Oleh : Usman Effendi (Wartawan Halal LPPOM MUI)
Pada kesempatan yang baik ini banyak pelajaran berharga dari seekor hewan kecil yang bernama nyamuk coba mencermati makna firman Allah yang berbunyi:
إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَسۡتَحۡىِۦۤ أَن يَضۡرِبَ مَثَلاً۬ مَّا بَعُوضَةً۬ فَمَا فَوۡقَهَاۚ فَأَمَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ فَيَعۡلَمُونَ أَنَّهُ ٱلۡحَقُّ مِن رَّبِّهِمۡۖ وَأَمَّا ٱلَّذِينَ ڪَفَرُواْ فَيَقُولُونَ مَاذَآ أَرَادَ ٱللَّهُ بِهَـٰذَا مَثَلاً۬ۘ يُضِلُّ بِهِۦ ڪَثِيرً۬ا وَيَهۡدِى بِهِۦ كَثِيرً۬اۚ وَمَا يُضِلُّ بِهِۦۤ إِلَّا ٱلۡفَـٰسِقِينَ
Artinya: “Sesungguhnya Allah tiada segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari itu. Adapun orang-orang yang beriman, maka mereka yakin bahwa perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka, tetapi mereka yang kafir mengatakan: “Apakah maksud Allah menjadikan ini untuk perumpamaan?” Dengan perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan Allah, dan dengan perumpamaan itu banyak orang yang diberi-Nya petunjuk. Dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang yang fasik,” (Qs. Al-Baqarah: 26).
Baca Juga: Pengungsi Sudan Menemukan Kekayaan Di Tanah Emas Mesir
Betapa kecilnya ukuran tubuh seekor nyamuk. Ia berseliweran terbang di sekitar manusia, dengan suaranya yang berdenging khas dan gigitan sungutnya yang membuat kulit menjadi pedih serta gatal. Menurut para ahli, di sungut nyamuk yang berukuran jauh lebih kecil dari sehelai rambut manusia, ternyata terdapat banyak kuman penyakit yang hidup dan berkembang-biak disana.
Subhanallah, tubuh seekor nyamuk yang berukuran kecil ini. Apabila tersungut hampir-hampir tidak terlihat dengan mata manusia, dan terlebih lagi ukuran kuman penyakit yang hidup berkembang-biak di sungut nyamuk itu! Tentu jauh lebih kecil lagi untuk ukuran mikron, seperseribuan milimeter hanya dapat dilihat dengan mikroskop elektron!
Ketika seekor nyamuk menusukkan sungutnya ke tubuh seseorang untuk menghisap darah menimbulkan kuman penyakit yang terdapat di sungutnya itu pun dapat berpindah, masuk ke dalam tubuh dan aliran darah orang yang dihisap darahnya oleh si nyamuk.
Banyak kasus menunjukkan betapa kemudian si orang itu lalu menjadi sakit bila dibiarkan tanpa pengobatan-perawatan yang baik, niscaya dapat berakibat fatal. Penyakit bertambah parah bahkan nyawa pun melayang, tanpa dapat dicegah sama sekali.
Baca Juga: Terowongan Silaturahim Istiqlal, Simbol Harmoni Indonesia
Memang, ternyata banyak penyakit berbahaya yang ditularkan oleh nyamuk dan menimbulkan kerugian material yang tiada terkira sampai juga banyak korban yang terkena akibat penyakit ini seperti: malaria, demam berdarah deungeu (DBD), kaki gajah dan filariasis.
Pelajaran Sangat Berharga dari Dampak Dunia-Akhirat
Contoh kasus tentang nyamuk dijelaskan secara gamblang dalam ayat Al-Quran yang maknanya telah dikutip di atas, sepatutnya dapat mengambil hikmah dan pelajaran dengan membuat analogi tersebut betapa berbahayanya makanan yang tidak halal, kalau masuk ke dalam tubuh, sekecil apa pun ukurannya! Kuman penyakit dari nyamuk yang berukuran mikron saja dapat menimbulkan bahaya yang demikian rupa. Apalagi makanan yang tidak halal, dan pangan haram yang berukuran suapan tangan, masuk ke dalam tubuh manusia
Tentu jauh lebih berbahaya jika makanan yang haram masuk ke dalam tubuh tersebut bukan hanya satu-dua suap, tapi satu piring, atau bahkan berpiring-piring banyaknya. Dan berhari-hari mengkonsumsinya terus-menerus.
Baca Juga: Bukit Grappela Puncak Eksotis di Selatan Aceh
Apalagi kalau makanan haram itu juga dikonsumsi bukan hanya oleh diri sendiri, melainkan juga oleh anak-keluarga. Sehingga darah daging, anak dan keluarga semua pun tumbuh, berkembang dan berisi dengan zat yang berasal dari sumber yang haram. Na’udzubillahi mindzalik!
