Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dai Aceh: Bencana Cara Allah Menguji Orang Beriman

Rana Setiawan - Jumat, 23 Desember 2016 - 09:08 WIB

Jumat, 23 Desember 2016 - 09:08 WIB

359 Views

(KWPSI)

(KWPSI)

Banda Aceh, 23 Rabi’ul Awwal 1438/23 Desember 2016 (MINA) – Tidak ada seorang manusia pun yang hidup di dunia ini, yang tidak diuji oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala lebih-lebih orang yang beriman. Setiap orang beriman akan diuji tentang kesungguhan dan keseriusan keimanan mereka.

‎Orang yang beriman diuji dengan berbagai musibah (bencana), kesenangan dan kesusahan, kepahitan dan kesejahteraan, sehat dan sakit, kekayaan dan kemiskinan, ujian syahwat dan syubhat.
Terhadap sebuah ujian, kesabaran merupakan sikap keniscayaan yang harus dipilih dan digunakan, sebab kalau ia tidak sabar, ia pasti gagal. Kalau sudah gagal maka kerugianlah yang ia peroleh.

‎Demikian disampaikan Mubaligh Kondang Aceh, Tgk. Yusri Puteh saat mengisi pengajian rutin Kaukus Wartawan Peduli Syariat Islam (KWPSI) di Rumoh Aceh Kupi Luwak Jeulingke, Rabu (21/12) malam.

“Seperti musibah gempa bumi yang telah dialami saudara kita di Pidie Jaya dan Bireuen termasuk salah satu ujian Allah bagi orang beriman. Jika kita mengaku hamba Allah yang beriman, maka akan diuji agar menjadi manusia yang beriman dan istiqamah dalam keimanannya. Jika tidak ada iman, tidak akan diuji,” ujar Tgk. Yusri Puteh.

Baca Juga: HGN 2024, Mendikdasmen Upayakan Kesejahteraan Guru Lewat Sertifikasi

Ujian bagi orang beriman juga Allah tegaskan dalam Alquran Surat Al-‘Ankabut ayat 2-3 yang artinya: “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: ‘Kami telah beriman’, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan Sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka. Maka Sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan Sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta”.

Tgk Yusri mencontohkan, jika sebuah cincin emas ingin kita jual pada toko emas, untuk mengetahui apakah cincin tersebut terbuat asli dari emas atau palsu, maka cincin tersebut harus diuji dulu oleh pembeli di toko emas. Sebagaimana pula para penambang emas, ketika mereka menemukan suatu kepingan dengan warna mirip emas, untuk memastikan apakah benar-benar emas ataukah bukan emas, maka kepingan berwarna emas tersebut harus diuji.

“Begitu juga dengan pengakuan kita beriman kepada Allah, benar atau palsu untuk membuktikannya akan Allah uji dulu. Manusia saja tidak percaya begitu saja pada pengakuan mulut kita sebelum diuji‎. Anak sekolah begitu juga untuk lulus diuji juga dgn serangkaian ujian,” jelasnya.

Allah lebih mempertegas ujian itu untuk mengetahui siapa dari mereka yang beriman dan siapa dari mereka yang kufur. Allah Maha Mengetahui siapa diantara mereka yang benar dalam keimanannya. Begitu pula Allah SWT Maha Mengetahui siapa yang berdusta. Mereka beriman hanya dalam ucapannya saja, tapi hati dan perbuatan kosong, dan dia tidak termasuk golongan orang-orang yang beriman kepada-Nya.

Baca Juga: Hari Guru, Kemenag Upayakan Sertifikasi Guru Tuntas dalam Dua Tahun

Besar kecilnya ujian seseorang dan berat ringannya cobaan seseorang disesuaikan dengan kemampuan orang tersebut. Karena Allah tidak akan membebani seseorang, melainkan sesuai dengan apa kemampuan orang tersebut.
Ujian yang menimpa umat Islam secara khusus, adalah untuk mematangkan mereka dalam kehidupan di muka bumi ini, Dengan adanya ujian, ia memberi peluang kepada manusia untuk memikirkan akan segala kesalahan yang dilakukan pada diri sendiri dan orang lain di masa lampau.

