ilmu pengetahuan sesuai jenjang usia, dan keterampilan praktis yang kelak bisa diterapkan di Gaza.
Beberapa keterampilan penting yang dibutuhkan untuk diterapkan di Gaza dalam upaya rekonstruksi, kemandirian, dan ketahanan hidup, di antaranya:
- Keterampilan Teknik dan Rekayasa, berupa:
– Pembuatan alat pertanian sederhana (alat bajak, penanam benih manual).
– Perakitan mesin bor air dangkal dan pompa air tenaga surya.
– Perbaikan dan rekonstruksi bangunan tahan rudal (arsitektur darurat).
– Instalasi listrik tenaga surya dan pemeliharaannya.
- Keterampilan Pertanian dan Peternakan, berupa:
– Urban farming dan hidroponik dalam ruang sempit.
– Pembibitan dan pemupukan alami (kompos).
– Aquaponik dan perikanan skala rumah.
– Pengolahan pakan ternak mandiri.
- Keterampilan Pengolahan Pangan, berupa:
– Pengawetan makanan (fermentasi, pengeringan).
– Pembuatan roti, biskuit, makanan siap saji bergizi tinggi.
– Produksi susu nabati atau fermentasi susu.
- Keterampilan Medis Dasar, berupa:
– Pertolongan pertama dan perawatan luka.
– Pembuatan obat herbal sederhana.
– Pengelolaan sanitasi dan air bersih.
- Keterampilan Komunikasi dan Media, berupa:
– Dokumentasi (foto/video) kejahatan perang.
– Penyebaran informasi dan kampanye digital.
– Penggunaan media sosial untuk edukasi dan advokasi.
- Keterampilan Manajemen Komunitas, berupa:
– Manajemen distribusi bantuan.
– Pelatihan kepemimpinan, logistik dan penyuluhan.
Semua keterampilan ini diarahkan untuk membangun ketahanan sipil, mengurangi ketergantungan, dan mempercepat pemulihan Gaza dari blokade dan kehancuran.
Dan selanjutnya, warga Gaza yang telah sembuh nantinya akan kembali lagi ke Gaza dengan sehat, pulih dan tetap memiliki mental ketahanan perjuangan yang kuat plus pengetahuan dan keterampilan memadai, untuk membela dan membangun tanah airnya Palestina dari penjajahan. Semoga! []
Mi’raj News Agency (MINA)