Oleh Rasha Abou Jalal, jurnalis di Gaza
Kawthar Shomar, 35 tahun, bangun setiap pagi untuk berdiri dalam antrean panjang di sebelah barat Kota Deir al-Balah demi mendapatkan makanan bagi anak-anaknya.
Begitu selesai memberi mereka makan, ia bersiap untuk pergi ke sebuah kios di pasar kota. Di sana ia akan menghabiskan hari dengan menjahit sepatu usang untuk mendapatkan uang guna memenuhi kebutuhan dasar keluarganya, termasuk selimut untuk melindungi diri dari musim dingin yang telah merenggut beberapa nyawa.
Shomar menjadi janda setelah serangan udara menewaskan suaminya pada Desember 2023 dalam sebuah serangan di Pasar Shujaiya yang populer di Kota Gaza.
Baca Juga: 10 Rahasia Sukses Muslimah Mengatur Keuangan di Era Digital
“Setelah suami saya menjadi syuhada, saya pergi bersama keempat anak saya ke Jalur Gaza Selatan untuk menghindari pengeboman. Saya tidak tahu ke mana saya akan pergi,” kata Shomar kepada The Electronic Intifada pada Desember 2024.
Dia dan anak-anaknya mengungsi lebih dari enam kali, selama serangan genosida Israel, dan berakhir di sebuah tenda di dalam tempat penampungan bagi orang-orang terlantar di sebelah barat Deir al-Balah.
“Saya tidak punya uang untuk membeli pakaian dan makanan untuk anak-anak saya. Akhirnya, saya memutuskan untuk menjual cincin kawin saya,” katanya.
Shomar awalnya bekerja membuat kue kering dan menjualnya dari sebuah kios kecil. Sekarang dia menjahit sepatu usang.
Baca Juga: Presiden Prabowo Soroti Isu Lingkungan, Kemiskinan, dan Kesehatan di Kongres XVIII Muslimat NU
“Saya merasa harus menjadi wanita super, dan saya menghadapi banyak tanggung jawab yang sulit terhadap keluarga saya. Yang saya inginkan hanyalah agar anak-anak saya merasa aman lagi dan agar saya mendapatkan kembali sebagian dari kehidupan yang dicuri perang.”
Populasi janda
Shomar tidak sendirian. Serangan Israel yang membabi buta telah menciptakan populasi janda yang tidak hanya perlu menyediakan makanan, pakaian, dan tempat tinggal bagi anak-anak mereka, tetapi juga harus belajar sendiri bagaimana menghadapi pengungsian berulang kali dari daerah yang menjadi sasaran serangan Israel.
Di kamp pengungsi Pantai, sebelah barat Kota Gaza, Hasina Younis mengatakan, dia berjuang pada hari terakhir bulan Desember untuk mengisi galon plastik dengan air minum untuk kelima anaknya di tengah kerumunan orang yang menunggu untuk melakukan hal yang sama.
Baca Juga: Aturan Pembatasan Medsos untuk Anak Harus Komprehensif Hingga Menyangkut Kesehatan Mental
Younis, 41 tahun, menjadi janda setelah serangan udara Israel menewaskan suaminya pada bulan Maret 2024.
“Setelah saya mendapatkan air minum, saya mulai mengaduk tepung dan memanggangnya dalam oven tanah liat yang saya beli untuk memberi makan kelima anak saya,” kata Younis kepada The Electronic Intifada melalui telepon.
Namun, dia tidak mematuhi perintah militer Israel untuk pindah dari utara dan bersikeras untuk tetap tinggal di kotanya.
Itu sangat kejam. Serangan Israel di utara yang berlangsung dari awal Oktober 2024 hingga gencatan senjata mulai berlaku pada tanggal 19 Januari 2025, menyebabkan mereka yang tertinggal di utara menderita kelaparan dan pengeboman tanpa henti. Banyak yang meninggal.
Baca Juga: 10 Sunnah Rasulullah yang Mudah Diterapkan Muslimah
Younis dulu bekerja sebagai guru di sekolah swasta yang hancur dalam serangan Israel. Karena tidak dapat mengajar, ia malah mencari pekerjaan selama 16 bulan terakhir dengan menyulam pakaian dan membuat parfum di sebuah kios kecil yang dibangun saudaranya di sebuah pasar di sebelah barat kota.
Younis merasa bahwa para janda telah ditelantarkan.
“Tidak ada yang peduli dengan kami,” katanya.
Setelah Younis selesai bekerja, ia menggunakan pengalaman mengajarnya untuk mengajar anak-anaknya dalam bahasa Inggris, matematika, dan sains di tenda kecil mereka yang sekarang menjadi rumah.
Baca Juga: Muslimah Berprestasi: Menggapai Cita-Cita Tanpa Melanggar Syariat
Perang terhadap perempuan
“Perang Israel yang sedang berlangsung di Jalur Gaza adalah perang terhadap perempuan,” kata Ismail al-Thawabtah dari kantor media pemerintah di Gaza, kepada The Electronic Intifada pada 1 Januari lalu.
Ia mengatakan, perempuan dan anak-anak menanggung beban agresi tersebut, yang merupakan sekitar 70 persen dari total korban. Menurut PBB, sedikitnya 17.000 anak kehilangan ayah atau kedua orangtua mereka selama agresi genosida Israel selama 16 bulan.
Sebagai tanggapan, para relawan mendirikan kamp Al-Barakah untuk para janda dan anak-anak mereka yang mengungsi pada bulan April 2024 lalu di daerah al-Mawasi, Khan Yunis, untuk menyediakan lingkungan yang aman bagi para janda dan anak yatim.
Baca Juga: Adab Muslimah Saat Menghadiri Majelis Ilmu
Direktur kamp, Mahmoud Kalakh, mengatakan, kamp tersebut berdiri karena adanya permintaan dari para janda untuk menyediakan tempat berlindung mereka sendiri, karena kurangnya tenda yang tersedia dan kepadatan yang parah di tempat-tempat penampungan lainnya.
Kamp tersebut saat ini menampung sekitar 70 janda beserta anak-anak mereka.
Menurut Kalakh, kamp tersebut menyediakan makanan harian, air minum, dan listrik terbatas untuk mengisi daya ponsel dan penerangan.
Abla Mansour, 36 tahun, yang suaminya syahid dalam serangan Israel bulan April lalu, tinggal di kamp tersebut bersama ketiga anaknya, yang berusia 4, 10, dan 12 tahun.
Baca Juga: Kontribusi Muslimah dalam Dakwah
“Terkadang saya harus tidur dalam keadaan lapar untuk menyisakan makanan bagi anak-anak saya,” katanya pada awal Januari 2025.
Ia mengatakan anak-anaknya berusaha membantu ibu mereka dengan cara apa pun yang mereka bisa, seperti mengumpulkan kayu untuk menyalakan api, mengantre panjang untuk mendapatkan air minum bagi keluarga, atau melakukan berbagai tugas lainnya.
Saat malam tiba, Mansour menggunakan cahaya lilin yang redup untuk menjahit pakaian lama yang akan ia coba jual di pasar terdekat. Ia mengatakan, uang yang ia hasilkan hampir tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar anak-anaknya.
Namun, ia menolak untuk menyerah.
Baca Juga: Pentingnya Ilmu Fiqih bagi Muslimah Modern
“Harapan adalah satu-satunya hal yang tersisa bagi kami,” katanya. []
Sumber: The Electronic Intifada
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Polri-‘Aisyiyah Jalin Kerja Sama Lindungi Perempuan dan Anak