Dari Ramallah hingga Afsel Gugat Deklarasi Balfour

Foto: Aljazeera

Ramallah, MINA – Warga di berbagai belahan dunia melancarkan aksi protes bertepatan dengan 100 tahun berisi keputusan Inggris yang menjanjikan sebuah negara bagi orang-orang Yahudi. Deklarasi itu juga yang menjadi pembuka jalan bagi pendudukan oleh Israel.

Ribuan orang berkumpul di Ramallah di Tepi Barat, Palestina, Kamis (2/11), untuk melakukan pawai ke pusat kebudayaan Inggris di kota itu, Al Jazeera melaporkan yang dikutip MINA, Jumat.

Sebuah pernyataan yang dikeluarkan kantor Presiden Mahmoud Abbas menuntut permintaan maaf Inggris, mengakui Palestina, dan memberikan kompensasi kepada warga Palestina dari segi politik, moral, dan material.

“Di sini di Ramallah, bagi orang-orang Palestina, deklarasi tersebut dipandang sebagai sebuah momen seratus tahun dimulainya disposisi, pengusiran, dan pendudukan,” ujar wartawan Al Jazeera Harry Fawcett yang melaporkan langsung dari Ramallah.

Puluhan orang lainnya melakukan aksi protes terpisah di luar kantor konsulat Inggris di Jerusalem Timur yang diduduki Israel.

Ratusan ribu tanda tangan dan ratusan surat dari siswa menengah atas Palestina dibawa untuk diserahkan kepada konsulat Inggris di Jerusalem Timur, menurut Sawsan Safadi, seorang pejabat dari Kementerian Pendidikan Palestina.

Surat-surat itu mengekspresikan perasaan dan pandangan siswa seputar dampak yang ditimbulkan oleh Deklarasi Balfour.

Khadiga Kahlaf (17 tahun), seorang pelajar menengah atas dari Jerusalem Timur, adalah salah satu dari pengunjuk rasa yang membawa surat.

“Kami datang ke sini membawa 100.000 tanda tangan siswa dari sekolah-sekolah Palestina untuk memprotes janji Balfour,” tegasnya kepada Al Jazeera.

“Setelah 100 tahun, kami orang-orang Palestina tidak menikmati hak-hak kami. Kami berharap mereka (Inggris) mendengarkan suara kami sebagai anak-anak,” kata dia.

Para pengunjuk rasa meneriakkan slogan seperti ‘Down with the Brits” dan ‘Justice, power, freedom: Our State is Palestinian’.
Selain mengakui kesalah-kesalahannya, Inggris juga harus bertanggung jawab atas dampak kerusakan yang dialami orang Palestina akibat Deklarasi Balfour dan kebijakan-kebijakan yang terjadi,” kata Zakaria Odeh, pemrotes berusia 64 tahun.

Ribuan kilometer dari Ramallah, tepatnya di Kota Pretoria, Afrika Selatan, ratusan orang berkumpul di luar Kedutaan Besar Israel di sana untuk memprotes pendudukan Israel atas wilayah Palestina.

Para pengunjuk rasa, yang mayoritas mengenakan kaus warna merah, membentangkan spanduk dengan slogan menunut diakhirinya ‘pembantaian etnis Palestina. Massa juga menyatakan serangan yang menargetkan Jalur Gaza tidak boleh lagi terjadi.

“Enyahkan Israel apartheid, enyahkan,” teriak massa.

Julius Malema, ketua Partai Pejuang Kebebasan Ekonomi (EFF), menyerukan massa untuk selalu memerhatikan nasib orang-orang Palestina.

Dia juga meminta solusi satu negara tempat orang-orang Yahudi dan Palestina dapat hidup dalam damai.

Malema mengajukan permohonan kepada orang-orang Afrika Selatan agar tidak menjalin hubungan kerja dengan Israel, bahkan meminta orang-orang di negara itu untuk berhenti bepergian ke negara Israel sebagai tindakan solidaritas kepada Palestina.

“Kami meminta semua orang Afrika Selatan untuk berhenti berbisnis dengan Israel, untuk berhenti mengunjungi Israel. Sebaliknya kita harus mendukung orang-orang Palestina yang berdiri bersama kita,” kata Malema dengan sorakan keras.

“Kami menyerukan pembebasan Marwan Barghouti, yang mendekam di penjara Israel, yang nasibnya hamper sama seperti Nelson Mandela yang dipenjara selama bertahun-tahun,” kata Zaakirah Vadi, petugas komunikasi pada Yayasan Ahmed Kathrada, sebuah organisasi antiapartheid, kepada orang massa.

Jalan-jalan di sekitar kedutaan ditutup, dan polisi menutup pintu masuk gedung.

Banyak orang Afrika Selatan memandang pendudukan Israel di wilayah Palestina dan kebijakan yang diterapkan di sana mirip dengan apartheid, sebuah era pemisahan dan diskriminasi rasial yang dilembagakan di negara mereka oleh minoritas kulit putih sampai tahun 1991.

Selain di Afsel, di Ankara, ibu kota Turki, puluhan anggota Asosiasi Pemuda Anatolia, sebuah organisasi konservatif, menandai seratus tahun Deklarasi Balfour dengan slogan dan plakat.

Di Universitas Sakarya di Turki barat laut, Yayasan Bantuan Kemanusiaan memimpin massa pemrotes, termasuk mahasiswa Palestina Zaid Maher, dalam sebuah demonstrasi mengutuk Deklarasi Balfour. (T/R11/P1)

Miraj News Agency (MINA)