Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Digitalisasi Sekolah: Peluang dan Tantangan di Era 5.0

Bahron Ansori Editor : Rudi Hendrik - 34 detik yang lalu

34 detik yang lalu

0 Views

Sekolah adalah titik awal, guru adalah pelopor, siswa adalah aset, dan masyarakat adalah penopangnya.[Foto: ig]

PERUBAHAN zaman tidak pernah menunggu. Dunia bergerak dengan cepat, dan pendidikan dituntut untuk berlari seiring derasnya arus digitalisasi. Kini kita berada di era Society 5.0, sebuah fase di mana teknologi tidak lagi hanya menjadi alat, melainkan bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Di era ini, sekolah tidak cukup sekadar mengajarkan baca-tulis, melainkan harus membentuk generasi yang siap menghadapi dunia yang serba digital, kompleks, sekaligus menantang.

Digitalisasi sekolah bukan sekadar soal mengganti papan tulis dengan layar interaktif atau mengganti buku cetak dengan tablet. Lebih dari itu, ia adalah revolusi dalam cara berpikir, belajar, dan berinteraksi. Dunia kerja sudah berubah drastis; 65% anak-anak yang kini duduk di bangku SD diprediksi akan bekerja pada bidang yang hari ini bahkan belum ada. Pertanyaannya, apakah sekolah kita siap menyiapkan mereka?

Peluang Besar Digitalisasi Sekolah

Digitalisasi membuka peluang luar biasa dalam pendidikan. Pertama, akses ilmu menjadi tak terbatas. Jika dulu pengetahuan tersimpan dalam buku perpustakaan yang jumlahnya terbatas, kini ribuan jurnal, modul, dan video pembelajaran dapat diakses hanya dengan satu sentuhan jari. Siswa tidak lagi hanya belajar dari guru, tetapi dari dunia. Internet menjadikan setiap anak mampu berinteraksi dengan ilmu pengetahuan global.

Baca Juga: Guru Sebagai Inspirator: Mendidik dengan Cinta dan Keteladanan

Kedua, digitalisasi memungkinkan pembelajaran yang lebih personal. Dengan bantuan teknologi learning management system (LMS), guru dapat memantau perkembangan murid satu per satu, memberikan materi sesuai kebutuhan, dan mengevaluasi kemampuan secara lebih tepat. Anak yang cepat tangkap bisa dipacu lebih jauh, sementara anak yang butuh bimbingan khusus bisa dibantu tanpa harus merasa tertinggal.

Ketiga, digitalisasi melatih keterampilan yang relevan dengan abad 21. Literasi digital, problem solving, kolaborasi virtual, hingga critical thinking tumbuh melalui interaksi siswa dengan platform teknologi. Generasi inilah yang diharapkan menjadi digital native yang bukan hanya cakap menggunakan teknologi, tetapi mampu menciptakan solusi melalui teknologi.

Tantangan yang Menggugah Kesadaran

Namun, setiap peluang selalu datang bersama tantangan. Digitalisasi sekolah menghadapi berbagai hambatan nyata. Pertama, kesenjangan akses. Tidak semua sekolah memiliki fasilitas internet stabil, perangkat memadai, atau guru yang melek teknologi. Di kota besar, anak bisa belajar dengan laptop canggih dan akses Wi-Fi tanpa batas, sementara di pelosok negeri masih ada siswa yang berjalan kaki belasan kilometer hanya untuk mencari sinyal. Apakah kita tega membiarkan kesenjangan ini terus melebar?

Baca Juga: Pendidikan Holistik: Memadukan Ilmu dan Iman

Kedua, potensi degradasi nilai. Teknologi ibarat pisau bermata dua. Di satu sisi ia mempermudah hidup, tetapi di sisi lain bisa menjerumuskan pada candu digital, plagiarisme, bahkan krisis akhlak akibat paparan konten negatif. Jika tidak dibarengi pendidikan karakter yang kuat, digitalisasi bisa melahirkan generasi cerdas secara intelektual tetapi rapuh secara moral.

