SAAT Masjid Al-Aqsa terus terjajah dan umat kian lalai, kita harus bertanya: masih adakah getar iman dalam dada kita? Dari PUSDAI Bandung, Tabligh Akbar ini mengajak kita bangkit—menyatukan hati, menguatkan tekad, dan menyambung kembali semangat perjuangan demi membela kiblat pertama umat Islam.
Allah Ta’ala berfirman dalam Qur’an surat Al-Anfal ayat 45-46, “Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu bertemu pasukan musuh, maka teguhkanlah hatimu dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung. Dan taatilah Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berselisih, yang menyebabkan kamu menjadi lemah dan hilang kekuatanmu; dan bersabarlah. Sungguh, Allah beserta orang-orang yang sabar.” (Qs. Al-Anfal: 45–46)
Ayat ini turun di tengah suasana medan perang. Sebuah arahan langsung dari langit kepada barisan pejuang Islam agar tidak hanya kuat secara fisik, tetapi juga teguh dalam spiritual, utuh dalam ukhuwah, dan disiplin dalam ketaatan. Bukan hanya untuk Badar, bukan hanya untuk masa Nabi, tetapi relevan sepanjang zaman—termasuk dalam perjuangan membebaskan Al-Aqsha dari cengkeraman penjajahan.
Dan itulah ruh dari Tabligh Akbar yang akan digelar oleh Aqsha Working Group (AWG) di Pusat Dakwah Islam (PUSDAI) Jawa Barat pada Ahad, 22 Juni 2025. Sebuah panggilan iman dari jantung Kota Bandung untuk membangkitkan kembali semangat perjuangan demi Masjid Al-Aqsa, kiblat pertama dan tempat Isra Mi’raj Rasulullah SAW.
Baca Juga: 20 Tahun BDS, Konsisten Serukan Aksi Global Akhiri Apartheid Israel
Meneguhkan Hati dan Dzikir yang Tak Putus
Dalam ayat ke-45, Allah memerintahkan kita untuk meneguhkan hati (tsabāt) dan memperbanyak dzikir kepada Allah. Dua kekuatan ini yang menjadi fondasi utama kemenangan umat Islam, jauh melampaui keunggulan jumlah atau persenjataan.
Bayangkan ketika pasukan Salahuddin Al-Ayyubi, hanya dengan kekuatan iman dan kecintaan kepada Al-Aqsa, mampu menggulung pasukan salib dalam Perang Hittin tahun 1187. Mereka bukan hanya bersenjata pedang, tetapi juga bersenjata sabar, shalat malam, dan air mata taubat. Di setiap detak jantung perjuangan itu, mereka menghidupkan dzikir dan berharap hanya kepada Allah.
Demikian pula Umar bin Khattab, yang dengan kewibawaannya sebagai Khalifah kedua, masuk ke Baitul Maqdis bukan dengan penaklukan berdarah, tetapi dengan kekuatan adab, keadilan, dan semangat ukhuwah. Ia datang sebagai pembebas, bukan penjajah.
Baca Juga: Cara Ampuh Melindungi Akun Media Sosial dari Peretasan
Acara Tabligh Akbar di PUSDAI ingin menghidupkan kembali semangat itu—agar umat Islam hari ini tak hanya terpaku pada isu duniawi, tetapi bangkit memikul tanggung jawab sebagai penjaga dan pembela Al-Aqsa. Dzikir, tadabbur, dan seruan jihad dalam makna spiritual dan sosial harus kembali hidup dalam diri setiap Muslim.
Taat dan Tidak Bercerai-berai
Ayat ke-46 memperingatkan agar umat Islam tidak berselisih, karena perpecahan melemahkan dan menghilangkan kekuatan. Ini adalah pelajaran besar dari sejarah—bahwa ketika umat Islam bersatu, mereka menang; ketika berpecah, mereka hancur.
Salahuddin Al-Ayyubi tidak langsung mengangkat pedang ke Yerusalem. Ia terlebih dahulu menyatukan umat, menyatukan Mesir dan Suriah, memberantas kelompok-kelompok yang lebih sibuk berkonflik internal daripada melawan penjajah. Ia menegakkan kembali semangat jihad dan pendidikan, membangun kekuatan ruhiyah dan struktural sebelum bergerak ke medan laga.
Baca Juga: “Nasi Box” dan Diplomasi Sepak Bola: Saat Indonesia Memikat Dunia Lewat Piala Presiden 2025
Di zaman kita, tantangan yang sama muncul. Kita sering terpecah dalam isu-isu furu’iyah, dalam fanatisme golongan, bahkan dalam urusan yang remeh-temeh. Padahal, musuh bersama kita—yakni penjajahan atas Palestina dan Masjid Al-Aqsa—masih nyata dan terus mencengkeram.
