Oleh: Rana Setiawan, Jurnalis Kantor Berita MINA
Pendaratan sebuah jet pribadi Israel di pangkalan militer Pakistan bulan lalu menjadi misteri besar. Hal ini karena kedua negara tak memiliki hubungan diplomatik secara formal.
Menurut MEMO, pesawat jet tersebut mendarat di Noor Khan Airbase, pangkalan militer di Rawalpindi, selatan ibukota Pakistan Islamabad pada Rabu 24 Oktober 2018. Meski desas-desus tentang pendaratan muncul selama lebih dari sepekan, konfirmasi pertama dari kejadian itu oleh beberapa saksi mata baru dikeluarkan pada Kamis ini (8/11).
Sebanyak tiga staf dan seorang pilot di pangkalan udara Pakistan menjadi saksi mata kehadiran jet pribadi Israel.
Baca Juga: Ini Doa Terbaik Dari Keluarga untuk Jamaah Yang Pulang Umrah
Rumor penerbangan pertama kali muncul pada Kamis 25 Oktober 2018 ketika Avi Scharf, seorang editor edisi bahasa Inggris media Israel Haaretz, mecuit di akun pakistan-553677754" target="_blank" rel="noopener">Twitter miliknya soal peta penerbangan yang diduga menunjukkan jet pribadi terbang dari Tel Aviv menuju Islamabad.
Scharf men-tweet bahwa pesawat itu “mendarat 10 jam, dan [terbang] kembali ke TLV [Tel Aviv]”. Dia menambahkan, lokasi pendaratan itu “dihapus dari rencana penerbangan dengan tipuan pendaratan selama 5 menit di Amman,” sebuah persinggahan yang sebelumnya digunakan oleh pesawat Israel yang terbang ke negara-negara yang tidak memiliki hubungan diplomatik dengan negara Yahudi itu.
Badai respon warga net di Twitter secara cepat menyusul bersamaan dengan beberapa spekulasi bahwa Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah naik ke pesawat untuk mengunjungi Pakistan menjelang kunjungannya ke Oman pada Senin 26 Oktober 2018.
Pemerintah Pakistan berusaha untuk mengekang desas-desus tersebut. Menteri Informasi dan Penyiaran Pakistan Fawad Chaudhry mengatakan pada Rabu 28 Oktober 2018 bahwa pemerintah Pakistan tidak akan mengadakan dialog rahasia dengan Israel.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-21] Tentang Istiqamah
Chaudhry menulis di Twitter: “Yang benar adalah [Perdana Menteri Pakistan] Imran Khan bukan Nawaz Sharif,” mantan PM Pakistan yang pada tahun 1998 yang diduga mengirim utusan rahasia untuk meyakinkan Netanyahu bahwa Pakistan tidak akan berbagi kemampuan nuklirnya dengan Iran.
Tweet Chaudhry melanjutkan: “Kami tidak akan mengadakan dialog rahasia dengan [Perdana Menteri India Narendra] Modi atau Israel. Tidak ada yang perlu khawatir karena Pakistan berada di tangan yang aman.”
Presiden Pakistan Arif Alvi juga terpaksa mengeluarkan sebuah pernyataan, mengatakan bahwa Pakistan tidak akan menjalin hubungan dengan Israel dan mendukung Palestina karena Jalur Gaza juga menghadapi “kekejaman yang belum pernah terjadi sebelumnya” seperti Kashmir – yang diperebutkan oleh Pakistan, India dan Cina.
Namun meskipun pemerintah berusaha untuk mengubur spekulasi itu, para saksi mata pada peristiwa itu telah mengonfirmasinya, sebuah pesawat Israel memang mendarat di Pakistan pada Rabu 24 Oktober 2018.
Baca Juga: Hijrah Hati dan Diri: Panduan Syariah untuk Transformasi Spiritual dan Pribadi
Jet Israel itu dilihat oleh seorang pilot ketika terbang di sebelah pesawatnya sendiri, sesaat sebelum mendarat di Rawalpindi. Pilot berbicara kepada Middle East Eye (MEE) dengan syarat tidak mau disebutkan identitasnya, “karena sensitivitas subjek”.
Kesaksian seorang pilot itu kemudian juga dikonfirmasi oleh tiga anggota staf di pangkalan udara yang bersangkutan. “Seorang [anggota staf] mengatakan dia melihat sebuah mobil membawa delegasi yang turun dari pesawat yang kembali beberapa jam kemudian,” tambah MEE.
