Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menunggu Detik-Detik Terakhir Trump

Ali Farkhan Tsani - Senin, 11 Desember 2017 - 14:49 WIB

Senin, 11 Desember 2017 - 14:49 WIB

135 Views

(Dok Youtube)

Oleh: Ali Farkhan Tsani, Redaktur Senior Kantor Berita MINA (Mi’raj News Agency)

Akhirnya, terpenuhi sudah janji Presiden AS untuk Israel. Dari mulut Donald Trump pada Rabu (6/12/2017) keluarlah keputusan pengakuan AS atas Yerusalem sebagai ibukota Israel, dan rencana pemindahan Kedubesnya dari Tel Aviv ke Yerusalem.

Trump beralasan dengan janjinya semasa kampanye pemilu, yang akan memindahkan Kedubesnya ke Kota Tua di dekat Masjid Al-Aqsha itu. Pengalihan kedutaan adalah sekaligus pengakuan AS atas legitimasi pendudukan Israel terhadap Yerusalem.

Trump mengatakan secara ambigu bahwa dia bermaksud sekaligus melakukan segalanya dengan kekuatannya untuk membantu membentuk kesepakatan damai antara Israel dan Palestina

Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat

Alasan lainnya, sejak tahun 1995, Kongres AS mengeluarkan undang-undang yang mewajibkan presiden untuk memindahkan kedutaannya dari Tel Aviv ke Yerusalem, serta mengakui kota tersebut sebagai ibukota terpadu pendudukan Israel.

Namun, undang-undang yang sama mengizinkan Presiden AS untuk menunda pelaksanaannya sesuai dengan kepentingan keamanan nasional AS. Juga dengan pertimbangan pada risiko, mengingat kepekaan subjek Yerusalem bagi orang Arab dan Muslim di seluruh dunia.

Presiden AS selama ini selalu menandatangani sebuah memorandum untuk menunda pelaksanaan undang-undang tersebut.

Namun, itu tidak berlaku bagi Trump. Ia suka tantangan, dan gemar menghambur-hamburkan kata-kata provokasi. Ia tidak peduli apapun akibatnya, bagi dirinya, warganya, bahkan negaranya. Ia sedang membayar mimpinya, sekaligus membayar kecerobohannya. Dan ini, justru bisa menjadi akhir dari rezim kekuasannya.

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat

Protes dari CIA

Rupanya memang keputusan Trump itu lebih ke ambisi dan arogansi dan banyak berseberangan dengan pejabat tinggi penting lainnya.

Seperti di sebutkan CNN, Menlu Rex Tillerson, Menteri Pertahanan James Mattis dan Direktur CIA Mike Pompeo paling tidak telah memprotes keputusan presidennya, Trump, soal Yerusalem itu. Mereka berpendapat untuk tidak mengganggu status quo di wilayah tersebut.

Menantunya sendiri, yang ditugaskan sebagai Penasihat Kebijakan Senior Jared Kushner, memang mendukung langkah tersebut. Tapi setengah hati, dengan memberi masukan untuk menunda relokasi Kedubes ke Yerusalem.

Baca Juga: Tertib dan Terpimpin

Ini berhadapan dengan rencana Trump sebelumnya, yang telah menginstruksikan para pejabat untuk mulai mempersiapkan langkah pemindahan.

Namun seiring itu, Trump juga menandatangani sebuah pengabaian yang menunda relokasi, setidaknya enam bulan lagi. Kedubes kemungkinan akan membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk pindah. Trump sendiri was-was dan cemas akan keamanan stafnya di kedubes-kedubesnya di dunia.

trump-300x225.jpg" alt="" width="347" height="260" /> (Dok Youtube)

Sekutu Tak Sependapat

Tidak seperti ketika AS hendak menyerbu Afghanistan dan Irak, yang mendapat respon dukungan para sekutunya. Kali ini tindakan sembrono Trump lebih banyak dicuekin teman-temannya.

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat

PM Inggris Theresa May misalnya, ia menyatakan tidak setuju dengan langkah sekutunya Trump mengumumkan Yerusalem ibukota Israel. May malah mengkritiknya sebagai langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Seperti dirilis Evening Standard, Inggris tidak sependapat, sebelum kesepakatan status akhir. Dan Inggris juga tidak memiliki rencana untuk memindahkan kedubesnya ke tempat yang sama dengan AS, Yerusalem.

Walaupun, Inggris yang pernah membuat Deklarasi Balfour, tetap menghendaki Yerusalem pada akhirnya harus menjadi ibukota bersama, negara Israel dan Palestina.

Sohib lainnya, Prancis, setali tiga uang dengan Inggris. Presiden Emmanuel Macron, juga tidak mendukung langkah Trump. Macron malah menyatakan kecemasannya dan menyebutnya sebagai keputusan sepihak yang sangat disesalkan. Ia lebih menyetujui menghindari kekerasan dengan segala cara, melalui solusi dua negara.

Baca Juga: Ada Apa dengan Terpilihnya Trump?

Pimpinan negara berpengaruh lainnya, Kanselir Jerman Angela Merkel pun sama menyatakan penyesalannya. Jerman tetap pada posisi two state solution, sebagaimana sedang dinegoisasikan dalam beberapa perundingan.

