Destinasi Wisata Religi di Raja Ampat

Masjid Hidayatullah Saonek di Pulau Saonek, Kabupaten , . (Foto Chuipala)

Oleh: Rana Setiawan, Jurnalis Kantor Berita MINA (Mi’raj News Agency)

Mendengar kata Raja Ampat, kita selalu teringat dengan salah satu objek wisata terbaik di Indonesia. Bahkan Raja Ampat yang berada di kawasan ini dikenal dengan salah satu destinasi wisata laut terindah di dunia, yang mana wisata ini juga dijuluki sebagai kawasan Amazon Lautan Dunia.

Julukan tersebut diberikan karena letak dari tempat wisata tersebut yang berada di pusat segitiga karang dunia. Wisata Kepulauan Raja Ampat berada di kawasan teritorial Papua Barat, sebuah gugusan pulau yang tersebar dengan jumlahnya berkisar 610 pulau, akan tetapi hanya ada 35 pulau yang dihuni oleh penduduk.

Selain keindahan bawah laut yang terkenal di dunia ini, nuansa Islami di Raja Ampat menjadi daya tarik sendiri. Nuansa Islami sendiri sudah mendarah daging. Sejak Kerajaan Islam Ternate dan Tidore yang meminta bantuan pada warga Papua Barat untuk bersatu padu melawan musuh-musuh Islam, hingga datangnya ulama dan dai di masing-masing daerah Raja Ampat.

Budaya Islami di Raja Ampat jarang dijamah buku sejarah di sekolah. Seperti sebuah sejarah yang ditutupi.

Kesuksesan Islam berlabuh di hati masyarakat Papua seharusnya memberikan hikmah yang besar watak Papua yang keras, mirip dengan tipikal orang Arab, akan menjadi ujian tersendiri bagi para penyebar dakwah Islam.

Untuk itu, Raja Ampat menjadi salah satu destinasi utama Wisata Religi Tadabur Alam yang digagas Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Majelis Ulama Indonesia (LPLH & SDA MUI) bekerjasama dengan Komunitas Pencinta Wisata Muslim (KPWM).

Program “Wisata Religi Tadabur Alam” sendiri diluncurkan dalam perhelatan Astindo Fair 2018 di Jakarta pada Sabtu 3 Maret 2018. Pelaksanaan kegiatan perdananya dengan tujuan wisata ke Raja Ampat, Papua Barat pada 29 Maret 2018.

Destinasi ini dipilih karena tidak hanya Raja Ampat memiliki keindahan alam yang sangat indah, namun juga merupakan salah satu pusat penyebaran agama Barat seusia dengan penyebaran agama Islam di Demak pada tahun 1500-an.

Selain guna mencapai tujuan-tujuan yang diharapkan, wisata ini juga dapat menjadikan sebagai media untuk mempererat tali silaturahim sesama bangsa Indonesia.

Raja Ampat dalam Sejarah Islam

Ditinjau dari sisi sejarah, Kepulauan Raja Ampat di abad ke-15 merupakan bagian dari kekuasaan Kesultanan Tidore, sebuah kerajaan besar yang berpusat di Kepulauan Maluku.

Untuk menjalankan pemerintahannya, Kesultanan Tidore ini menunjuk empat orang Raja lokal untuk berkuasa di pulau Waigeo, Batanta, Salawati dan Misool yang merupakan empat pulau terbesar dalam jajaran kepulauan Raja Ampat sampai sekarang ini. Istilah empat orang Raja yang memerintah di gugusan kepulauan itulah yang menjadi awal dari nama “Raja Ampat”.

Kabupaten yang memperingati Hari Ulang Tahun setiap tanggal 9 Mei ini sekarang merupakan sebuah Kabupaten di Propinsi Papua Barat yang dimekarkan dari Kabupaten Sorong pada tahun 2003. Bila kita lihat peta Propinsi Papua Barat maka letak Kabupaten ini terletak di kepulauan sebelah barat paruh burung pulau Papua.