Padahal Allah telah memerintahkan kita untuk mengkonsumsi makanan yang halal, dan dengan demikian berarti harus menghindari makanan yang haram demikian ayat Al-Qur’an berbunyi:
يَـٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ كُلُواْ مِمَّا فِى ٱلۡأَرۡضِ حَلَـٰلاً۬ طَيِّبً۬ا وَلَا تَتَّبِعُواْ خُطُوَٲتِ ٱلشَّيۡطَـٰنِۚ إِنَّهُ ۥ لَكُمۡ عَدُوٌّ۬ مُّبِينٌ
“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (Qs. Al-Baqarah: 168).
Baca Juga: Masjid Harun Keuchik Leumik: Permata Spiritual di Banda Aceh
Dampak mengkonsumsi pangan yang tidak halal itu, bukan hanya menimbulkan penyakit secara fisik-material, melainkan juga mental-spiritual. Dan lebih lanjut lagi, bahayanya bukan hanya dirasakan di dunia melainkan juga sampai di akhirat selamanya nanti! Na’udzubillahi mindzalik.
إِنَّ ٱللَّهَ يُدۡخِلُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّـٰلِحَـٰتِ جَنَّـٰتٍ۬ تَجۡرِى مِن تَحۡتِہَا ٱلۡأَنۡہَـٰرُۖ وَٱلَّذِينَ كَفَرُواْ يَتَمَتَّعُونَ وَيَأۡكُلُونَ كَمَا تَأۡكُلُ ٱلۡأَنۡعَـٰمُ وَٱلنَّارُ مَثۡوً۬ى لَّهُمۡ
“Dan orang-orang yang kafir itu bersenang-senang (di dunia) dan mereka makan seperti binatang-binatang. Dan neraka adalah tempat tinggal mereka.” (Qs. Muhammad: 12).
Perhatikanlah makna ayat tersebut, betapa orang-orang kafir mengkonsumsi makanan yang tidak halal karena mereka tidak mempedulikan aspek kehalalan makanan yang dikonsumsinya. Sehingga karena mengkonsumsi makanan yang tidak halal, maka dampaknya mendapat siksa di neraka.
Baca Juga: Temukan Keindahan Tersembunyi di Nagan Raya: Sungai Alue Gantung
Dalam riwayat dijelaskan, orang yang mengkonsumsi makanan yang tidak halal mengkonsumsi makanan yang haram, maka amal ibadahnya tidak diterima oleh Allah, doanya tidak pula diperkenankan, hidupnya pun tidak akan pernah tenang.
Selalu diliputi oleh keresahan dan kecemasan yang tiada tentu. Bahkan ia akan disiksa di neraka,. Sungguh kerugian yang tiada tara: “Siapapun yang tubuhnya tumbuh dari (makanan) yang haram, maka api neraka lebih layak membakarnya.” (H.R. Ath-Thabrani).
“Nabi Muhammad sallallahu alaihi wasallam menceritakan seorang laki-laki yang melakukan perjalanan panjang, rambutnya acak-acakan, dan badannya lusuh penuh debu. Sambil menengadahkan tangan ke langit ia berdoa, “Wahai Tuhanku, wahai Tuhanku.” Sedangkan makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan ia selalu bergelut dan dikenyangkan dengan yang haram. (Maka Nabi saw pun menegaskan), lantas bagaimana mungkin ia akan dikabulkan doanya.” (HR. Imam Muslim). Hadis Arba’in An-Nawawi No. 10
Selanjutnya, sebagai satu contoh: kita semua paham belaka, betapa Allah mengharamkan kita mengkonsumsi babi dengan segala ikutannya dan turunannya, secara totalitas, dalam beberapa ayat Al-Quran. Diantaranya adalah dalam ayat yang artinya.
