Dewan Gereja Dunia, Para Pemuka Agama Peringati 75 Tahun Nakba Palestina

Kota Yerusalem di Palestina.(Foto: Istimewa)

Yerusalem, MINA – Sekretaris Jenderal Dewan Gereja Dunia (WCC) Pdt. Jerry Pillay menyatakan solidaritas dengan gereja-gereja anggota di Tanah Suci Yerusalem, dalam rangka peringatan 75 Tahun “Malapetaka” .

Para pemuka agama lainnya juga berbagi refleksi serupa pada momen memperingati peristiwa ratusan ribu orang Palestina yang terpaksa melarikan diri atau diusir dari rumah mereka dalam perang atas berdirinya ‘negara sepihak’ pada 1948.

“Nakba, malapetaka yang dialami keluarga-keluarga Palestina 75 tahun lalu, terus menyebabkan perampasan dan penderitaan yang belum terselesaikan bagi banyak orang Palestina—khususnya bagi rakyat ,” kata Pillay dalam laporan WAFA, Selasa (16/5).

“Bahwa warga sipil yang tidak bersenjata – termasuk anak-anak – ditembak dengan peluru tajam, bahkan terbunuh, dan banyak yang terluka – tidak dapat dipertahankan secara hukum atau moral sebagai ungkapan ‘hak untuk membela diri suatu negara,” ungkapnya.

Pillay menyatakan, WCC secara konsisten menegaskan pemahaman lama bahwa status kota Yerusalem harus diselesaikan melalui negosiasi damai.

Baca Juga:  Sejarah Hardiknas, Mengenang Bapak Pendidikan Indonesia 

“Yerusalem adalah Kota Suci bersama dari tiga agama: Yudaisme, Kristen, dan Islam. Kami mendesak masyarakat internasional untuk mempercepat semua upaya menuju solusi yang adil dan layak yang menghormati aspirasi semua orang yang tinggal di Tanah Suci sejalan dengan konvensi dan resolusi internasional,” ujarnya.

Pillay juga menyatakan solidaritas dengan pernyataan Dewan Patriark dan Kepala Gereja di Yerusalem yang menegaskan kembali seruan gereja untuk mengupayakan perdamaian yang adil dan abadi bagi semua orang di Tanah Suci.

“Pernyataan itu mendesak semua orang untuk bekerja sama membangun masa depan yang lebih baik dan lebih manusiawi untuk semua,” kata Pillay, yang juga menyampaikan doa untuk Palestina dan Israel.

Pada kesempatan yang sama, Patriark Emeritus Michel Sabbah merenungkan bahwa senjata dan perang tidak menjamin perdamaian—tetapi persamaan dan keadilan.

“Di masa lalu, Israel telah mencoba menjamin keamanannya dengan melihat ke seberang lautan kepada mereka yang memasok senjata. Namun, keamanan Israel bergantung pada mereka yang dekat dan khususnya pada warga Palestina. Perdamaian harus dimulai dengan mereka. Hanya perdamaian dengan mereka yang akan membebaskan negeri ini, yang dipanggil untuk menjadi suci, dari pertumpahan darah,” katanya.

Baca Juga:  Ismail Haniya: Tidak Ada Satu pun Rumah Di Gaza Kecuali Ada Syuhadanya

Sabbah menambahkan, hanya keadilan dan perdamaian, kesetaraan dan rekonsiliasi yang dapat membuka jalan menuju realisasi panggilan tanah ini untuk benar-benar menjadi tanah suci, rumah yang aman di mana warga Palestina dan Israel dapat merayakan kehidupan satu sama lain.

Pendeta Munther Isaac, moderator Global Kairos for Justice Coalition, berbicara tentang ingatan tentang apa, di matanya, merupakan bencana yang menyakitkan.

“Kami tidak mengalami bencana; kami jalani. Kami masih hidup dalam realitas imigrasi; hak kami dilanggar,” tegasnya.

Isaac mengatakan ada banyak desa Kristen yang dihancurkan pada peristiwa Nakba.

“Hari ini kita membutuhkan pembacaan sadar tentang apa yang terjadi pada tahun 1948. Tanpa keadilan, tidak ada kedamaian. Kita harus terus berharap akan realitas baru; masa depan yang lebih baik untuk anak laki-laki dan perempuan kita; masa depan tanpa pengecualian atau diskriminasi,” ujarnya.

Baca Juga:  MER-C Kecam Israel Terkait Temuan Kuburan Massal di Gaza

Institut Pendidikan Arab juga merilis pesan yang menggambarkan Nakba sebagai bencana dan malapetaka.

“Pengusiran rakyat Palestina adalah kejahatan perang, dan Nakba berlanjut melawan rakyat kami, tanah kami, dan rumah kami hingga hari ini,” bunyi pesan tersebut.

“Rakyat kami masih menuntut hak untuk kembali ke rumah dan tanah mereka di Palestina hingga hari ini.”

Ia juga mencatat bahwa perlawanan terus berlanjut.

“Nakba berlanjut, perlawanan berlanjut, dan harapan kebebasan sudah dekat, jika kita bersatu dan tetap teguh. Persatuan adalah kekuatan kita,” bunyi pesan tersebut.

Peristiwa Nakba mengarah pada tragedi pengusiran massal dan pembersihan etnis terhadap rakyat Palestina, kota-kota, dan pedesaannya di bawah tangan para pemukim ekstrimis Yahudi dan milisi Zionis.

Pembantaian terjadi di desa-desa Palestina, saat milisi Zionis melakukan pembunuhan tanpa pandang bulu terhadap warga yang tak bersenjata dan menguburkannya secara massal. Diperkirakan, sekitar 15.000 warga Palestina tewas, dan lebih dari 750.000 lainnya harus lari dari rumah mereka dan hidup sebagai pengungsi.(T/R1/P1)

 

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: Rana Setiawan

Editor: Ismet Rauf

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.