Ketiga, guru yang gagap teknologi. Guru adalah jantung pendidikan, tetapi tidak semua guru siap dengan transformasi digital. Ada yang masih terbiasa mengajar dengan metode konvensional, enggan belajar hal baru, atau merasa teknologi hanyalah beban tambahan. Padahal, peran guru justru semakin krusial di era digital: bukan sekadar penyampai informasi, tetapi pembimbing, fasilitator, sekaligus teladan.

Menjawab Tantangan dengan Kesadaran Kolektif

Jika tantangan dibiarkan, digitalisasi hanya akan menjadi jargon indah tanpa substansi. Tetapi jika peluang dan tantangan ini disikapi dengan kesadaran kolektif, digitalisasi sekolah bisa menjadi lompatan besar bagi peradaban bangsa. Orang tua, guru, pemerintah, dan masyarakat harus bersama-sama memahami bahwa pendidikan adalah investasi paling mahal dan paling menentukan arah bangsa.

Baca Juga: Belajar dari Alam dan Indera, Strategi Pendidikan Inovatif ala Guru Turkiye

Pertama, pemerintah perlu serius memperluas infrastruktur digital hingga ke pelosok. Internet bukan lagi barang mewah, melainkan kebutuhan dasar pendidikan. Kedua, guru harus mendapat pelatihan berkelanjutan agar siap menjadi pendidik era 5.0. Tidak cukup hanya mengenal aplikasi, tetapi juga memahami bagaimana teknologi bisa menjadi jembatan nilai, bukan sekadar alat teknis.

Ketiga, orang tua harus hadir sebagai pengawal utama karakter anak. Di rumah, penggunaan gadget tidak boleh dibiarkan tanpa kendali. Anak harus diajarkan bahwa teknologi bukan untuk hiburan semata, tetapi untuk belajar, berkarya, dan memberi manfaat.

Digitalisasi sebagai Jalan Peradaban

Jika sekolah mampu memanfaatkan peluang digitalisasi sekaligus mengatasi tantangannya, maka lahirlah generasi emas yang bukan hanya cerdas, tetapi juga berkarakter. Generasi yang bisa bersaing di panggung global tanpa kehilangan identitas keislaman dan keindonesiaannya. Generasi yang tidak sekadar mengikuti teknologi, tetapi mampu menjadi pencipta teknologi.

Baca Juga: Kemenag Buka Pendaftaran Bantuan Penyelesaian Pendidikan S3, Ini Syaratnya!

Era 5.0 menuntut kita melampaui sekadar “melek digital”. Kita dituntut untuk “berjiwa digital”, yakni menggunakan teknologi sebagai sarana untuk menebar manfaat, membangun keadilan, dan memperkuat nilai kemanusiaan. Pendidikanlah yang akan menentukan apakah digitalisasi menjadi berkah atau bencana.

Kita tidak bisa lagi berpikir bahwa sekolah adalah tempat menunggu masa depan. Sekolah adalah pabrik masa depan itu sendiri. Jika hari ini sekolah masih sibuk dengan cara lama, maka esok bangsa akan tertinggal. Sebaliknya, jika hari ini sekolah berani berubah, maka esok bangsa akan memimpin.

Kesadaran yang harus ditanamkan: digitalisasi bukan pilihan, melainkan keniscayaan. Ia bisa menjadi jembatan emas atau jurang gelap, tergantung bagaimana kita menyiapkannya. Sekolah adalah titik awal, guru adalah pelopor, siswa adalah aset, dan masyarakat adalah penopangnya. Mari bergerak bersama. Karena masa depan bangsa sedang ditentukan hari ini, di ruang-ruang kelas yang sedang bertransformasi menjadi digital.[]

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Meraih Cahaya Ilmu: Mendidik Generasi dengan Hati dan Keteladanan

 

Rekomendasi untuk Anda

MINA Edu
MINA Edu
Kolom
MINA Edu
MINA Edu