Pertanyaan besar tentang apa yang dilakukan pesawat Israel di Pakistan, siapa yang berada di jet pribadi dan apa yang mereka lakukan selama sepuluh jam sebelum kembali ke pesawat itu, tentunya masih perlu terus digali informasinya.
Misteri semakin mendalam dengan foto yang diposting di Tweet Scharf yang menegaskan bahwa pesawat itu tidak terdaftar di Israel. Menurut laporan media Print, pada kenyataannya, pesawat itu terdaftar pada 22 Februari 2017 di Negara Isle of Man, sebuah wilayah di Inggris Raya, atas nama Multibird Overseas Ltd..
Baca Juga: Aksi Peduli Palestina: Cara Efektif dan Nyata Membantu Sesama yang Membutuhkan
Jet pribadi berjenis XRS ini dibuat oleh perusahaan asal Kanada, Bombardier Global Express. Hingga kini, fakta mengenai kepemilikan pesawat tersebut masih belum jelas.
Tentunya bukan suatu kebetulan jika pendaratan tersebut datang dengan latar belakang upaya normalisasi kuat antara Israel dan berbagai negara Muslim dalam beberapa pekan terakhir, termasuk kunjungan oleh tokoh-tokoh pendiri Israel ke Oman dan Uni Emirat Arab (UEA).
Upaya diplomatik juga telah dilakukan antara Israel dan Bahrain, dalam apa yang dianggap sebagai persiapan untuk hubungan terbuka antara kedua negara dan kunjungan ke negara-negara Teluk oleh Netanyahu.
Baca Juga: Enam Cara Mudah Bantu Palestina
Israel dan Pakistan tidak memiliki hubungan diplomatik secara formal. Paspor Israel pun tak berlaku untuk perjalanan ke Pakistan begitu pun sebaliknya.
Pakistan sebagai negara mayoritas Muslim tentunya mendukung penuh Palestina. Secara historis Pakistan telah mendukung posisi Palestina di tingkat internasional, mendukung tentara Arab dalam Perang Enam Hari tahun 1967 dan Perang 1973, yang dikenal sebagai Perang Yom Kippur.
Meski demikian terlepas hubungan kuat Pakistan dengan Palestina, tentunya dalam situasi berlawanan, secara historis Israel dan Pakistan telah berhubungan satu sama lain secara rahasia melalui agen intelijen masing-masing – ISI Pakistan dan Mossad Israel – khususnya sejak Perang Soviet-Afghanistan antara 1979 dan 1989.
Menurut laporan Jang News, banyak tokoh Pakistan terkemuka telah mengunjungi Israel.
Baca Juga: Makna Mubazir dalam Tafsir Al-Isra’ Ayat 27, Mengapa Pelaku Pemborosan Disebut Saudara Setan?
Pada 2005, Menteri Luar Negeri Israel saat itu, Silvan Shalom, bertemu dengan mitranya dari Pakistan, Khurshid Kasuri, di Istanbul, Turki. Khurshid Kasuri menegaskan dukungannya pada hubungan antara Pakistan dan Israel.
Mantan Presiden Pakistan Pervez Musharraf telah secara terbuka berbicara mengenai hubungan diplomatik dengan Israel. Dia adalah seorang Muslim Pakistan pertama yang diwawancarai oleh penulis media Israel Haaretz Danna Harman di London. Mantan penguasa militer itu juga pernah menghadiri makan malam Kongres Yahudi Amerika Serikat di New York sebagai tamu kehormatan.
Pada 2016, seorang cendekiawan dan penulis Pakistan, Malik Shahrukh, memulai Kelompok Persahabatan Pakistan-Israel, yang mengkampanyekan hubungan diplomatik antara dua negara. Tashbih Sayyed, seorang kolumnis Amerika Serikat kelahiran Pakistan yang terkenal secara terang-terangan menyatakan dukungannya terhadap Israel di banyak kolom dan tulisan sepanjang karier jurnalistiknya.
Di bidang militer, pada 2009, Kepala Badan Intelijen Nasional Pakistan menghubungi para pejabat Israel untuk memperingatkan kemungkinan serangan terhadap sasaran Israel di India.
Baca Juga: Suriah dan Corak Bendera yang Berganti
Departemen Bisnis, Inovasi dan Keterampilan Kementerian Luar Negeri Inggris mengungkapkan pada 2013, Israel telah mengekspor teknologi militer ke Pakistan. Sebelumnya, pada 2011, Israel berusaha membeli dari peralatan alat utama sistem persenjataan (alutsista) Inggris yang kemudian akan diekspor ke Pakistan. Alutsista itu termasuk sistem peperangan elektronik dan bagian pesawat. Israel segera membantah laporan itu dan Pakistan menyebut kabar itu “menyesatkan,” (Press Trust of India; 12 June 2013).
