Oleh Rd. Roro Atmim N, M.Pd, Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Shuffah Al-Quran (STISA) ABM Online dan Mahasiswa S3 UIN Raden Intan Lampung
Anak adalah amanah yang sangat berharga. Al-Qur’an menggambarkan keturunan sebagai qurrata a‘yuni (penyejuk hati) sekaligus ujian bagi orang tua.
Generasi masa depan harus dipersiapkan dengan tarbiyah yang sesuai fitrah agar tumbuh menjadi insan yang kuat, berakhlak mulia, dan berperan dalam peradaban. Generasi inilah yang disebut Diamond Generation, generasi yang bernilai, tangguh, dan bercahaya seperti berlian.
Allah berfirman, yang artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka…” (Q.S. At-Taḥrīm [66]: 6). Ayat ini menegaskan tanggung jawab orang tua dalam mempersiapkan generasi yang beriman, berilmu, dan bertakwa.
Baca Juga: Angka Buta Aksara di Indonesia Turun Jadi 0,92 Persen
Konsep Diamond Generation dalam perspektif Qur’ani, antara lain:
- Generasi sebagai Amanah dan Nikmat
Allah menyebut keturunan sebagai anugerah (QS. Asy-Syūrā [42]: 49–50). Ayat ini menekankan bahwa keturunan adalah karunia, bukan sekadar hasil usaha manusia. Oleh karena itu, mendidik generasi harus dipandang sebagai amanah ilahiah.
- Generasi Berbasis Fitrah
Al-Qur’an menegaskan fitrah sebagai dasar penciptaan manusia (QS. Ar-Rūm [30]: 30). Fitrah dalam konteks pendidikan Islam dipahami sebagai potensi bawaan spiritual, moral, dan intelektual yang harus dijaga dan diarahkan sejak dini.
- Generasi Mulia karena Taqwa
Kemuliaan generasi tidak ditentukan oleh asal-usul, tetapi ketakwaan (QS. Al-Ḥujurāt [49]: 13). Konsep pendidikan berbasis fitrah akan melahirkan generasi beriman sekaligus kompeten dalam menghadapi tantangan zaman.
Baca Juga: 5 Cara Membangun Pendidikan Berkarakter Kuat
Adapun tahapan Qurani dalam pembentukan generasi, mengutip pandangan H.M. Ghalib (The Concept of Fithrah as a Paradigm Education: Perspective of The Quran, 2022) meliputi:
- Fase Anak Usia Dini (0–7 Tahun)
Rasulullah bersabda: “Perintahkanlah anak-anakmu shalat ketika berusia tujuh tahun…” (H.R. Abu Dawud).
Fase ini adalah masa membangun pondasi iman dan kasih sayang. Pendidikan yang dipersiapkan pada fase ini adalah Pondasi keimanan, Karakter berbasis pada pemenuhan hak, Dimanja dan disayang, Pendidikan ego, Pendidikan emosi, Pendidikan motorik.
2. Fase Pendidikan dan Disiplin (7–15 Tahun)
Baca Juga: Pesantren Al-Fatah Pekalongan Gelar Tahfidz Camp ke-3
Al-An‘ām [6]: 152 menyinggung masa “asyuddah” (kedewasaan awal). Anak mulai dididik disiplin ibadah, akhlak sosial, dan tanggung jawab.
Pada fase awal ini, manusia berada dalam posisi sebagai tawanan (no body), di mana ia belum memiliki kendali penuh atas dirinya sendiri. Pada tahap ini, individu lebih banyak berperan sebagai objek pendidikan, bukan sebagai subjek yang aktif menentukan arah dan tujuan pembelajarannya. Oleh karena itu, ia perlu diajarkan, diarahkan, dan dibentuk melalui bimbingan yang terstruktur.
Motivasi utama dalam proses pendidikan pada fase ini bersumber dari keimanan, sehingga segala aktivitas pendidikan senantiasa berorientasi pada nilai-nilai spiritual.
Bentuk pendidikan yang diberikan meliputi berbagai aspek penting, antara lain:
Baca Juga: Pesantren Tahfidz: Mencetak Pemimpin Berkualitas dengan Iman dan Amal
- Pendidikan akal dan kepribadian, khususnya dalam hal pembentukan disiplin sebagai dasar karakter.
- Penguatan kompetensi hidup, berupa daya juang, ketahanan, dan kekuatan menghadapi berbagai tantangan.
- Pendidikan ibadah yang berorientasi pada kewajiban, misalnya melalui pembiasaan shalat dengan tahapan yang detail, tepat, dan sesuai tuntunan syariat.
- Pendidikan sosial, yang menanamkan nilai kebersamaan, kepedulian, dan tanggung jawab dalam lingkungan masyarakat.
