Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Deklarasi Balfour: Sebuah Keputusan yang Mengubah Sejarah Palestina dan Dunia

Bahron Ansori Editor : Rudi Hendrik - 37 detik yang lalu

37 detik yang lalu

0 Views

Ilustrasi: sekelompok pemukim ilegal ekstrimis Yahudi Israel memasuki kompleks Masjid Al-Aqsa di bawah perlindungan pasukan penjajah Israel. (Foto: Anadolu)

DEKLARASI Balfour adalah sebuah dokumen bersejarah yang diterbitkan pada 2 November 1917 oleh Menteri Luar Negeri Inggris, Arthur James Balfour. Deklarasi ini menjadi tonggak penting dalam sejarah konflik Israel-Palestina karena mendukung pendirian “tanah air nasional untuk bangsa Yahudi” di Palestina, yang saat itu berada di bawah kekuasaan Kekaisaran Ottoman. Namun, keputusan ini menciptakan ketegangan yang berlarut-larut antara orang-orang Yahudi dan Arab Palestina, serta negara-negara yang terlibat dalam konflik ini.

Pada awal abad ke-20, wilayah Palestina masih merupakan bagian dari Kekaisaran Ottoman yang mayoritas penduduknya adalah orang Arab, termasuk Muslim, Kristen, dan beberapa komunitas Yahudi. Di Eropa, gerakan Zionisme yang dipelopori oleh Theodor Herzl, mulai berkembang pesat, dengan tujuan untuk mendirikan negara Yahudi di Palestina. Selama periode ini, Eropa tengah terlibat dalam Perang Dunia I, yang juga mempengaruhi politik kolonial di Timur Tengah.

Inggris memiliki berbagai kepentingan strategis di Timur Tengah, terutama setelah memasuki Perang Dunia I. Palestina, yang terletak di jalur perdagangan penting dan dekat dengan terusan Suez yang menghubungkan Laut Merah dan Laut Mediterania, dianggap sebagai wilayah penting bagi kepentingan kolonial Inggris. Pada 1915, Inggris mulai memperhitungkan peran strategis Zionisme dalam mempengaruhi perang dan politik dunia, terutama dengan berjanji pada pihak tertentu untuk dukungan politik atau militer.

Gerakan Zionis yang telah memperoleh pengaruh di Eropa, khususnya di Inggris, menginginkan dukungan dari pemerintah Inggris untuk pendirian negara Yahudi di Palestina. Pengaruh Zionisme semakin kuat pada awal abad ke-20, terutama setelah peningkatan imigrasi Yahudi ke Palestina. Para pemimpin Zionis melihat dukungan Inggris sebagai kunci untuk mewujudkan impian mereka akan tanah air bagi bangsa Yahudi.

Baca Juga: Misteri di Balik Kemunculan Yakjuj dan Makjuj

Pada saat yang sama, Inggris berhadapan dengan Kesultanan Ottoman yang beraliansi dengan Jerman dalam Perang Dunia I. Sebagai bagian dari strategi perang, Inggris ingin memperoleh dukungan dari berbagai kelompok di wilayah tersebut. Pada tahun 1916, Inggris menandatangani Perjanjian Sykes-Picot dengan Perancis dan Rusia, yang membagi wilayah bekas Kekaisaran Ottoman di Timur Tengah menjadi zona pengaruh masing-masing. Inggris juga berupaya mendapatkan dukungan dari kelompok Arab yang menginginkan kemerdekaan dari Ottoman, yang dikenal dengan Revolusi Arab.

Pada saat yang kritis ini, Inggris membuat keputusan untuk mengeluarkan pernyataan yang mendukung pendirian “tanah air nasional” bagi orang-orang Yahudi di Palestina. Balfour, yang menjadi Menteri Luar Negeri Inggris pada saat itu, menulis surat kepada Lord Rothschild, seorang tokoh Zionis terkemuka, pada 2 November 1917. Surat ini dikenal sebagai Deklarasi Balfour, yang menyatakan dukungan pemerintah Inggris terhadap tujuan Zionisme di Palestina. Surat ini juga menegaskan bahwa hak-hak sipil dan agama dari komunitas non-Yahudi di Palestina harus dihormati.

Deklarasi Balfour berisi beberapa poin penting, di antaranya adalah: dukungan Inggris terhadap pendirian “tanah air nasional untuk bangsa Yahudi” di Palestina, serta perlindungan terhadap hak-hak sipil dan agama orang-orang non-Yahudi yang tinggal di wilayah tersebut. Deklarasi ini juga mengakui bahwa Palestina memiliki populasi Arab yang besar, namun lebih menekankan pada aspirasi nasional Yahudi. Meskipun demikian, teks deklarasi ini tidak memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai cara atau batasan implementasi kebijakan tersebut.