Kabupaten Raja Ampat terdiri dari kurang lebih 610 pulau yang memiliki panjang total tepi pantai 753 km. Pusat pemerintahan dan sekaligus Ibukota bagi Kabupaten Raja Ampat adalah sebuah kota yang terletak di Pulau Waigeo, yaitu kota Waisai.

Desa Wisata Muslim

Menurut Ketua LPLH & SDA MUI Dr. H. Hayu S. Prabowo, kehadiran wisatawan yang religius yang sangat peduli pada lingkungan akan membawa dampak positif bagi masyarakat setempat serta dapat meningkatkan daya tarik tersendiri baik bagi wisatawan lokal maupun mancanegara.

Sekitar 50% penduduk yang tinggal di Raja Ampat memeluk agama Islam. Islam bisa jadi agama mayoritas yang dianut warga Raja Ampat. Sementara sisanya menganut agama Kristen Protestan dan Katolik.

Raja Ampat adalah kabupaten/kota kedua di propinsi Papua Barat yang bupati/walikotanya Muslim. Yang pertama adalah Fakfak. Adapun jumlah seluruh kabupaten/kota di Papua Barat ada 12.

Program Wisata Religi Tadabur Alam ini selanjutnya dapat dikembangkan untuk membentuk Desa Wisata Muslim yang telah dikembangkan di negara Malaysia seperti di Terengganu dan Kelantan.

Hayu menjelaskan, pola wisata religi tadabur alam menitikberatkan percepatan wisata berbasis masyarakat melalui peran aktif komunitas dengan mendukung keterlibatan penuh oleh masyarakat setempat dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengelolaan usaha wisata dan segala keuntungan yang diperoleh.

Hal tersebut didasarkan kepada kenyataan bahwa masyarakat memiliki pengetahuan tentang alam serta budaya yang menjadi potensi dan nilai jual sebagai daya tarik wisata, sehingga pelibatan masyarakat menjadi mutlak.

Pola Wisata Religi Tadabur Alam berbasis masyarakat mengakui hak masyarakat lokal dalam mengelola kegiatan wisata di kawasan yang mereka miliki secara adat ataupun sebagai pengelola.

Pola wisata ini dapat menciptakan kesempatan kerja bagi masyarakat setempat, dan mengurangi kemiskinan dari pendapatan atas jasa-jasa wisata dari turis: fee pemandu; ongkos transportasi; menjual kerajinan, homestay untuk sarana akomodasi di lokasi wisata, dan lain-lain.

Pola ini juga akan membawa dampak positif terhadap pelestarian lingkungan dan budaya asli setempat yang pada akhirnya diharapkan akan mampu menumbuhkembangkan jati diri dan rasa bangga pada penduduk setempat untuk menjaga budaya serta lingkungannya.

Namun bukan berarti bahwa masyarakat akan menjalankan usaha wisata sendiri. Tataran percepatan perlu dilakukan sebagai bagian dari perencanaan pembangunan terpadu yang dilakukan di suatu daerah.

Untuk itu, pelibatan para pihak terkait mulai dari level komunitas, masyarakat, pemerintah, dunia usaha, tokoh agama, dan organisasi nonpemerintah diharapkan membangun suatu jaringan dan menjalankan suatu kemitran yang baik sesuai peran dan keahlian masing-masing.

Desa wisata Muslim yang dapat dikembangkan di Raja Ampat dengan keindahan alamnya yakni terdapat di Pulau Saonek, Pulau Pianemo, dan Pulau Arborek.

Beberapa destinasi wisata religi yang dapat dikunjungi di Raja Ampat dan sekitarnya adalah situs-situs bukti penyebaran Islam di tanah Papua dengan berdirinya masjid-masjid bersejarah. Di antaranya, disebutkan berikut ini:

Masjid Hidayatullah Saonek

Masjid ini terletak di Jl. Haji Rafana, pulau Saonek, memiliki luas tanah 12.588 meter persegi. Luas bangunan mencapai 1.312 meter persegi. Masjid ini dapat menampung 200 jamaah.

