Jakarta, MINA – Rekonsiliasi antar faksi perjuangan Palestina yang difasilitasi China dan melahirkan “Deklarasi Beijing” merupakan satu langkah maju menuju persatuan nasional Palestina, meski sebenarnya peran itu lebih patut dilakukan umat muslim negeri-negeri Islam.
“Seharusnya itu dilakukan umat Islam. Namun karena berselisih dan lemah, mereka tidak mampu melaksanakan tugasnya,” kata Imaam Yakhsyallah kepada MINA, Rabu (24/7).
Imaam Yakhsyallah yang juga pengasuh pondok pesantren Al-Fatah se-Indonesia itu berpendapat, umat Islam seharusnya bisa berperan sebagai juru damai, khususnya dalam krisis Palestina saat ini. Namun hal itu ternyata didahului oleh umat lain, yaitu China.
Ia berharap, semoga kejadian ini menjadi pelajaran bagi umat Islam agar memperkuat persatuan dan kesatuan umat, tidak berpecah belah, tetapi bersatu sehingga menjadi kuat dan disegani musuh-musuh Islam.
Baca Juga: Tragedi Longsor Purworejo: Empat Korban Satu Keluarga Ditemukan Meninggal
“Umat Islam hendaknya bersatu dalam kehidupan berjamaah, dengan menganggalkan kepentingan pribadi, kelompok dan ego sektoral. Itulah yang disebut dengan non-politik,” paparnya.
China menginisiasi rekonsiliasi antar faksi Palestina. Dialog rekonsiliasi antar faksi diadakan di ibukota Beijing, pada 21-23 Juli lalu.
Sebanyak 14 faksi Palestina sepakat untuk mengakhiri perpecahan mereka dan memperkuat persatuan Palestina dengan menandatangani Deklarasi Beijing pada Selasa pagi, 23 Juli 2024.[]
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Ponpes Al-Fatah Harap Kerja Sama dengan Muspika Cileungsi Berlanjut