Deklarasi Balfour menyulut protes keras dari masyarakat Arab Palestina dan negara-negara Arab lainnya. Mereka merasa bahwa keputusan ini mencampuri hak-hak mereka sebagai penduduk asli Palestina. Selain itu, mereka melihat bahwa kebijakan ini berpotensi mengubah komposisi demografis wilayah Palestina secara permanen, dengan mendatangkan imigrasi Yahudi dalam jumlah besar yang akan menggusur mereka dari tanah mereka sendiri. Reaksi penolakan terhadap deklarasi ini semakin kuat setelah Inggris menerima mandat atas Palestina dari Liga Bangsa-Bangsa pada 1920.

Baca Juga: 7 Etika Suami dalam Menghadapi Masalah Rumah Tangga

Pada tahun 1920, Liga Bangsa-Bangsa memberikan mandat kepada Inggris untuk mengelola wilayah Palestina. Meskipun Deklarasi Balfour sudah dikeluarkan, Inggris harus menyeimbangkan kebijakan yang mendukung Zionisme dengan kebutuhan untuk menjaga hubungan dengan penduduk Arab yang lebih besar. Namun, kebijakan ini semakin menimbulkan ketegangan dan kekerasan antara orang Yahudi dan Arab di Palestina. Pada saat yang sama, imigrasi Yahudi ke Palestina meningkat pesat, yang memicu ketidakpuasan di kalangan penduduk Arab.

Seiring dengan peningkatan jumlah imigran Yahudi ke Palestina, ketegangan antara dua kelompok ini semakin meningkat. Konflik-konflik kecil sering terjadi, dengan serangan dari kedua belah pihak. Selain itu, pertumbuhan populasi Yahudi yang didorong oleh kebijakan Inggris juga berkontribusi terhadap terjadinya ketidaksetaraan sosial dan ekonomi di wilayah tersebut. Hal ini memicu protes dan kekerasan yang semakin meningkat, yang dikenal sebagai kerusuhan Palestina pada 1920-an dan 1930-an.

Deklarasi Balfour tidak hanya mempengaruhi masyarakat Palestina, tetapi juga menuai reaksi dari negara-negara Arab di seluruh dunia. Negara-negara seperti Mesir, Irak, dan Suriah menentang keras pernyataan Inggris tersebut, yang dianggap sebagai langkah kolonialistik dan tidak sah. Meski demikian, Inggris tetap mempertahankan kebijakan ini sebagai bagian dari tujuan strategis mereka di wilayah Timur Tengah, terutama dengan latar belakang meningkatnya ketegangan global pada masa Perang Dunia I dan setelahnya.

Setelah pengumuman Deklarasi Balfour, ketegangan antara komunitas Arab dan Yahudi semakin memburuk. Protes besar-besaran dan pemberontakan terjadi pada 1936-1939, yang dikenal sebagai “Pemberontakan Arab Palestina.” Selama pemberontakan ini, rakyat Palestina menuntut penghentian imigrasi Yahudi dan pengakhiran kebijakan Inggris yang mendukung Zionisme. Inggris, yang terjebak di tengah-tengah konflik ini, akhirnya memperkenalkan kebijakan pembatasan imigrasi Yahudi ke Palestina pada akhir 1930-an, namun kebijakan tersebut tidak cukup untuk meredakan ketegangan.

Baca Juga: Meneladani Sunnah Rasulullah SAW dalam Berbuka Puasa, Tata Cara dan Keutamaannya

Deklarasi Balfour memiliki dampak yang sangat besar terhadap sejarah modern Palestina dan Israel. Deklarasi ini memberikan landasan bagi Zionisme untuk terus berkembang, yang akhirnya mengarah pada pembentukan Negara Israel pada 1948. Namun, bagi orang-orang Palestina, deklarasi ini adalah awal dari penderitaan yang terus berlanjut. Mereka merasa bahwa hak mereka sebagai penduduk asli Palestina diabaikan, dan tanah mereka direbut oleh imigran Yahudi yang datang setelah Deklarasi Balfour.

Konflik yang dimulai dengan Deklarasi Balfour tidak berakhir pada pendirian Israel. Bahkan setelah pembentukan negara tersebut pada 1948, konflik ini berlanjut dengan berbagai peperangan, intifada, dan proses perdamaian yang gagal. Deklarasi Balfour tetap menjadi salah satu penyebab utama ketegangan yang berlarut-larut antara Israel dan Palestina, serta negara-negara Arab yang terlibat. Sejarah ini mencerminkan pentingnya memahami bagaimana keputusan internasional dapat mempengaruhi nasib jutaan orang di seluruh dunia.

Deklarasi Balfour adalah salah satu dokumen yang paling berpengaruh dalam sejarah abad ke-20, karena tidak hanya mempengaruhi nasib orang-orang Yahudi dan Arab Palestina, tetapi juga memberikan dampak besar bagi geopolitik dunia. Meskipun dimaksudkan untuk mendukung pendirian negara Yahudi, Deklarasi Balfour menciptakan ketidakadilan bagi masyarakat Palestina yang tidak diakui haknya atas tanah mereka. Akibatnya, konflik ini berlanjut hingga kini, dan Deklarasi Balfour tetap menjadi simbol dari tantangan besar menuju perdamaian dan keadilan di kawasan tersebut.[]

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Empat Bacaan pada Bulan Ramadhan

Rekomendasi untuk Anda