Jakarta, MINA – Meski kalender menunjukkan musim kemarau, hujan dengan intensitas tinggi masih mengguyur berbagai wilayah Indonesia. Fenomena yang disebut kemarau basah ini memicu berbagai bencana seperti banjir, longsor, dan pohon tumbang.
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) pada Rabu (9/7), mengimbau masyarakat untuk tetap siaga terhadap potensi cuaca ekstrem yang diprediksi berlangsung hingga Oktober 2025.
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, menyatakan bahwa melemahnya Monsun Australia serta suhu muka laut yang tetap hangat di selatan Indonesia menyebabkan curah hujan tetap tinggi di musim kemarau. Akibatnya, pola cuaca menjadi tidak menentu dan berisiko menimbulkan gangguan di berbagai sektor.
Wilayah seperti Jabodetabek, Mataram, dan Sulawesi Selatan mengalami hujan ekstrem dengan curah lebih dari 100 mm per hari, bahkan mencapai 150 mm di kawasan Puncak. Dampaknya terlihat dalam bentuk banjir, kemacetan, kerusakan infrastruktur, hingga terganggunya aktivitas warga.
Baca Juga: Banjir di Kota Tangerang Surut, Akses Jalan ke Jakarta Kembali Normal
Sebagai langkah antisipasi, BMKG bekerja sama dengan BNPB, BPBD, dan Pemprov DKI Jakarta menggelar Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) hingga 11 Juli 2025. Operasi ini bertujuan menekan potensi hujan lebat, khususnya di wilayah rawan seperti Jakarta dan Jawa Barat.
Hingga akhir Juni 2025, hanya 30 persen wilayah Indonesia yang benar-benar memasuki musim kemarau, jauh di bawah rata-rata tahunan 60–65 persen. Wilayah seperti Jawa, Bali, NTT, NTB, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Maluku, dan Papua masih mengalami hujan. []
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Pemerintah akan Bentuk Badan Ekonomi Syariah Gantikan KNEKS