Ciri khas masjid ini adalah terdapat empat tiang kuning penyangga di dalam masjid. Masjid ini memiliki satu kubah besar yang didominasi warna putih dan kubah kecil yang berada di sekitarnya berwarna hijau.

Masjid ini dibangun pada tahun 1505 Ketika itu, Islam disebarkan oleh Habib Rafana yang kini diabadikan sebagai nama jalan menuju masjid tersebut. Makamnya terletak di atas bukit Pulau Saonek, Raja Ampat. Dia dimakamkan bersama istri-istrinya dan Kucing peliharaan kesayangannya.

Masjid Agung Waisai

Masjid Agung Waisai terletak tak jauh dari Pantai WTC (Waisai Torang Cinta) Persisnya di Jl. 30 Waisai Kota, Raja Ampat Papua Barat, sebelah Gedung DPRD Kabupaten Raja Ampat.

Data sistem inforasi masjid (simas) Kementerian Agama mencatat, masjid ini memiliki lahan seluas 30.000 m2 dengan luas bangunan 1.800 m2. Sejak berdiri pada tahun 2006 masjid ini selalu ramai oleh jamaah terutam saat shalat jumat.

Posisinya yang tepat berada di jalan utama keluar masuk kota Waisai menjadikan masjid ini pusat perhatian dan pilihan utama wisatawan muslim untuk menunaikan ibadah. Bersih, artistik, dan nyaman adalah kesan yang melekat di masjid ini.

Sebelum dibangunnya Masjid Agung Waisai, masyarakat menggunanakan masjid kecil yang sangat sederhana diberi nama masjid Nurul Yaqin yang dibangun secara swadaya pada tahun 2003, dengan Imam pertama Ustaz Halimun Manam (alm). Setelah beliau berusia udzur digantikan oleh Ustaz H. M. Hanaping.

Seiring berjalannya waktu, masyarakat muslim bertambah banyak, masjid Nurul Yaqin Waisai pun tidak mampu lagi menampung jamaah shalat Jumat atau tarawih. Selain untuk kegiatan Shalat, Masjid ini juga digunakan anak-anak untuk belajar membaca Al-Qur’an, di mana kegiatan mengaji dilaksanakan setelah Shalat Magrib.

Atas kebutuhan tersebut, maka dibangunlah Masjid Agung Nurul Yaqin Waisai di atas lokasi yang sama, dan mulai dibangun dengan meletakkan batu pertama pada tanggal 10 Januari 2006 oleh bapak wakil bupati Kab. Raja Ampat, Drs. Indah Arfan. Dan sejak tahun 2008 masjid ini mulai digunakan masyarakat muslim Raja Ampat dan sekitarnya, juga para wisatwan baik lokal maupun turis manca negara.

Islamic Centre Muadz bin Jabal

Islamic Centre yang berlokasi di Waisai, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat ini merupakan pusat pendidikan dan dakwah Islam pertama yang berada di pulau paling timur Indonesia.

Selain pembangunan fisik, sebagaimana dijelaskan panitia pembangunan Islamic Center, Alfarisi Labagu, faktor yang tak kalah penting dalam mengembangkan pusat Islam itu adalah tenaga pengajar yang handal. Untuk itu, pihak Islamic Center telah membuka peluang bagi para pendakwah untuk mengajar di Islammic Center Mu’adz bin Jabal.

Dalam buku panduan Wisata Religi Tadabur Alam “Ngaji Bersama Alam di Raja Ampat,” Alfaris menjabarkan misi pembangunan Pusat Islam itu yakni untuk membentengi generasi muda Mulim di Papua Barat dari pengaruh Globalisasi.

