Perubahan iklim yang mengacu pada perubahan jangka panjang suhu dan pola cuaca ini memiliki efek cukup luas bagi kehidupan. Dampak langsung perubahan iklim meliputi pemanasan suhu, perubahan curah hujan, peningkatan frekuensi atau intensitas sejumlah kejadian cuaca ekstrem, dan kenaikan permukaan air laut.
Dampak-dampak ini mempengaruhi makanan yang kita makan, air yang kita minum, udara yang kita hirup, cuaca yang kita alami dan yang paling dirasasakan manusia adalah dampak perubahan iklim pada kesehatan.
Perubahan iklim baik secara langsung maupun tidak langsung meningkatkan penyakit dan kematian akibat panas, mengubah pola penularan penyakit menular, menjadikan wabah penyakit mematikan dan pandemi lebih mungkin terjadi, memburuknya kesehatan ibu dan anak, meningkatnya dampak kesehatan akibat peristiwa cuaca ekstrem seperti banjir, kekeringan, kebakaran hutan, dan angin topan.
Perubahan iklim juga memberikan tekanan signifikan pada sistem kesehatan, sekaligus meningkatkan permintaan terhadap layanan kesehatan dan dapat mengganggu kemampuan sistem untuk meresponnya.
Baca Juga: Ruqyah, Kunci Kesehatan Jiwa dan Kedamaian Hati
Hasilnya, menurut data baru Bank Dunia, iklim yang lebih hangat dapat menyebabkan setidaknya 21 juta kematian tambahan pada tahun 2050 yang disebabkan hanya oleh lima risiko kesehatan: panas ekstrem, stunting, diare, malaria dan demam berdarah.
United States Environmental Protection Agency mengungkap, tingkat keparahan risiko kesehatan ini akan bergantung pada kemampuan sistem kesehatan dan keselamatan masyarakat dalam mengatasi atau mempersiapkan diri menghadapi perubahan ancaman ini, serta faktor-faktor seperti perilaku individu, usia, jenis kelamin, dan status ekonomi.
Dampak yang ditimbulkan juga akan bervariasi berdasarkan tempat tinggal seseorang, seberapa sensitif mereka terhadap ancaman kesehatan, seberapa besar mereka terpapar dampak perubahan iklim, dan seberapa baik mereka dan komunitasnya mampu beradaptasi terhadap perubahan.
Keterlambatan lebih lanjut mengatasi perubahan iklim akan meningkatkan risiko kesehatan, melemahkan perbaikan kesehatan global selama beberapa dekade.
Baca Juga: Bahaya Bullying, Tinjauan Ilmiah dan Perspektif Islam
Menurut PBB, pergeseran iklim sebenarnya terjadi secara alami, seperti melalui variasi siklus matahari. Namun sejak tahun 1800-an, aktivitas manusia telah menjadi penyebab utama perubahan iklim, terutama akibat pembakaran bahan bakar fosil seperti batu bara, minyak dan gas.
Pembakaran bahan bakar fosil menghasilkan emisi gas rumah kaca yang bekerja seperti selimut yang melilit Bumi, menghasilkan panas matahari dan menaikkan suhu.
Untuk itu, setiap individu memiliki tanggung jawab untuk mencegah terjadinya dampak lebih lanjut dari perubahan iklim.
Ketika krisis iklim global meningkat, dampak buruknya terhadap kesehatan dan kesejahteraan manusia juga akan semakin cepat. Tidak ada seorang pun di seluruh dunia yang berada di luar jangkauan dampak ini, terutama perempuan, anak-anak, orang lanjut usia, etnis minoritas, orang-orang dengan kondisi kesehatan yang sudah ada sebelumnya dan mereka yang hidup dalam kemiskinan, menjadi kelompok yang paling rentan.
Baca Juga: Manfaat Susu bagi Kesehatan
Rt Hon Helen Clark, Ketua Dewan Partnership for Maternal, Newborn and Child Health (PMNCH) saat pertemuan COP28 di Dubai tahun lalu mengatakan, setiap pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah hingga sektor swasta dan masyarakat sipil, termasuk para profesional layanan kesehatan, memegang peran penting memperjuangkan kebijakan dan tindakan untuk melindungi kelompok paling rentan dalam respons iklim, bukan hanya sekedar keharusan moral namun juga strategi efektif yang memberikan manfaat jangka panjang bagi masyarakat yang berketahanan dan sehat. []
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Indonesia Lakukan Operasi Jantung Robotik untuk Pertama Kalinya