“Apakah salah kita selalu diberi bala oleh Allah, apakah kita jahat sekali di mata Allah. Jawabannya, seorang mukmin akan ditimpa oleh ujian untuk menghapuskan kesalahannya, mengangkat derajatnya sehingga bisa dibedakan antara yang buruk dengan yang baik dan banyak lagi hikmah-hikmah lainnya,” terang da’i yang berceramah hingga ke Eropa ini.

Tgk Yusri menjelaskan, sebagai umat muslim harus memandang musibah/bencana dalam tiga perspektif Islam.

Pertama, ujian dari Allah SWT. Yaitu Allah menurunkan musibah atau bencana kepada makhluk-Nya yang beriman kepada-Nya sebagai ujian terhadap keimanan seseorang, apakah ia akan tetap istiqamah terhadap keimanannya.

Baca Juga: Meriahkan BSP, LDF Al-Kautsar Unimal Gelar Diskusi Global Leadership

Kedua, teguran dari Allah SWT. Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang terhadap para makhluk-Nya, Dia tidak akan tega melihat hamba-Nya yang masih mempunyai iman walaupun sedikit untuk larut dalam perbuataan dosa dan pelanggaran terhadap segala peraturan Allah, maka Allah menegurnya dengan bencana supaya hamba-Nya yang selamat bisa berbenah diri dan menyadari kesalahannnya kemudian bertaubat dan kembali ke jalan Allah.

“Ditegur karena kita lalai. Misalnya, saat azan magrib atau shalat lima waktu kita masih asyik duduk di warung kopi. Kalau bukan kita orang lain, bukan kampung kita di tempat lain. Semua kena yang baik maupun jahat. Jika kita baik, tapi membiarkan dan tidak peduli kemaksiatan di sekitar kita, maka tunggu teguran Allah‎,” ungkapnya.

Ketiga, Azab dari Allah. Azab diturunkan kepada kaum yang nyata membangkang dan betul-betul tidak mau menerima ajaran Allah dan para Nabi-Nya. Dalam hal ini Allah betul-betul Maha Kuasa untuk menghancurkan suatu negeri tanpa sisa, seperti yang diceritakan dalam Alquran yaitu kisah-kisah kaum Nabi Nuh, kaum Nabi Luth, Penduduk Madyan atau kaum Nabi Syuaib.

Kita dapat memetik hikmah dari bencana-bencana yang melanda negeri kita. Apakah bencana tersebut diturunkan sebagai ujian, teguran atau azab. Kalau ujian hanya diberikan oleh Allah kepada hamba-Nya yang saleh yang selalu berusaha menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, dan ini biasanya bersifat musibah pribadi.

Baca Juga: Enam Relawan UAR Korwil NTT Lulus Pelatihan Water Rescue

“Kebanyakan kita sekarang beriman setengah-tengah. Ada yang yang menjalankan perintah Allah setengah-setengah dan melakukan juga larangan Allah, ada juga yang katanya beriman dan beragama Islam tetapi membenci peraturan Allah jadi bercampur antara yang haq dan yang batil. Karenanya, Allah tidak menurunkan azab secara penuh tetapi menegur kita dengan bencana,” jelasnya.

Namun semuanya tidak ada yang bersifat mutlak karena bisa jadi ada korban yang saleh yang memang diberikan ujian dari Allah agar bertambah keimannya, bisa juga memang ada korban yang diberikan azab atas kejahatannya, dan yang paling mendekati kebenaran di sini yaitu Allah menegur hamba-Nya yang salah dengan musibah agar kembali ke jalan yang benar.

“Sangat tidak etis jika kita mengatakan bencana ini karena gejala alam semata tidak ada hubungannya dengan agama dan campur tangan Allah. Bencana itu semua Allah yang atur‎ lewat gempa, banjir dan lainnya,” ungkap Tgk. Yusri Puteh. (L/R01/R02)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Baca Juga: Syubban Camp, Perkuat Jiwa Kepemimpinan untuk Pembebasan Baitul Maqdis

Rekomendasi untuk Anda

Indonesia
Kolom
Indonesia
Internasional
MINA Preneur
MINA Millenia