Komunitas di Jerman malah melihat Trump sebagai tantangan yang lebih besar untuk kebijakan luar negeri Jerman daripada pemimpin otoriter di Korea Utara, Rusia atau Turki, menurut sebuah survei oleh Koerber Foundation.

Presiden Palestina Mahmoud Abbas pun telah berkirim surat ke Sekjen Gueterres PBB untuk menghentikan langkah Trump. Abbas sudah mengirim surat pada hari pengumuman itu juga, Rabu (7/12/2017), serta meminta campur tangan Dewan Keamanan PBB (UNSC) menghentikan hal itu.

Langkah Abbas didukung penuh Raja Yordania, yang ditunjuk sebagai penanggung jawab dan penjaga Kota Suci Yerusalem (Al-Quds). Termasuk penjagaan terhadap tanah wakaf Islam Masjid Al-Aqsha dan tempat-tempat suci sekitarnya.

Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang

Tak ketinggalan, The Big Five, China memandang dari sisi kemanan, dan terkait ekonomi, gerakan Trump dapat memicu eskalasi ketegangan global. China, seperti dikatakan, Jubir kemenlu Geng Shuang, selalu mendukung Palestina dalam membangun sebuah negara yang merdeka dan berdaulat penuh, dengan perbatasan tahun 1967 sebagai basis dan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.

Walaupun pada sisi lain, China dan Israel membangun hubungan diplomatik dan ekonomi sejak tahun 1992. Senjata dan peralatan hi-tech China malah dibeli dari Israel.

Di luar itu, Pimpinan Tertinggi Katolik Paus Francis mencemaskan pengumuman Trump akan membawa ketegangan baru di Timur Tengah dan dapat mengobarkan konflik dunia.

Paus meminta semua orang untuk menghormati resolusi PBB atas kota tersebut, yang dianggap suci bagi orang-orang Yahudi, Kristen dan Muslim.

Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat

Vatikan selama ini mendukung solusi dua negara untuk konflik Palestina-Israel, dengan kedua belah pihak menyetujui status Yerusalem sebagai bagian dari proses perdamaian.

Vatikan dan Israel membangun hubungan diplomatik penuh sejak 1994. Vatikan juga telah menandatangani perjanjian pertamanya dengan Negara Palestina pada tahun berikutnya, 1995.

Timteng Menggeliat

Negara-negara di kawasan Timteng yang selama ini dikenal dekat dengan AS, mulai menggeliat tidak sejalan, walau dengan berbagai kalimat yang berbeda.

Baca Juga: Dentuman Perang Memisahkan Sepasang Calon Pengantin

Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi, di antaranya, mendesak presiden AS untuk berhati-hati dan tidak mempersulit keadaan.

Mesir yang tengah memediasi rekonsiliasi Hamas-Fatah, menyebut, langkah Trump akan mempersulit situasi di wilayah tersebut dan dapat membahayakan peluang perdamaian di Timur Tengah.

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, yang juga menentang keputusan Trump. Negaranya yang masig tercatat sebagai anggota NATO pimpinan AS, menyebut, keputusan Trump hanya akan menimbulkan reaksi di seluruh dunia Islam serta dapat menghancurkan fondasi perdamaian.

Suara senada datang dari Uni Emirat Arab, Irak, Lebanon, Qatar, Malaysia, Maroko, Tunisia, Suriah, hingga Arab Saudi, dan tentu Indonesia.

Baca Juga: Bela Masjid Al-Aqsa Sepanjang Masa

Arab Saudi dengan bahasa lain menyebut Trump sebagai “tidak bertanggung jawab dan tidak beralasan”.

Detik Terakhir Trump

Menurut informasi, Liga Arab akan mengadakan pertemuan darurat akhir pekan ini. Organisai Kerjasama Islam (OKI) pun siap menggelar KTT secepatnya.

Di sini, Presiden Joko Widodo dengan cepat tengah menggalang dukungan dari negara-negara Islam untuk menentang keputusan Presiden AS Donald Trump.

Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati

“Kita sudah menghubungi hampir semua negara Islam untuk ini,” ujar Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Kamis (7/12/2017) siang.

DK PBB atas pengajuaun Bolivia kemungkinan juga akan bertemu dalam hari-hari dekat. Bolivia akan berbicara dalam forum bersama Prancis, Mesir, Italia, Senegal, Swedia, Inggris dan Uruguay.

Amerika Serikat sebagai negara yang menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia dan hukum-hukum internasional, serta tidak bisa hidup sendiri di kampung kesejagatan. Mestinya memahaminya, dengan kata-katanya dan tindakannya.

Atau jika tidak, memang ini akhir dari rezim Trump yang sedang menggali kuburan dengan ulah provokasinya sendiri. Mengutip media-media Barat, yang menuliskannya di headline dengan ‘Death Sentence’ dan  ‘Fears of global backlash’ bagi sang Donald Trump.

Kita tunggu detik-detik terakhir Trump ! (A/RS2/B05)

Mi’raj News Agency (MINA)

Rekomendasi untuk Anda

Kolom
Amerika
Internasional
Dunia Islam
Amerika
Amerika