Oleh : M. Rendy Setiawan, Reporter Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Kita tentu selalu mengharapkan pertolongan Allah itu segera datang. Namun, kita sering tidak menyadari bagaimana pertolongan Allah agar bisa datang menghampiri kita? Surat An-Nashr, yang artinya pertolongan (Allah) banyak memberikan pelajaran agar kita umat Islam mendapatkan kemenangan.
Kita patut mengkaji surat tersebut, mengingat tujuan Allah Subhanahu Wa Ta’ala menurunkan kitab suci Al-Qur’an adalah supaya kita baca dan kita resapi maknanya. Kemudian kita berusaha mewujudkan isi kandungannya dalam praktik keseharian.
Keutamaan Surat An-Nashr
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
Allah Ta’ala berfirman:
إِذَا جَآءَ نَصۡرُ ٱللَّهِ وَٱلۡفَتۡحُ ١ وَرَأَيۡتَ ٱلنَّاسَ يَدۡخُلُونَ فِي دِينِ ٱللَّهِ أَفۡوَاجٗا ٢ فَسَبِّحۡ بِحَمۡدِ رَبِّكَ وَٱسۡتَغۡفِرۡهُۚ إِنَّهُۥ كَانَ تَوَّابَۢا ٣
Artinya : “Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, Dan kamu melihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong. Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat”. (Q.S. An-Nashr [110] : 1-3).
Dalam surat yang mulia ini terdapat berita gembira, perintah atas Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam ketika telah berhasil menggapainya serta isyarat peringatan atas kejadian yang akan mengikuti keberhasilan itu.
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
Berita gembira tersebut adalah pertolongan Allah terhadap Rasul-Nya hingga berhasil membebaskan Makkah dari kekafiran, dan masuknya manusia ke dalam agama Allah Subhanahu Wa Ta’ala secara berbondong-bondong. Banyak dari mereka (yang akan masuk Islam) kelak akan menjadi keluarga dan penolong beliau setelah dulunya merupakan musuh.
Adapun Allah memerintahkan Rasul-Nya agar bersyukur kepada-Nya, bertasbih dengan memuji-Nya dan memohon ampunan-Nya.
Menurut Ath-Thabari, yang dimaksud dengan pertolongan dalam ayat ini ialah pertolongan Allah Subhanahu Wa Ta’ala akan kemenangan Nabi-Nya atas orang-orang Quraisy.
Setelah peristiwa pembebasan kota Makkah, Allah Ta’ala menjelaskan pada ayat berikutnya bahwa sejatinya kehidupan Arab mulai membuka lembaran baru secara jelas. Yakni ketika mereka berbondong-bondong masuk Islam pasca peristiwa tersebut, sebagaimana yang Rasulullah dan para sahabatnya lihat.
Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati
Dan hal ini, tidak butuh waktu lama, cukup hanya dua tahun, hingga akhirnya jazirah Arab penuh dengan keimanan, dan tidak menyisakan pada kabilah-kabilah Arab melainkan mereka semua menyatakan keislamannya.
Kemudian Allah Ta’ala melanjutkan dalam ayat berikutnya,
فَسَبِّحۡ بِحَمۡدِ رَبِّكَ وَٱسۡتَغۡفِرۡهُۚ إِنَّهُۥ كَانَ تَوَّابَۢا ٣
Artinya : “Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat”. (Q.S. An-Nashr [110] :3).
Baca Juga: [Hadist Arbain ke-5] Tentang Perkara Bid’ah
Ketika Al-Qurthubi menerangkan tentang ayat ini, “Jika ada yang bertanya: ‘Dosa apa yang perlu dihapus dari Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam sampai ada perintah khusus agar beliau beristighfar? Lalu dijawab, bukankah dalam hadits dijelaskan bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam pernah berdo’a:
«رَبِّ اغْفِرْ لِي خَطِيئَتِي وَجَهْلِي وَإِسْرَافِي فِي أَمْرِي كُلِّهِ وَمَا أَنْتَ أَعْلَمُ بِهِ مِنِّي اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي خَطَايَايَ وَعَمْدِي وَجَهْلِي وَهَزْلِي وَكُلُّ ذَلِكَ عِنْدِي اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي مَا قَدَّمْتُ وَمَا أَخَّرْتُ وَمَا أَسْرَرْتُ وَمَا أَعْلَنْتُ أَنْتَ الْمُقَدِّمُ وَأَنْتَ الْمُؤَخِّرُ وَأَنْتَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ »
Artinya : “Wahai Tuhanku, ampunilah aku dari kesalahan dan kebodohanku, dari berlebih-lebihan dalam urusan, dan Engkaulah Maha mengetahui daripada aku. Ya Allah, ampunilah aku dari kesalahan dan kelalaian hamba, baik yang di sengaja maupun ketika sedang bersendau gurau, dan itu semua kesalahanku. Ya Allah, ampunilah aku dari dosa yang telah lampau maupun yang akan datang, yang aku sembunyikan ataupun yang aku kerjakan terang-terangan. Engkau adalah Maha Awal dan Akhir, sesungguhnya Engkau Maha Mampu atas segala sesuatu”. (H.R. Muttafaqun ‘Alaihi).
