Desa Bunin Akan Menjadi Hutan Desa (Oleh: Aprizal Rachmad, wartawan MINA di Banda Aceh)

Hamparan hutan menemani perjalanan kami bersama Tim Verifikatur , Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, menuju Desa , Kecamatan Serbajadi, Kabupaten Timur Provinsi Aceh, Sabtu (23/6). Desa berada di administrasi Kabupaten Aceh Timur, tapi masyarakat desa Bunin umumnya adalah suku Gayo.

Desa di kawasan hutan Leuser ini mengusulkan dijadikan hutan desa. dengan luas 2.698 hektar. Niatnya adalah agar bisa diselamatkan dari perusahaan-perusahaan yang dapat hak mengelola tapi tak bertanggungjawab atas kelestarian alam,  bukannya menguntungkan masyarakat tapi malah menyengsarakan masyarakat, berbagai jenis buah-buahan yang biasa dimanfaatkan masyarakat sudah tiada, pembalakan liar, rusaknya sumber air, kekeringan sawah dan lahan pertanian.

Butuh dua jam perjalanan kami dari jalan Banda Aceh – Sumatera Utara atau simpang Peurelak Aceh Timur, menunju Bunin. “Gak terasa ya perjalanan kita ke desa Bunin, pemandangannya indah,” begitu kata Crisna Akbar Program Menejer Hutan, Alam dan Lingkungan Aceh (HakA) yang menfasilitasi perjalanan kami.

Tiba di Desa Bunin, kami langsung disambut dengan tarian Saman, tarian yang diakui UNESCO sebagai warisan budaya tak benda milik Indonesia.

Nani Junaeni, Kepala Seksi Penyiapan Hutan Desa Wilayah I sebagai tim verifikatur Sub Direktorat Penyiapan Hutan Desa Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan juga ikut di-pesijuk (ditepung tawar) tradisi menyambut tamu di desa setempat. Selanjutnya warga mempersilahkan kami menyicipi aneka makanan yang sudah dihidangkan di rumah kepala desa.

Usai mencicipi hidangan, kami diseduhkan segelas kopi, yang membuat siang itu serasa semakin panjang untuk kami lewati.

Nanik membuka pembicaraan dengan menanyakan beberapa dokumen penting milik desa terkait usulan hutan desa.

Beberapa tim verifikasi juga terlihat sibuk di depan laptop nya masing-masing. Sambil menanyakan ke warga, tim juga mengisi beberapa daftar isian yang dibawa dari Jakarta untuk adminitrasi hutan desa.

Nani Junaeni tim verifikatur hutan desa di-pesijuek saat tiba di Desa Bunin. Foto: Aprizal Rachmad

Bukan tanpa alasan warga setempat mengusulkan hutan desa. Aktivitas ilegal loging di kawasan hutan Leuser itu kerap menghantui warga Bunin. “Kami khawatir hutan kami menjadi rusak, sumber air kami hilang, sawah kami kering,” kata Mustakirun, Kepala Desa Bunin.

Ia memaparkan pula, Bunin juga memiliki potensi yang menjanjikan untuk dikembangkan sebagai wilayah ekowisata. Udara segar, hutan dan sungai di sini masih “perawan”, untuk ini masyarakat di desa ini tentunya juga harus dipersiapkan dahulu.

Selain itu, Mustakirun mengaku pengusulan hutan desa seluas  1.598 Hektar ini, sebagai bentuk kekhawatiran masyarakat terhadap pengambilan hak kelola hutan oleh corporate yang masuk ke wilayahnya, namun mengabaikan fungsi hutan untuk kesejahteraan masyarakat, bahkan beberapa ijin pengelolaan kawasan hutan yang dikuasai perusahaan justru merusak hutan itu sendiri.

Padahal selama ini, masyarakat setempat memanfaatkan hutan sebagai sumber ekonomi, seperti rotan, getah damar, pete, jengkol, durian dan jernang, sehingga jika tidak diusulkan menjadi hutan desa, Mustakirun khawatir akan menimbulkan konflik.

“Dengan diterbitkan hak kelola hutan pada desa, secara hukum kita sudah kuat, sehingga penebang liar tidak berani lagi menebang kayu di dalam hutan, karena sudah tanggung jawab kita” pungkasnya

Tim verifikatur ditemani warga menyisir areal yang diusulkan menjadi hutan desa. (Foto: Aprizal Rachmad).

Selamat, seorang warga desa Bunin, mengaku, akan memanfaatkan areal hutan desa yang dibagikan nanti, untuk menanam jengkol,  yang tidak merusak lingkungan, dan buah jengkol juga memiliki nilai ekonomi yang tinggi.

“Harga jengkol sekarang mahal, kalau yang tidak dikupas kulitnya bisa Rp 7.000 per Kilogram, kalau yang sudah dikupas kulitnya bisa Rp 15.000 per kilogram,” tutur si Selamat.

Selain harganya tinggi, Selamat mengaku tanaman jengkol juga jarang terserang hama penyakit, sehingga bisa dibiarkan begitu saja tanpa perawatan yang intensif.

Rotan merupakan salah satu hasil alam non kayu di desa Bunin. (Foto: Aprizal Rachmad)

Nani Junaeni, pejabat dari Sub Direktorat Penyiapan Hutan Desa Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengatakan, ada dua tahap verifikasi yang harus dilalui sehingga Surat Keputusan pengelolaan hutan desa tersebut bisa dikeluarkan.

Pertama, harus terverfikasi secara subjek seperti keanggotaan masyarakat setempat, dan juga verifikasi objek atau kesesuaian luas wilayah di lapangan.

“Dari hasil verifikasi itu, baru nanti kita terbitkan Surat Keputusan, walaupun hasil peninjauan lapangan menyimpulkan Desa Bunin sudah layak mendapat Hak Pengelolaan Hutan Desa (HPHD),” kata Nani.

Hutan Desa tersebut nantinya akan diberikan hak untuk dikelola desa setempat selama 35 tahun. Dalam jangka waktu tersebut, pihak kementrian akan mengevaluasi per lima tahun sekali, dibantu pembinaan oleh pihak dinas kehutanan Aceh Timur per satu tahun.

“Kita juga tidak lepas begitu saja, dinas di daerah juga ikut melakukan pembinaan per tahunnya, dalam jangka lima tahun, kita di tingkat kementrian akan mengevaluasi,” jelasnya.

Nani mengimbau masyarakat untuk tidak merambah kawasan hutan lindung yang berada di desa setempat, bahkan dirinya juga ikut menyampaikan skema pemanfaatan hasil alam kayu di dalam kawasan Hutan Desa.

Menurutnya, warga dibolehkan memanfaatkan kayu hutan dengan catatan pengelola hutan nantinya harus terlebih dahulu menanam pohon tersebut, juga melakukan perencanaan yang tertuang dalam Rencana Pengelolaan Hutan Desa (RPHD). (L/AP/P1 )

Mi’raj News Agency (MINA)