Baca Juga: Kisah Perjuangan Relawan Muhammad Abu Murad di Jenin di Tengah Kepungan Pasukan Israel
حُرِّمَتۡ عَلَيۡكُمُ ٱلۡمَيۡتَةُ وَٱلدَّمُ وَلَحۡمُ ٱلۡخِنزِيرِ وَمَآ أُهِلَّ لِغَيۡرِ ٱللَّهِ بِهِۦ وَٱلۡمُنۡخَنِقَةُ وَٱلۡمَوۡقُوذَةُ وَٱلۡمُتَرَدِّيَةُ وَٱلنَّطِيحَةُ وَمَآ أَكَلَ ٱلسَّبُعُ إِلَّا مَا ذَكَّيۡتُمۡ وَمَا ذُبِحَ عَلَى ٱلنُّصُبِ وَأَن تَسۡتَقۡسِمُواْ بِٱلۡأَزۡلَـٰمِۚ ذَٲلِكُمۡ فِسۡقٌۗ ٱلۡيَوۡمَ يَٮِٕسَ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ مِن دِينِكُمۡ فَلَا تَخۡشَوۡهُمۡ وَٱخۡشَوۡنِۚ ٱلۡيَوۡمَ أَكۡمَلۡتُ لَكُمۡ دِينَكُمۡ وَأَتۡمَمۡتُ عَلَيۡكُمۡ نِعۡمَتِى وَرَضِيتُ لَكُمُ ٱلۡإِسۡلَـٰمَ دِينً۬اۚ فَمَنِ ٱضۡطُرَّ فِى مَخۡمَصَةٍ غَيۡرَ مُتَجَانِفٍ۬ لِّإِثۡمٍ۬ۙ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٌ۬ رَّحِيمٌ۬
“Diharamkan bagimu bangkai, darah , daging babi, yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya” (Qs. Al Maidah: 3).
Hikmah
Diantara hikmah diharamkannya daging babi terutama tentang keberadaan cacing pita, sering kali disanggah oleh para ahli kesehatan modern. bahwa cacing tersebut, mudah dihilangkan, bahkan dengan teknik masak yang paling sederhana sekalipun.
Baca Juga: Pejuang Palestina Punya Cara Tersendiri Atasi Kamera Pengintai Israel
Pandangan ini sungguh menyesatkan. Karena babi itu sendiri menjijikkan bagi orang yang bersih jiwanya Allah mengharamkannya sejak masa silam agar manusia mengetahui bahayanya manusia masa kini baru mengenal sedikit bahayanya itu, yakni tentang cacing pita.
Padahal jauh sebelum itu, Allah telah mengharamkannya. Mungkin sekarang orang mengganggap bahwa peralatan masak modern telah mengalami kemajuan, sehingga ada asumsi kalau daging babi tidak lagi membahayakan dan bukan merupakan sumber ancaman bagi manusia.
Ada pula anggapan, dengan teknologi pengolahan makanan dan teknik pemanasan yang canggih, bahaya iu sudah bisa dihilangkan.
Mereka agaknya lupa bahwa untuk mengatasi satu bahaya cacing pita saja telah memakan waktu berabad-abad. Sekali lagi, itu baru untuk mengungkap satu jenis ancaman penyakit saja. Lantas, siapa yang dapat menjamin bahwa selain dari penyakit akibat cacing pita itu, tidak ada lagi bahaya yang terkandung di dalam (daging) babi yang diharamkan agama?
Baca Juga: Catatan Perjalanan Dakwah ke Malaysia-Thailand, Ada Nuansa Keakraban Budaya Nusantara
Berikutnya, muncul pula kasus Japanese Enchephalitis (JE) di Malaysia. Nyaris semua mata kembali terbelalak. Satu lagi bencana mengancam manusia, timbul dan bersumber dari babi yang diharamkan itu. Jelas, Allah masih sayang kepada hambanya, sehingga sekali lagi diingatkan agar menjauhi hewan yang diharamkan itu. Sudah demikian banyak sekali bukti yang menunjukkan keburukan babi. Namun masih banyak pula manusia yang tetap nekad mengkonsumsinya.
Menurut penelitian para ahli, dapat diketahui bahwa daging babi mengandung cacing pita (taenia solium), dan relatif hampir semua orang sudah mengetahui hal ini. Tidak hanya itu bahaya yang mengancam orang yang mengkonsumsi babi.
Karena ternyata, lemak babi juga mengandung kolesterol paling tinggi dibandingkan dengan lemak hewan lainnya. Darahnya mengandung asam urat paling tinggi pula. Asam urat merupakan bahan yang jika terdapat dalam darah, niscaya dapat menimbulkan berbagai penyakit pada manusia. Sudah menjadi pengetahuan umum pula bahwa sedikitnya ada 70 jenis penyakit yang lazim diidap hewan babi, dan beberapa diantaranya dapat ditularkan ke manusia yang memakan daging (bagian tubuh)-nya.
Selain itu, para ilmuwan yang berpandangan objektif di Barat juga banyak yang menyatakan bahwa mengkonsumsi babi dapat mempengaruhi watak yang rusak, melebihi ambang batas kewajaran sebagai manusia normal.
Baca Juga: Pengabdian Tanpa Batas: Guru Honorer di Ende Bertahan dengan Gaji Rp250 Ribu
Dalam sebuah kisah disebutkan, konon suatu ketika Syeikh Muhammad Abduh, seorang Tokoh Ulama terkemuka berkunjung ke Perancis. Beberapa mahasiswa menanyakan padanya tentang alasan ajaran Islam mengharamkan babi. “Umat Islam mengatakan babi itu haram karena memakan sampah yang mengandung cacing pita, mikroba, dan bakteri-bakteri berbahaya lainnya.
