Manila, MINA – Pemerintah Filipina menuai kecaman di dalam negeri dan di luar negeri atas keputusan badan regulasi negara itu yang menutup salah satu situs berita independen terkemuka karena mengkritik Presiden Rodrigo Duterte.
Situs berita online Rappler adalah satu dari beberapa organisasi berita yang mengkritik Presiden Rodrigo Duterte. Perang melawan narkoba yang dikobarkan Duterte telah menewaskan hampir 4.000 orang, dan menimbulkan liputan berita kritis.
Filipina telah mencabut lisensi dari situs berita terkemuka Rappler
Serikat Jurnalis Nasional Filipina menyuarakan kemarahan mereka atas keputusan tersebut dan meminta semua wartawan Filipina bersatu dan menolak setiap upaya untuk membungkam pers, Deutsche Welle melaporkan.
Baca Juga: Ribuan Warga di London Pawai Sambut Gencatan Senjata di Gaza
Harry Roque, juru bicara presiden, membantah pemeritah Duterte berusaha mengendalikan kebebasan pers.
Komisi Sekuritas dan Bursa, dalam sebuah keputusan yang dibuat minggu lalu namun baru diterbitkan pada Senin (15/1), memutuskan Rappler Holdings bersalah karena memiliki kepemilikan asing dan dengan demikian melanggar konstitusi.
Rappler mengakui mereka memiliki dua investor asing namun mengatakan investor tersebut tidak memiliki saham di perusahaan media dan karenanya tidak memiliki pengaruh terhadap konten editorial Rappler.
Rappler berjanji akan menantang keputusan komisi tersebut di pengadilan, dan juga meminta dukungan dari masyarakat.
Baca Juga: PBB Siapkan Aturan Pengiriman Bantuan ke Gaza
“Apa artinya ini bagi Anda, dan bagi kami, adalah komisi tersebut memerintahkan kami untuk menutup toko, untuk berhenti menceritakan kisah Anda, untuk berhenti mengatakan kebenaran kepada peguasa,” kata Rappler dalam sebuah pernyataan. (T/R11/B05)
Miraj News Agency (MINA)
Baca Juga: Mahkamah Agung: TikTok Dilarang di AS Mulai 19 Januari