Oleh : Nashir bin Sulaiman al ‘Umri
Secara bahasa I’tikaf berarti melazimkan sesuatu yang baik ataupun buruk, mendawamkannya dan berdiam padanya.
Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala :
{ مَا هَذِهِ التَّمَاثِيلُ الَّتِي أَنْتُمْ لَهَا عَاكِفُونَ} (الأنبياء: من الآية ٥٢)
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-9] Jalankan Semampunya
“Patung-patung apakah ini yang kamu tekun beribadat (beri’tikaf) kepadanya?” (QS Ibrahim : 52)
Meski yang disembah adalah patung, namun Allah menamai perbuatan tersebut dengan kata ‘ukuuf. Senada dengan itu, Allah juga berfirman :
{ وَانْظُرْ إِلَى إِلَهِكَ الَّذِي ظَلْتَ عَلَيْهِ عَاكِفاً } (طه : 97)
“dan lihatlah tuhanmu itu yang kamu (I’tikaf) tetap menyembahnya.” (QS Thaha : 97)
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
Demikian kata Musa AS kepada Samiri. Meski penyembahan tersebut adalah keburukan, perbuatan tersebut tetap disebut dengan ‘itikaf.
Adapun secara syar’i, menurut para ahli fiqh, I’tikaf berarti mendiami masjid untuk melakukan ketaatan kepada Allah Ta’ala.
Sedikit berbeda, Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah memaknainya dengan kegiatan mendiami masjid untuk beribadah kepada Allah ‘Azza wa Jalla.
Menurutnya ketaatan berarti kesesuaian sesuatu dengan perintah. Baik itu wajib, mustahab, ataupun mubah. Maknanya berubah menjadi ketaatan karena adanya niat.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
Namun jika kita definisikan i’tikaf ‘untuk beribadah kepada Allah’ maka maknanya khudu’ (ketundukan). Pengertian ini sesuai dengan makna asli i’tikaf.
Adapun firman Allah Ta’ala yang artinya : “Patung-patung apakah ini yang kamu tekun beribadat (beri’tikaf) kepadanya?” (QS Ibrahim : 52), maksudnya adalah ‘yang kamu khudu’ (menundukan diri) padanya’.
Sedangkan firman Allah Ta’ala yang artinya : “dan lihatlah tuhanmu itu yang kamu (I’tikaf) tetap menyembahnya.” (QS Thaha : 97), maksudnya adalah ‘yang kamu khudu’ (tunduk) dan menyembahnya’. Memang perbedaan makna antara keduanya tipis.
I’tikaf disyari’atkan berdasarkan Al Qur’an, Sunnah, pandangan sahabat dan ijma’.
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Dalil berupa Al Qur’an yakni firman Allah Ta’ala :
{ أنْ طَهِّرَا بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْعَاكِفِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ } (البقرة :125)
“Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang i’tikaf, yang ruku’ dan yang sujud.” (Al Baqarah : 125).
Di ayat lainnya Dia berfirman :
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
{ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ } (البقرة : 187)
“…sedang kamu beri’tikaf dalam mesjid.” (Al Baqarah : 187)
Dan masih ada lagi beberapa ayat lainnya.
Adapun dalil dari sunnah diantaranya ada yang berupa perkataan dan juga perbuatan yang menunjukan bahwa Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam melakukan i’tikaf di 10 hari terakhir Ramadhan.
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
Dalam hadits Abi Said al Khudry disebutkan bahwa beliau shallallahu’alaihi wa sallam sempat beri’tikaf di 10 hari pertama bulan Ramadhan. Usai itu beliau melakukan pencarian malam lailatul qadr. Dan memberitahu bahwa malam lailatul qadar berada di 10 malam terakhir. Lantas beliaupun beri’tikaf di 10 hari terakhir dan mendorong para sahabat untuk beri’tikaf di malam tersebut.
Dalil berupa atsar sahabat terkait itu banyak. Bagi yang ingin mendapatkan penjelasan dan dalilnya silakan merujuk pada kitab-kitab yang menjelaskannya.
Sedangkan dalil berupa ijma’ telah banyak disebutkan oleh para ulama dan ahli fikih.
Adakah hadits yang menjelaskan keutamaan i’tikaf ? Misalnya yang menyebutkan bahwa barang siapa yang beri’tikaf maka ia akan meraih ini dan itu.
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
Jawabanya, tidak ada. Setahu saya memang tidak ada. Bahkan menurut Imam Ahmad rahimahullah tak ada satupun hadits shahih yang berisi besaran pahala orang yang I’tikaf.
Suatu ketika Abu Daud bertanya kepada Imam Ahmad, “Kamu tahu keutamaan I’tikaf ?”
“Tidak. Kecuali sedikit saja. Itupun dha’if,” jawabnya.
Diantaranya hadits Abu Darda dengan derajat marfu’ berikut :
Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati
( من اعتكف ليلة كان له أجر أو كأجرة عمرة، ومن اعتكف ليلتين كان له كأجر عمرتين )
“Barang siapa beri’tikaf satu malam maka baginya satu pahala. Dan satu pahala setara dengan satu ibadah umrah. Dan barang siapa beri’tikaf dua malam maka baginya serupa pahala dua kali umrah.”
Adapun dalil hadits pensyariatan I’tikaf begitu banyak. Diantaranya seperti yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah dan para sahabat I’tikafnya Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam. Demikian juga yang terdapat pada hadits Abu Sa’id al Khudry dan hadits-hadits lainnya. (T/RA02/P2)
Baca Juga: [Hadist Arbain ke-5] Tentang Perkara Bid’ah
Mi’raj News Agency (MINA)