Sekarang, semua itu sudah hampir tidak ada lagi, karena ternak babi dipelihara di peternakan moden. Kebersihannya terjamin, bahkan dengan proses sterilisasi yang memadai. Lantas, bagaimana mungkin babi-babi itu terjangkit dengan cacing pita atau bakteri dan mikroba berbahaya?”
Muhammad Abduh tidak langsung menjawab pertanyaan itu. Tapi dengan cerdik ia meminta dibawakan dua ekor ayam jantan dan satu ekor ayam betina, serta dua ekor babi jantan dan satu ekor babi betina. Mereka pun bertanya, “Untuk apa semua itu?”
“Penuhi apa yang saya minta, maka akan kalian akan melihat satu rahasia,” jawab Syeikh
Baca Juga: RSIA Indonesia di Gaza, Mimpi Maemuna Center yang Perlahan Terwujud
Maka, mereka memenuhi permintaan Syeikh Muhammad Abduh. Pemikir Islam ini segera mengurung kedua ekor ayam jantan bersama seekor ayam betina dalam satu kandang. Apa yang terjadi? Dua ekor ayam jantan itu berkelahi dan saling menyherang untuk mendapatkan ayam betina.
Setelah itu Muhammad Abduh melepas dua ekor babi jantan dengan seekor babi betina. Kali ini, mereka menyaksikan sebuah “keanehan”. Tidak ada sedikit pun perkelahian untuk memperebutkan babi betina. Tanpa rasa cemburu dan harga diri, babi jantan yang satu justeru membantu babi jantan lainnya melaksanakan hajat seksualnya. Mengapa hal ini terjadi?”
Bahaya Konsumsi Daging Babi
Itu semua terjadi, karena (daging) babi membunuh ‘ghirah’ orang yang memakannya. Itulah yang sering terjadi pada orang-orang yang mengkonsumsi babi, dan/atau makanan haram lainnya. Banyak terjadi dalam keluarga yang biasa mengkonsumsi babi, dan/atau makanan haram lainnya. Seorang lelaki membiarkan isterinya bersama lelaki lain, tanpa rasa cemburu. Atau bahkan si suami itu sendiri yang terlibat dalam perselingkuhan. Seorang bapak melihat anak perempuannya bersama lelaki asing, tetapi justru membiarkannya tanpa rasa cemburu dan was-was. Sesungguh, daging babi itu menularkan sifat-sifat buruk pada orang yang memakannya.
Muhammad Abduh kemudian memberikan contoh-contoh baik dalam syariat Islam. Misalnya, Islam mengharamkan beberapa jenis ternak dan unggas yang berkeliaran serta memakan kotoran, disebut sebagai Hewan Jallalah.
Siapapun yang ingin menyembelihnya harus mengurungnya selama beberapa hari, sebagai bentuk karantina, serta memberinya makanan yang sesuai. Mengapa? Agar perut hewan tersebut dapat terbebas/bersih dari kotoran-kotoran yang telah dimakannya, yang mengandungi bakteri dan mikroba berbahaya, yang bisa menular pada manusia. Itulah hukum Allah. Itulah perlindungan dan kasih sayang Al-Khaliq kepada manusia; Ar-Rahmaan Ar-Rahiim.
Patut kita pahami bahwa contoh kasus yang disajikan di atas baru merupakan dampak atau bahaya yang bersifat fisik-material. Adapun dampak dari sisi mental-spiritual yang ditimbulkan dari makanan yang tidak halal, atau dari makanan yang diharamkan, jelas jauh lebih berbahaya lagi! Dan bahaya itu tentu tidak dapat diukur dengan kadar materi.
Apalagi bila mengingat ancaman dari Allah bagi orang yang melanggar kaidah syariah, dampaknya mencakup kerugian dunia hingga akhir masa, dan adzab akhirat yang kekal abadi selamanya. Na’udzubillahi min dzalik.
Maka renungkan bersama, apakah selayaknya kaidah syariah yang diturunkan Allah lebih dari 1400 tahun lalu, jauh mendahului kemajuan ilmu pengetahuan manusia yang sangat terbatas masa kini terima sepenuhnya, serta diamalkan penuh kesungguhan, sepanjang hayat dikandung badan.
Menerima serta mengamalkan semua itu justru untuk kepentingan kemaslahatan hidup di dunia wal akhiroh! serahkan pula semua keputusan kepada syariah dari Allah karena menghalalkan apa yang diperbolehkan, dan menghindari apa yang dilarang. (T/P002/R02)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)