Xinjiang, 13 Ramadhan 1438/8 Juni 2017 (MINA) – Anak-anak Muslim di wilayah Xinjiang Cina terpaksa harus mengubah nama mereka jika dianggap “terlalu religius” di bawah kebijakan baru di negara komunis ateis itu.
Radio Free Asia melaporkan, perintah pelarangan nama-nama berbau religius tersebut diumumkan pada awal bulan suci Ramadhan ini, berlaku untuk anak-anak di bawah 16 tahun.
Pejabat Cina yang tak ingin disebutkan namanya mengatakan, tindakan tersebut merupakan bagian dari upaya “untuk mengekang semangat religius” di wilayah tersebut, demikian laporan IINA yang dikutp MINA, Kamis (8/6).
Pejabat daerah pada bulan April mengumumkan daftar nama bayi yang terlarang digunakan, termasuk Islam, Al-Quran, Makkah, Jihad, Imam, Saddam, Haji, dan Madinah. Pihak berwenang kemudian memperpanjang larangan tersebut kepada semua anak di bawah 16 tahun, usia di mana warga biasa mengajukan kartu identitas nasional di Cina. Orangtua Muslim hingga 1 Juni mendatang dipaksa untuk membuat perubahan hukum yang diperlukan, HuffPost News melaporkannya.
Baca Juga: Survei: 37 Persen Remaja Yahudi di AS Bersimpati dengan Hamas
Nama “dengan rasa religius yang kuat, seperti Jihad” atau kata-kata dengan “konotasi perang suci atau splittisme [kemerdekaan Xinjiang] tidak lagi diperbolehkan,” kata seorang pegawai kantor polisi setempatkepada Radio Free Asia. “Tetap berpegang pada garis partai (Komunis), dan Anda akan baik-baik saja,” katanya.
Muslim di Xinjiang terutama milik penduduk Muslim Uighur, sebuah kelompok etnis Turki yang telah mengalami ketegangan bertahun-tahun dengan pemerintah Cina. Pada awal abad 20, kelompok Uighur memimpin beberapa perlawanan yang berhasil dan mendapatkan kemerdekaan untuk waktu yang singkat sebelum dikendalikan oleh pemerintah Komunis pada tahun 1949.
Omer Kanat, direktur Proyek Hak Asasi Manusia Uighur, mengutuk pembatasan penamaan. “Langkah-langkah yang membatasi penggunaan nama tertentu di kalangan Uighur adalah serangan terhadap budaya Uighur,” katanya dalam sebuah pernyataan. “Nama yang dibatasi oleh negara tidak ‘asing’ bagi budaya Uighur, mereka adalah nama yang telah digunakan oleh orang tua Uighur selama beberapa generasi.”
Cina adalah rumah bagi sekitar 23 juta Muslim, kurang dari 2 persen dari keseluruhan total jumlah penduduknya. Banyak warga Muslim Tionghoa menghadapi Islamofobia setiap hari di negara ateis itu.
Baca Juga: Hongaria Cemooh Putusan ICC, Undang Netanyahu Berkunjung
“Pada awalnya, orang tidak mengerti saya. Mereka membuat saya mencari konseling psikologis,” kata Ye Qingfang, seorang wanita Muslim Cina yang diwawancarai oleh BBC, tentang pengalamannya beralih ke Islam. “Mereka bertanya apakah saya dimanipulasi oleh kelompok jahat atau berhubungan dengan mereka.”
Menurut sebuah laporan dari Jamestown Foundation, Islamofobia telah meningkat di Cina dalam beberapa tahun terakhir. (T/R01/RS3)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Pusat Budaya dan Komunitas Indonesia Diresmikan di Turki