Jakarta, 7 Muharram 1438/8 Oktober 2016 (MINA) – Center for Indonesia’s Strategic Development Initiative (CISDI) menolak penyelenggaraan Indonesia Philantrophy Festival (IPFEST) 2016 dengan tema kunci Sustainable Development Goals (SDGs) yang diselenggarakan pada 6-9 Oktober 2016 di Jakarta Convention Center.
Penolakan ini berdasarkan pada fakta bahwa kegiatan bertema filantropi ini secara lugas melibatkan badan yang berafiliasi langsung dengan industri tembakau, suatu hal yang sangat bertentangan dengan makna dari pembangunan berkelanjutan.
“Kegiatan filantropi seharusnya mempertimbangkan aspek yang mendukung aksi bersama dalam mencapai target pembangunan berkelanjutan,” kata Diah Saminarsih, Pendiri CISDI dalam siaran pers yang diterima Mi’raj Islamic News Agency (MINA), Sabtu (8/10).
CISDI adalah organisasi masyarakat sipil yang berperan sebagai pusat kajian dan implementasi inisiatif pembangunan nasional. CISDI secara aktif mendorong, mengawal dan memastikan implementasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan SDGs dalam bidang kesehatan, diantaranya melalui inivasi dan sinergi upaya pengendalian tembakau di Indonesia denfgan berbagai pelaku pembangunan nasional.
Baca Juga: Menag Akan Buka Fakultas Kedokteran di Universitas PTIQ
“Selain sebagai salah satu dari 193 negara yang menandatangani 17 tujuan dan 169 target SDGs yang menjadi acuan pembangunan jangka panjang seluruh negara di dunia sehingga tahun 2030, Indonesia berperan aktif dalam pembentukan agenda pembangunan global sejak dari High Level Panel of Eminent Person, Open Working Group On SDGs hingga Inter Government Negotiation on the Post 2015 Development Agenda,” ujarnya.
Lebih lanjut, dalam rentang waktu pembentukan hingga kini pada tahan implementasi, Indonesia berkomitmen penuh untuk menjunjung prinsip peningkatan drajat kesejahteraan masyarakat melalui pembangunan kesehatan yang inklusif dan sesuai dengan prinsip tata kelola yang baik.
“Keberhasilan Indonesia dalam mencapai seluruh tujuan dalam SDGs bergantung kepada ketaatan dan sikap konsekuen kita dalam menjalankan seluruh prinsip pembangunan berkelanjutan. Secara spesifik, dalam mencapai tujuan SDGS dalam bidang kesehatan, kita harus secara konsekuen melaksanakan implementasi yang mendukung pencapaian target kesehatan,” jelasnya.
Kegiatan yang mengatasnamakan filantropi dengan tema kunci SDGs ini harusnya mendukung berbagai pihak untuk melakukan aksi bersama dalam mencapai target-target pembangunan berkelanjutan.
Baca Juga: Presiden Prabowo Bertekad Perangi Kebocoran Anggaran
“Penyejajaran SDGs dengan perusahaan rokok oleh Himpunan Filantropi Indonesia, yang secara gamblang bertentangan dengan makna pembangunan berkelanjutan , membuat kami mempertanyakan arti dari filantropi yang dimaknai oleh Himpunan Filantropi Indonesia,” tegas Anandita Sitepu, Direktur CISDI.
Ia menambahkan, kegiatan filantropi seharusnya diasosiasikan dengan kegiatan yang bermanfaat bagi kesejahteraan seluruh masyarakat dan berpihak kepada kesejahteraan untuk mendukung aksi bersama dalam mencapai target SDGs.
Saat ini, Indnesia merupakan negara dengan angka perokok tertinggi di Asia Tenggara, bahkan termasuk kedalam empat besar negara perokok tertinggi di dunia setelah Cina, Rusia, dan Amerika Serikat. Dari total penduduk di Indonesia, 67 persen merupakan perokok aktif dan 60 persen dari jumlah perokok aktif memiliki latar belakang ekonomi lemah.
“Rokok merupakan produk yang tidak memiliki manfaat apapun, dan tidak sepantasnya dikaitkan dengan filantropi. Keterlibatan perusaan rokok dalam kegiatan yang membawa bendera filantropi, menurut hemat kami justru mengirimkan pesan yang salah tentang kesehatan dan tujuan pembangunan, termasuk generasi muda yang terlibat dalam acara ini,” tandasnya. (L/ima/P2)
Baca Juga: Pemerintah Siapkan Langkah Antisipasi Ancaman Bencana Hidrometeorologi Basah
Mi’raj Islamic Nesw Agency (MINA)