Dari Jakarta Hingga Afrika Utara Tolak Keputusan Trump

Aksi warga muslimin di depan Kedutaan Besar Amerika Serikat di , Jumat, 8 Desember 2017. (Foto: MINA)

Gelombang kemarahan terhadap keputusan Amerika Serikat (AS) yang mengakui () sebagai ibu kota Israel telah menyebar dari Asia, melalui Timur Tengah, hingga ke Afrika Utara.

Dari ratusan hingga puluhan ribu orang turun memenuhi jalan dan alun-alun di ibu kota-ibu kota negara dunia untuk mengecam langkah kontroversial Presiden AS .

Demonstrasi tergelar sejak Kamis, 7 Desember 2017. Mereka melambaikan bendera dan meneriakkan slogan-slogan untuk mengekspresikan solidaritas mereka terhadap rakyat dan bangsa Palestina.

Bagi Palestina, Al-Quds adalah ibu kota negara masa depan dan Israel yang mendudukinya tidak memiliki hak sedikit pun terhadap kota paling tua di tanah Arab itu.

Pengumuman Presiden Trump pada hari Rabu, 6 Desember 2017, menarik kecaman universal hampir dari semua pemimpin dunia. Konflik Palestina-Israel yang mereka khawatirkan kian memburuk, telah terjadi setelah pengumuman itu.

Menurut Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza, hingga Sabtu, 9 Desember 2017, konflik bentrokan di seluruh wilayah Palestina yang diduduki dan Jalur Gaza yang diblokade, korban tewas sudah empat orang dan korban luka lebih 1.100 orang.

Di Jakarta, ribuan warga Indonesia berkumpul damai di luar Kedutaan Besar AS untuk melampiaskan protes mereka. Para demonstran membawa bendera dan spanduk Palestina bertuliskan “Berdoa untuk Palestina” dan “Selamatkan Al-Quds”.

“Kami tidak puas dengan pernyataan resmi saja,” kata Nurjannah Nurwani, salah satu pimpinan aksi di luar Kedutaan AS. “Kami butuh tindak lanjut, lobi internasional yang bisa menekan mereka untuk menarik keputusan mereka.”

Ketua Aqsa Working Group (AWG) Agus Sudarmadji mengatakan, keputusan Trump terkait Al-Quds dan rencananya memindahkan kedutaanya ke kota tersebut menyalahi hukum internasional.

“Kami mengimbau agar seluruh warga dunia menolaknya dan sama-sama melindungi Yerusalem dari kekuatan imperialisme menguasai tanah suci secara ilegal,” katanya.

Presiden Indonesia Joko Widodo telah mengutuk keputusan Trump. Pada hari Kamis, 7 Desember, dia memerintahkan menteri luar negerinya memanggil Duta Besar AS di Jakarta terkait keputusan sepihak Trump tentang Al-Quds.

Di Beirut, Lebanon, demonstrasi di dekat Kedutaan Amerika Serikat pada Ahad, 10 Desember, berujung bentrok dengan pasukan keamanan.

Demonstran menyalakan api di jalan, membakar bendera AS dan Israel serta melemparkan batu ke petugas polisi, yang dibalas dengan gas air mata dan meriam air.

Menteri Luar Negeri Arab dalam sebuah resolusi mendesak Trump untuk membatalkan keputusan tersebut dan meminta agar Dewan Keamanan PBB mengutuk perubahan kebijakan AS tersebut.

Di Istanbul, Turki, ribuan demonstran juga turun ke jalan, mengubah Lapangan Yenikapi di kota itu menjadi lautan bendera Turki dan Palestina.

“Saya merasa harus membela Palestina karena saya tidak tahu cara lain untuk membela mereka,” kata Ananda Sereka, seorang dari demonstran tersebut. “Jadi inilah yang bisa saya lakukan, inilah yang bisa saya lakukan.”

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, salah satu kritikus Trump yang paling vokal, telah menyebut deklarasi tersebut “tidak berlaku lagi” dan berjanji untuk melawannya.

Pada kesempatan yang lain di kemudian hari, Erdogan bahkan menyebut AS adalah “mitra dalam pertumpahan darah” dan kekerasan yang mungkin terjadi di wilayah Timur Tengah.

Di Rabat, ibu kota Maroko, para demonstran berteriak menentang Trump dan membawa spanduk yang mengatakan bahwa Al-Quds milik Palestina.

Demonstrasi tersebut bukan hanya sebuah demonstrasi solidaritas terhadap bangsa Palestina, tetapi juga sebuah kesempatan untuk mengekspresikan kemarahan atas keputusan Trump.

“Para demonstran datang dari semua lapisan masyarakat,” lapor wartawan Al Jazeera di Rabat. “Pejabat pemerintah, anggota oposisi, sekuler dan konservatif, semua mencela apa yang mereka anggap sebagai keputusan yang dapat mengacaukan wilayah ini.”

Menteri Keuangan Maroko Mohamed Boussaid mengatakan bahwa demonstrasi tersebut adalah cara untuk mengungkapkan kemarahan dan ketidakpuasan mereka. Aksi itu menunjukkan bahwa mereka sepenuhnya menolak keputusan yang diambil oleh Presiden AS.

“Kami benar-benar menolak keputusan yang menargetkan tempat yang paling suci bagi kami dan kami mengatakan ‘tidak’. Yerusalem adalah garis merah,” kata pengunjuk rasa bernama Mohamed Alghram.

Di Kashmir yang “diduduki” India, para demonstran mengambil pendekatan yang berbeda.

Warga ibu kota Srinagar yang menampung 1,1 juta orang, menutup toko mereka dan pergi ke jalanan sebagai protes.

Salman Khan, seorang penduduk Srinagar, mengatakan kepada kantor berita ANI bahwa keputusan Trump “benar-benar tidak adil”.

Solidaritas Muslim dengan Palestina juga menyebar ke negara-negara yang dilanda perang seperti Yaman dan Suriah.

Protes lebih lanjut diadakan di Mesir. Para mahasiswa dan profesor berdemonstrasi di Universitas Al-Azhar.

Di Karachi, Pakistan, ratusan demonstran bergerak menuju Konsulat AS di kota tersebut, tapi dicegat oleh polisi anti huru hara.

Di Lagos, ibu kota Nigeria, tidak kurang dari tiga ribu Muslim pada Ahad, 10 Desember, mengadakan demonstrasi yang menolak keputusan Presdien AS. (A/RI-1/RS3)

 

Sumber: Al Jazeera dan sumber lain.

 

Mi’raj News Agency (MINA)

 

Wartawan: Rudi Hendrik

Editor: Bahron Ansori

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.