Maka Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam mendapati kalau dirinya masih belum optimal dibandingkan dengan betapa besar nikmat-nikmat yang telah Allah Subhanahu Wa Ta’ala anugerahkan kepadanya. Sehingga Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam merasa masih banyak kekurangan untuk menunaikan hak-Nya tersebut sebagaimana mestinya.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-4 ] Proses Penciptaan Manusia dan Takdir dalam Lauhul Mahfuzh
Makna dari maksud hadits di atas yakni, “Wahai Muhammad jadilah engkau orang yang selalu bertaubat kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dengan memohon, merendahkan diri atas kekurangan di dalam mengerjakan kewajiban, sehingga engkau tidak terputus untuk terus mengerjakan amal shaleh”.
Ada ulama lain yang menjelaskan: “Istighfar ialah sebuah ibadah yang wajib untuk dikerjakan, bukan karena istighfarnya yang dinilai akan tetapi dari sisi ibadahnya”.
Ada pula yang menyatakan: “Hal tersebut beliau lakukan sebagai peringatan bagi umatnya supaya mereka tidak merasa cukup sehingga meninggalkan istighfar kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala “.
Kemudian ada yang mengartikan, maksud firman Allah Ta’ala: “Dan mohonlah ampun kepada-Nya”. Maksudnya ialah mohonlah ampun untuk umatmu”.
Baca Juga: [Hadist Arbain ke-3] Rukun Islam
Adapun firman Allah ta’ala yang berikutnya sebagai penutup surah, Allah Ta’ala berfirman :
إِنَّهُۥ كَانَ تَوَّابَۢا ٣
Artinya : “Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat”. (Q.S. An-Nashr [110] : 3).
Al-Qurtubhi menerangkan yang dimaksud ayat tersebut ialah bahwa Allah Subhanahu Wa Ta’ala Maha Penerima Taubat bagi orang-orang yang mau bertasbih dan beristighfar kepada-Nya. Maka Allah Subhanahu Wa Ta’ala akan menerima taubatnya mereka serta menurunkan rahmat atas mereka.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-2] Rukun Islam, Iman, dan Ihsan
Diriwayatkan oleh Muslim dari Aghra al-Muzani Radhiyallahu ‘Anhu, beliau berkata,”Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:
إِنَّهُ لَيُغَانُ عَلَى قَلْبِى وَإِنِّى لأَسْتَغْفِرُ اللَّهَ فِى الْيَوْمِ مِائَةَ مَرَّة
Artinya : “Sesungguhnya itu merupakan kebodohan dalam hatiku. Dan sungguh aku beristighfar kepada Allah dalam sehari sebanyak seratus kali“. (H.R. Muslim).
Ibnu Umar Radhiyallahu ‘Anhuma mengatakan: “Surat ini mulai turun di Mina pada saat haji Wada’ (Haji Perpisahan). Setelah turunnya surat ini, kemudian turun ayat:
Baca Juga: Kaya Bukan Tanda Mulia, Miskin Bukan Tanda Hina
ٱلۡيَوۡمَ أَكۡمَلۡتُ لَكُمۡ دِينَكُمۡ وَأَتۡمَمۡتُ عَلَيۡكُمۡ نِعۡمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ ٱلۡإِسۡلَٰمَ دِينٗاۚ ٣
Artinya : “Pada hari ini telah Ku sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu”. (Q.S. Al-Maidah [5] : 3).
Kemudian beliau hidup setelah turunnya dua wahyu tersebut hanya 18 hari, setelah itu beliau meninggal, kembali berada di sisi Allah yang Maha Tinggi. (T/P011/P4).
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)