Di PBB, Indonesia Serukan Pencegahan Terorisme Melalui Internet

Wakil Presiden RI Jusuf Kalla di Sidang Umum PBB ke-74 di New York, Amerika Serikat (foto: istimewa)

New York, MINA – Wakil Presiden RI (Wapres) Jusuf Kalla menyerukan kepada para pemimpin negara di PBB, ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mencegah faham radikalisme dan yang tersebar melalui .

Menurutnya, penyebaran ujaran kebencian, paham nasionalis-kanan, dan Xenophobia yang berujung pada tindak terorisme semakin menemukan lahan untuk tumbuh subur di internet. Untuk itu penyebaran terorisme melalui internet dan media sosial merupakan ancaman nyata bagi perdamaian dan keamanan internasional.

“Tidak ada negara yang imun dari ancaman terorisme, Indonesia berkeyakinan bahwa kerjasama internasional yang inklusif harus dilakukan,” tegas Wapres JK dalam pidatonya di salah satu agenda ke-74 dengan tema “Leaders Dialogue on Strategic Responses to Terrorist and Violen Extremist Narratives di Conference room 1” di Markas Besar PBB di New York, Amerika Serikat, Senin (23/9) malam.

“Kita tidak boleh hanya mengecam namun juga mendorong perubahan dan aksi nyata,” serunya.

Oleh karena itu Wapres menyerukan ada beberapa hal, yaitu yang pertama, memastikan adanya infrastruktur legal untuk mencegah penggunaaan dunia maya untuk penyebaran konten radikal.

“Penegakan hukum harus diperkuat terhadap kejahatan penyebaran konten radikal,” pesannya. Di Indonesia, terang Wapres, penyebaran konten radikal di internet adalah sebuah kejahatan dan tindak kriminal.

“Patroli siber serta mekanisme penanganan aduan konten juga harus diperkuat,” sarannya.

Kedua, jelas Wapres, pelibatan platform digital merupakan sebuah keniscayaan. Kejadian di Christchurch, menurutnya telah membuka mata kita semua bahwa internet dapat menjadi alat teroris dalam menyebarkan pahamnya.

“Raksasa platform digital dunia harus memastikan mekanisme tidak digunakannya media digital sebagai sarana menyebarkan konten radikal,” paparnya.

Ketiga, kata Wapres, pemberdayaan netizen untuk melawan radikalisme dan terorisme melalui media sosial.

“Gerakan spontan netizen untuk melawan tindakan terorisme dan serangan Thamrin di Jakarta pada Januari 2016 adalah salah satu contoh,” tandasnya.

“Indonesia meyakini bahwa narasi konten radikal hanya dapat diatasi dengan langkah bersama untuk melawannya,” jelasnya. (T/Sj/P2)

Mi’raj News Agency (MINA)