Cholil Nafis: Kompleksitas Masalah Uighur Tinggi, Kita Harus Lihat Sejarah

KH. Cholil Nafis Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat dalam Webinar internasional yang diselenggarakan oleh Uighur Human Rights Project (UHRP) dengan tema "Kontribusi dan Resolusi Bangsa Indonesia dalam penyelesaian Krisis Kemanusiaan Uighur" pada Ahad (14/2). (Foto : Tangkapan Layar)

Jakarta, MINA – Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, KH Cholil Nafis mengatakan, permasalahan yang sedang terjadi di Uighur kompleksitasnya sangat tinggi, untuk itu perlu melihat sejarah untuk memahaminya.

“Masalah Uygur kompleksitasnya sangat tinggi kita harus reflek pada sejarah, di mana sebelumnya ada masalah politik pada Perang Dunia II di mana dulu Xinjiang berpihak pada Soviet namun pada akhirnya jatuh ke ,” ujar Cholil dalam Webinar internasional yang diselenggarakan oleh Uighur Human Rights Project () dengan tema “Kontribusi dan Resolusi Bangsa Indonesia dalam penyelesaian Krisis Kemanusiaan Uighur” pada Ahad (14/2).

“Ini Kompleksitasnya juga bisa kita lihat dari etnis, bahasa dan agama yang berbeda. Namun, kita acap kali hanya melihat pada aspek muslimnya saja,” tambahnya.

Memang banyak laporan tentang hak asasi yang dilanggar di sana, tapi menurut Cholil laporan yang ada sendiri sangat beragam jadi bisa dipercaya bisa juga tidak.

“Untuk itu, yang bisa kita minta adalah keterbukaan China yang saat ini tentu sangat erat dengan indonesia karena investasi cina yang masuk ke Indonesia,” ujarnya.

Menurut Cholil, penting untuk meminta kejelasan mengenai situasi di sana karena kembali pada saat Indonesia jadi anggota Dewan Keamanan tidak tetap PBB, salah satu prioritasnya adalah memperkuat ekosistem perdamaian dan stabilitas dunia dengan memperkuat  budaya penyelesaian konflik secara damai.

“Ada hal lain karena meskipun tidak agama yang jadi faktor utama, tapi bagaimanapun tentu diseret menjadi kondisi agamanya. Namun bagi kita karena mayoritas muslim tentu ada solidaritas,” jelasnya.

“Maka apa kontribusi yang bisa kita lakukan kepada saudara kita adalah bagaimana meminta PBB memastikan mereka mendapatkan HAM dari saudara-saudara kita sesama manusia,” kata Cholil.

Cholil menekankan, untuk itu indonesia harus memainkan politik bebas aktifnya dalam menyelesaikan dan ikut mendamaikan masalah Uighur.

“Selain itu hal lain yang bisa kita lakukan adalah melakukan lobi pada tingkat Civil Society, di sini MUI juga pelu nantinya berupaya untuk mendamaikan. Ada NU dan Muhammadiyah yang bisa digunakan sebagai jalur sipil untuk lobi dan negosiasi. biasanya jalur sipil sendiri lebih efektif untuk memberikan arah menyelesaikan masalah di Xinjiang,” katanya.

“Kita, mulai dari ormas islam dan mahasiswa bisa melakukan proses komunikasi-komunikasi untuk ikut mendorong Perdamaian di Uighur,” ujar Cholil. (L/R7/P2)

 

Mi’raj News Agency (MINA)