Pengaruh globalisasi tersebut, lanjut dai yang juga menjabat sebagai Ketua Al-Fatih Kaffah Nusantara (AFKN) cabang Papua Barat itu, menyusul semakin populernya Raja Ampat sebagai destinasi wisata kelas dunia.

“Pengaruh tersebut misalnya, di kalangan generasi Muslim di Raja Ampat saat ini sudah terbiasa dengan gaya berpakaian yang mengumbar aurat dan pergaulan bebas,” jelasnya.

Selain masjid-masjid tersebut, menurut data Kementerian Agama terdapat 18 masjid dan 52 mushalla yang tersebar di Kabupaten Raja Ampat.

Tentunya pelaksanaan program Wisata Religi Tadabur Alam ke Raja Ampat ini tak hanya dapat menikmati panorama terindah alam bawah laut Raja Ampat namun kita juga dapat merasakan kehadiran dakwah Islam di bumi Papua, bahkan sejak lima abad silam bersamaan dengan penyebaran Islam di Demak oleh wali Songo.

Beberapa pandangan berbeda menjelaskan bagaimana pertama kali Islam masuk dan menyebar di tanah Papua. Syiar Islam di negeri Mutiara Hitam mulanya tersebar di wilayah Papua Barat. Masyarakat di sana meyakini, Islam lebih dahulu tersebar dibandingkan agama lain.

Namun, silang pendapat masih terjadi terkait masalah ini antara raja-raja di Raja Ampat-Sorong, Fakfak, Kaimana, dan Teluk Bintuni-Manokwari.

Berikut dua masjid bersejarah yang juga wajib dikunjungi di wilayah Papua Barat berdekatan dengan Raja Ampat yakni:

Masjid Tua Patimburak

Saksi bisu penyebaran Islam di Kokas, Fakfak, Papua Barat, adalah masjid tua di Kampung Patimburak. Tepatnya, masjid yang masih berfungsi hingga saat ini dibangun oleh seorang alim bernama Abuhari Kilian pada 1870.

Menurut catatan sejarah, masjid dengan konsep sebuah gereja ini merupakan masjid tertua di Fakfak.

Selama keberadaannya, masjid ini pernah beberapa kali direnovasi. Namun, bentuk aslinya tetap dipertahankan, seperti empat pilar penyangga yang terdapat di dalam masjid dan lubang bekas peluru tentara Jepang.

Masjid Abubakar Sidik

Masjid ini berdiri pada 1524. Memiliki luas tanah 900 meter persegi dan luas bangunan 400 meter persegi. Lebih dari 200 jamaah mampu ditampung di masjid ini.

Masjid yang terletak di Kampung Rumbati, Distrik Furwagi, Fakfak, ini masih memiliki model yang sederhana. Warna biru muda dan putih menghiasi bangunan tersebut.

Terdapat dua tingkat dengan beratap seng Bangunan di tingkat kedua hanya menutupi setengah bangunan. Luasnya lebih kecil dari bangunan di bawahnya. Masjid ini terletak di pinggir pantai dengan fondasi batu yang cukup tinggi.

Melalui kegiatan wisata Religi Tadabur Alam ini yang menyuguhkan dan memadukan dua sisi yang bertolak belakang dalam satu paketnya. Orang-orang dapat menyeimbangkan sisi rohani dan kebutuhan jasmaniah yang berupa penyegaran atau relaksasi.

Pola wisata ini juga menekankan pada percepatan wisata berbasis masyarakat yang saat ini telah berkembang dan menjadi pilihan bagi wisatawan mancanegara.

Tentunya dukungan penuh pada pelaksanaan program Wisata Religi Tadabur Alam yang menekankan pada konservasi, edukasi dan pemberdayaan masyarakat, utama menjaga cahaya Islam di timur Indonesia tetap bersinar.(A/R01/P2)

Mi’raj News Agency (MINA)