- Pendidikan penalaran, yang menumbuhkan kemampuan berpikir kritis dan logis dalam memahami realitas kehidupan.
- Pendidikan kedisiplinan, yang menekankan konsistensi, keteraturan, dan ketertiban dalam segala aspek kehidupan sehari-hari.
3. Fase Pemuda Aqil-Baligh (15–40 Tahun)
Dalam perspektif Islam, usia 15 tahun dipandang sebagai batas akhir seseorang dinyatakan sebagai mukallaf, yakni telah terbebani tanggung jawab syariat.
Pandangan ini sejalan dengan ijtihad Umar bin Abdul Aziz yang menegaskan bahwa pada usia tersebut seseorang sudah dapat diberi izin untuk ikut berperang.
Baca Juga: Generasi yang Terjual: Pendidikan Indonesia Dikuasai Pemimpin Rakus
Memasuki rentang usia 15 hingga 40 tahun, individu berada pada fase puncak energi, semangat, dinamika, serta kekuatan penalaran.
Pada tahap ini, pengembangan bakat, potensi, serta pembangunan profesionalisme menjadi aspek utama yang perlu diarahkan. Usia ini merupakan momentum produktif yang menentukan arah kehidupan seseorang, baik dalam bidang intelektual, spiritual, maupun sosial.
Adapun pada usia 40 tahun, Allah menganugerahkan sesuatu yang luar biasa, yaitu hikmah dan kebijaksanaan. Hal ini ditegaskan dalam Al-Qur’an surat Al-Ahqaf ayat 15, yang mengisyaratkan kedewasaan paripurna ketika seseorang mencapai usia tersebut. Tidak heran bila dalam banyak tradisi disebutkan bahwa “life begins at 40,” karena pada titik inilah kematangan berpikir, kestabilan emosi, serta kedewasaan spiritual benar-benar mencapai puncaknya.
Rentang usia tersebut juga merupakan periode penting untuk pembentukan dan pembangunan keluarga (family-building). Kesiapan seseorang disebut dewasa dan mukallaf secara sempurna ketika ia telah siap memikul tanggung jawab berumah tangga. Hal ini menunjukkan bahwa keluarga merupakan inti peradaban, di mana nilai-nilai agama, moral, dan sosial ditanamkan serta diwariskan kepada generasi berikutnya.
Baca Juga: Guru Membawa Cahaya, DPR Membawa Wacana
4. Fase Kedewasaan (≥ 40 Tahun)
Al-Aḥqāf [46]: 15 menyebut usia 40 sebagai puncak kedewasaan dan kebijaksanaan. Diamond Generation di tahap ini menjadi pilar peradaban, membangun keluarga, dan melahirkan keturunan yang saleh.
Karakteristik Diamond Generation dalam Perspektif Qur’an: Beriman dan Beramal Saleh (QS. An-Naḥl [16]: 97), Berilmu dan Bijaksana (QS. Yusuf [12]: 22), Mandiri dan Tangguh (QS. Al-Insyiqāq [84]: 19), Pemimpin dalam Ketakwaan (QS. Al-Furqān [25]: 74).
Baca Juga: Anak Asuh FDP Diterima di Madrasah Mustafawiyah Kedah Malaysia
Di Era digital kini diperlukan perhatian bagi para orangtua mengenai pentingnya dimensi iman dan ilmu dalam membangun generasi Muslim yang unggul dan Tangguh dan bagaimana ilmu parenting berbasis fitrah dapat menjadi inspirasi tentang bagaimana strategi pengasuhan dalam menghadapi dampak teknologi pada perkembangan anak.
Analisis kritis menunjukkan bahwa Diamond Generation Qur’ani menekankan keseimbangan iman, ilmu, akhlak, dan tanggung jawab sosial. Sebaliknya, generasi modern lebih adaptif teknologi, tetapi menghadapi tantangan spiritual dan moral.
Kajian Qur’ani menunjukkan bahwa pembentukan Diamond Generation adalah proses tarbiyah terintegrasi: menjaga fitrah sejak lahir, menanamkan iman, melatih akhlak, membentuk kemandirian, dan mengarahkan pada ketakwaan. Generasi berlian inilah yang diharapkan mampu memimpin peradaban.
Perbandingan dengan generasi modern menegaskan bahwa ajaran Qur’ani dapat menjadi solusi untuk mengarahkan Millennial dan Gen Z agar tidak kehilangan identitas spiritual di tengah arus globalisasi. []
Baca Juga: Membesarkan Anak Saleh di Tengah Kiamat Moral
Baca Juga: Guru: Pelita Bangsa yang Belum Merdeka dari Gelap Perjuangan