Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Densus 88: Pencegahan Strategi Jitu Tangani Terorisme

Rendi Setiawan - Jumat, 11 Agustus 2017 - 06:57 WIB

Jumat, 11 Agustus 2017 - 06:57 WIB

228 Views ㅤ

Kepala Tim Interogator Detasemen Khusus (Densus 88) Antiteror Polri AKBP Djoni Djuhana. (kanan). (Foto: MINA/Rendy Setiawan)

Kepala Tim Interogator Detasemen Khusus (Densus 88) Antiteror Polri AKBP Djoni Djuhana. (kanan). (Foto: MINA/Rendy Setiawan)

 

Jakarta, MINA – Kepala Tim Interogator Detasemen Khusus (Densus 88) Antiteror Polri AKBP Djoni Djuhana, mengatakan, ada tiga strategi jitu yang sering digunakan para petugas dalam menangani kasus terorisme di Indonesia.

“Pertama preventivation (pencegahan), kedua de-radikalisasi, ketiga, penegakan hukum. Tiga strategi ini terbukti ampuh,” kata Djoni dalam sebuah forum diskusi di Kantor Pusat Taruna Merah Putih, Menteng, Jakarta, Kamis (10/8).

Djoni mengungkapkan, ia sudah menangani kasus teror selama lebih dari 16 tahun. Selama itu, ia mengaku sudah menangani kasus teror di Indonesia sebanyak 1.385 kasus.

Baca Juga: Prof Asrorun Niam: Tujuan Fatwa untuk Kemaslahatan Hakiki

“Penanganannya berbeda-beda, ada yang terpaksa ditembak mati di tempat, ada yang dipulangkan, ada yang ditahan, dan sebagainya,” ujarnya.

Menurut pejabat tinggi Densus 88 itu, di antara ketiga strategi itu, fungsi pencegahan merupakan strategi yang paling penting. Sebab, kata dia, keberhasilan fungsi ini bisa menyelamatkan banyak nyawa.

“Fungsi pencegahan, ini yang paling penting. Ada tiga cara yang kita lakukan, pertama yaitu kontra radikal, kedua yaitu kontra narasi, dan ketiga yaitu upaya pencegahan disertai penegakan hukum,” katanya.

Djoni mengungkapkan bahwa dengan ketiga cara ini, pihaknya mampu mencegah banyak aksi teror di tengah masyarakat. “Banyak upaya-upaya pengeboman yang berhasil kita cegah termasuk juga kita tindak,” ungkapnya.

Baca Juga: KH Afifuddin Muhajir: Fatwa Dibutuhkan Sepanjang Zaman

Sementara kegiatan de-radikalisasi, kata Djoni, biasanya menyasar kalangan anak-anak SMP dan SMA. Menurut dia, rentang usia tersebut sudah waktunya untuk penguatan karakter, sehingga paham-paham menyimpang, tidak memengaruhi mereka.

“Penyuluhan dan kegiatan de-radikalisasi di sekolah-sekolah sudah kita lakukan. Sebetulnya, sebelum Densus 88 berdiri pun sudah kita lakukan kegiatan-kegiatan itu,” katanya.

Djoni menambahkan, selain terhadap kalangan anak-anak sekolah, kegiatan de-radikalisasi juga berlaku untuk mantan narapidana terorisme. Para eks terpidana itu, kata Djoni, didekati dari hati ke hati.

“Jadi pendekatan yang kita lakukan lebih soft. Tidak bisa kita melakukan pendekatan secara ideologi. Mereka tidak mempan dengan cara itu,” tandasnya. (L/R06/P1)

Baca Juga: Pelatihan UMKM di Jakarta Diharap Lahirkan Muzaki Baru

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Rekomendasi untuk Anda