Di fihak Israel secara terbuka ingin membangun hubungan yang lebih kuat dengan Pakistan. Berbicara di Karachi, India, pada 2017, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menepis klaim bahwa hubungan Israel dengan India merupakan ancaman terhadap Pakistan.
“Kami bukan musuh Pakistan dan Pakistan seharusnya bukan musuh kami,” kata Netanyahu kepada wartawan sebagaimana dilaporkan JPOST.
Daniel Shapiro, mantan Duta Besar Amerika Serikat untuk Israel, mengatakan kepada JTA bahwa dia mengharapkan Israel untuk terus mencari jalan untuk membuka hubungan dengan banyak negara yang belum memiliki hubungan diplomatik secara formal di masa lalu, termasuk Pakistan.
Baca Juga: [Hadits Arbain Ke-20] Malu Bagian dari Iman
“Persepsi negatif tentang Israel oleh beberapa orang di Pakistan, dan mengenai kemitraan dekat Israel dengan India, dapat memaksakan beberapa batasan pada apa yang terjadi,” ia memperingatkan. “Tetapi itu tidak berarti hubungan yang tenang (rahasia) berdasarkan kerja sama keamanan atau akses kepada teknologi Israel tidak masuk akal. Mereka dapat memberikan manfaat timbal balik yang penting bahkan sebelum membangun hubungan resmi, adalah memungkinkan,” ujar Dubes Shapiro.
Jurnalis Pakistan Kamran Yousaf, baru-baru ini menulis di The Express Tribune, surat kabar yang berafiliasi dengan New York Times, mengatakan bahwa “Diplomasi adalah seni membuat teman baru dan menghindari konfrontasi dengan negara-negara yang tidak memiliki hubungan terbaik.”
Menurut dia, kebijakan Pakistan terhadap Israel secara historis mengikuti boikot dunia Muslim terhadap negara Yahudi menjadi sebuah realitas diplomatik dingin yang tampaknya makin mencair.
“Para pendukung kebijakan itu kini telah merubah arahnya sendiri,” tulis Yousaf. “Arab Saudi adalah contoh utama,” tegas dia.
Baca Juga: Hari HAM Sedunia: Momentum Perjuangan Palestina
Normalisasi Hubungan Diplomatik
Organisasi gerakan kampanye global anti-Israel, yakni Boikot, Penghentian Saham, dan Sanksi (Boycott, Divestment and Sanctions – BDS) baru-baru ini melaporkan sebanyak 20 persen dari total negara-negara Arab dan Islam memiliki hubungan diplomatik dengan Israel.
Melalui laporan yang dikeluarkan akhir Oktober 2018 berjudul “Realitas Normalisasi di Dunia Arab dan Islam,” BDS melaporkan bahwa sembilan negara Arab memiliki hubungan diplomatik penuh dengan otoritas pendudukan Israel, sementara enam negara lainnya yang menjalin hubungan skala rendah dengan negara entitas Zionis itu.
BDS memperingatkan negara-negara Arab tentang apa yang digambarkan sebagai “realitas berbahaya” yang dihasilkan dari “normalisasi negara-negara Arab” yang belum pernah terjadi sebelumnya dengan Israel. ”
Baca Juga: Literasi tentang Palestina Muncul dari UIN Jakarta
Kampanye BDS yang dipimpin Palestina tersebut menyerukan semua negara Arab dan Islam “untuk meninggalkan normalisasi dengan pendudukan [Israel] serta menekan mereka untuk mengakui hak-hak rakyat Palestina.”
Organisasi anti-Israel menunjukkan, mereka telah mengikuti perkembangan apa yang digambarkan sebagai “normalisasi formal dan informal” di seluruh wilayah Arab, menuduh beberapa negara yang terlibat “melakukan kejahatan yang tak termaafkan.”
“Palestina tidak akan memaafkan siapa pun yang menormalisasi hubungan dengan entitas Zionis [Israel],” tegas BDS dalam laporannya.
BDS adalah gerakan yang dipimpin Palestina untuk kebebasan, keadilan dan kesetaraan. Organisasi ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran global tentang pentingnya memboikot otoritas pendudukan Israel di semua tingkatan dan menolak koeksistensi dan negara-negara yang menormalisasi dengannya.(A/R01/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Berbagai Sumber