AWG hadir sebagai jembatan penyatu, mengajak umat dari berbagai kalangan untuk fokus pada satu titik perjuangan: membela Al-Aqsa, membela kemanusiaan, dan membela kehormatan umat. Tabligh Akbar di PUSDAI menjadi panggilan persatuan yang harus dijawab oleh hati-hati yang beriman dan peka terhadap penderitaan saudaranya di tanah suci itu.
Sabar Adalah Senjata Paling Tajam
Allah menutup ayat tersebut dengan perintah bersabar dan janji bahwa Dia bersama orang-orang yang sabar. Sabar dalam konteks ini bukanlah pasif, melainkan tahan uji, istiqamah, dan tidak goyah oleh provokasi atau ujian.
Baca Juga: Boikot Zionis Senjata Paling Mematikan
Para pejuang Al-Aqsa dari masa ke masa adalah orang-orang yang sabarnya melebihi kelaparan dan luka. Mereka sabar menghadapi propaganda, sabar menghadapi fitnah, dan sabar dalam merawat harapan meski realitas tampak gelap.
Begitu pula kita hari ini. Mungkin kita bukan yang berdiri di garis depan Palestina, tetapi kita bisa menjadi bagian dari perjuangan itu dengan kesabaran dalam doa, kesabaran dalam kontribusi materi, dan kesabaran dalam mendidik umat agar sadar.
Tabligh Akbar bukan sekadar acara seremonial. Ia adalah pernyataan kesabaran kita dalam menyuarakan isu yang sering dibungkam media, dalam menjaga bara perjuangan yang coba dipadamkan zaman. Ia adalah ruang edukasi dan konsolidasi spiritual, tempat umat duduk bersama, mendengar seruan tauhid, dan menyusun langkah konkret dalam membela Masjid Suci.
Spirit dari Bandung ke Baitul Maqdis
Baca Juga: Merajut Jalan Indonesia Menuju Pusat Ekonomi Syariah Dunia
Mengapa harus di Bandung? Karena sejarah telah mencatat bahwa kota ini pernah menjadi pusat perlawanan terhadap penjajahan melalui Konferensi Asia Afrika. Maka, pantaslah bila hari ini Bandung juga menjadi pusat kesadaran terhadap penjajahan yang masih terjadi di Palestina.
Dari Kota Kembang, kita membangkitkan kembali semangat pembebasan. Dari jantung Jawa Barat, kita menyerukan bahwa Al-Aqsha adalah bagian dari hati kita yang tak bisa dilukai tanpa kita merasa perih.
AWG (Aqsa Working Group) sebagai penyelenggara Tabligh Akbar bukanlah organisasi politik atau sekadar penggerak isu. Ia adalah motor pengingat, bahwa umat ini memiliki amanah besar yang belum ditunaikan: membebaskan Al-Aqsha, dengan ilmu, dengan doa, dengan solidaritas, dan dengan aksi nyata.
Surat Al-Anfal ayat 45–46 mengajarkan bahwa kekuatan umat Islam terletak pada kebersamaan dan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Itulah modal utama dalam setiap perjuangan. Kemenangan bukan ditentukan oleh seberapa banyak kita memiliki uang atau pasukan, tapi seberapa taat kita kepada prinsip-prinsip Allah.
Baca Juga: Zionisme Adalah Terorisme: Dunia Buta, Palestina Menderita
Tabligh Akbar adalah momentum merapatkan barisan. Di tengah dunia yang makin materialistik, acara ini mengajak umat Islam kembali ke fitrah perjuangan: menjadi umat yang kuat akidahnya, peduli terhadap umat lain, dan siap mengorbankan kenyamanan pribadi demi kemuliaan Islam.
Kemenangan Milik Mereka yang Bertahan
Kemenangan bukanlah milik mereka yang paling kuat, tapi milik mereka yang paling bertahan. Dalam perjalanan membela Al-Aqsa, kita mungkin jatuh, kalah opini, atau diremehkan. Tapi selama kita terus bersabar, berdzikir, bersatu, dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya—maka janji kemenangan Allah adalah nyata.
Maka, kepada siapa pun yang hadir atau tidak hadir dalam Tabligh Akbar 22 Juni 2025 di PUSDAI, ingatlah bahwa kita adalah satu umat, satu barisan, satu tujuan: Membebaskan Al-Aqsa, dengan iman dan amal. Karena dari Bandung, harapan itu bisa menjalar ke seluruh dunia.
Baca Juga: Mindset Tauhid, Dasar Kesuksesan Menurut Al-Qur’an
Dari PUSDAI Menuju Baitul Maqdis, dari lisan-lisan yang berdzikir menuju langkah kaki yang berjuang. Mari kita kuatkan hati, rapatkan barisan, dan bersiap menjadi bagian dari sejarah besar: sejarah kemenangan Islam dan pembebasan Al-Aqsa. Allahu Akbar![]
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Mencintai Al-Aqsa: Identitas Muslim Sejati