Dima Al-Wawi Dipenjara Usia 12 Th, Perjuangan Tahanan Perempuan Palestina (Seri 5)

Oleh : , Wartawan Kantor Berita MINA (Mi’raj News Agency)

Dima Ismail Al-Wawi, adalah seorang anak perempuan yang menjadi termuda saat dipenjara, saat usia 12 tahun 2 bulan.

Wikipedia menyebutkan, Dima, lahir 20 November 2003,  adalah tahanan Palestina termuda di penjara Israel.

Ia ditangkap dan dimasukkan ke dalam penjara pada 9 Februari 2016. Kemudian ia dibebaskan pada 24 April 2016 setelah dua bulan lebih mendekam di dalam tahanan.

Ia dituduh mencoba menikam seorang pria Yahudi di pintu masuk utama Karmei Tzur.

Penangkapannya bermula ketika Dima meninggalkan rumahnya pada pukul 07.40. Dia berjalan menyusuri jalan yang memisahkan desanya dari desa Yahudi. Sesampainya di pintu masuk utama, Dima menyapa seorang warga sipil Yahudi yang menoleh ke arahnya. Diduga mereka melihat Dima memegang pisau besar, warga Yahudi itu memerintahkannya untuk menjatuhkan pisau dan berbaring di tanah. Dina langsung menurut. Lalu tentara pendudukan segera menghampirinya.

Media setempat Alwatan Voice saat itu melaporkan lokasi penangkapan , yang ditangkap di dekat pemukiman Karmei Tzur, yang dibangun di tanah Halhul, utara Hebron.

Dima tampak jauh dari tentara dan bahkan tidak mendekati mereka, melainkan meletakkan tasnya di tanah. Hingga kemudian tentara pendudukan memborgol tangannya dan menutup matanya, setelah memaksanya untuk berbaring di tanah.

Pemaksaan Tuduhan

Pada awal penangkapannya, jaksa pendudukan menyerahkan pemindahan anak perempuan lulusan sekolah dasar itu ke panti sosial yang berafiliasi dengan Kementerian Sosial, dengan denda 8.000 shekel (sekitar Rp36,6 juta), dan kewajiban keluarganya untuk menandatangani jaminan 25.000 shekel (sekitar Rp114.500).

Mengetahui anak perempuannya ditahan, keluarga Dima hidup dalam kecemasan terus-menerus. Ayahnya, Ismael Al-Wawi, mengatakan, “Kami tidak tahu bagaimana ia tidur di malam hari. Baik saya maupun ibunya, juga saudara-saudaranya terus-menerus bertanya tentang dia, dan kadang-kadang kami menangis pada malam hari.”

“Kami sudah mengatakan kepada pengacara bahwa kami menolak penahanan Dima, baik tahanan rumah atau di penjara,” lanjutnya.

Sejak penangkapannya, Dima telah dipindahkan ke Penjara Hasharon atas tuduhan percobaan pembunuhan.

Pengacara Tariq Barghouth berkomentar bahwa dia mengolok-olok karangan palsu itu, yang jauh dari kenyataan.

Ia menjelaskan bahwa tidak ada pikiran manusia yang sehat yang melewati hal sepele ini, dan seorang anak perempuan kecil seusia ini tidak dapat melakukan hal seperti itu.

Dia menambahkan, “Anak itu tidak tahu apa yang terjadi di sekitarnya, meskipun sudah berusaha menjelaskan dengan segala cara, ia hanya ingin pulang ke rumah,” ujarnya.

Barghouth menyebutkan, pihak penyidangan pendudukan menolak kehadiran salah satu kerabatnya selama penyelidikan dan tidak boleh bertemu pengacara.

“Ini adalah pelanggaran publik terhadap semua perjanjian tentang hak-hak anak, yang memberi mereka hak untuk memiliki salah satu keluarga mereka dan kehadiran pengacara selama penyelidikan bersama mereka,” ujarnya.

Penahanan itu membuat Dima kehilangan haknya untuk duduk di bangku sekolah dan hak bermain yang biasa dilakukan bersama saudara perempuannya dan teman-temannya.

Lina Al-Wawi, kakak perempuan Dima mengatakan, adiknya merupakan sosok yang tenang dan cerdas.

“Kami sering menyebut namanya saat dia ditahan. Bahkan adiknya Dima, yang berusia dua tahun, sering mengigau Dima ketika dia sedang tidur,” lanjutnya.

Muhammad al-Wawi, saudara laki-laki Dima, berkata, “Penyelidikan berlangsung tanpa kehadiran ayahnya, dan pendudukan berusaha untuk mengarang tuduhan terhadap anak seusia itu dan memaksanya untuk mengakui atau menandatangani tuduhan palsu, terutama karena anak itu tidak dapat membaca dalam bahasa Ibrani.”

Trauma Penjara

Dima Al-Wawi usai keluar dari penjara pendudukan, sebagai tahanan Palestina termuda di penjara Israel, seringkali menghindari pertanyaan-pertanyaan wartawan yang hendak mewawancarainya.

Dima mengatakan, dirinya hanya merindukan teman-temannya di sekolah, dan merasa kelelahan yang parah akibat penangkapan dan perlakuan kasar pihak pnjara ketika di dalam tahanan.

Bagaimana tidak, dia menjadi sasaran teriakan dan intimidasi oleh intelijen pendudukan Israel untuk mendapatkan pengakuan darinya, tanpa dia memahami banyak pertanyaan yang ditujukan kepadanya.

Trauma Dima terhadap pertanyaan wartawan dimaklumi karena mengaitkannya dengan penyelidikan yang dia alami dan siksaan yang dia rasakan sejak penangkapannya.

Ia mengatakan kepada awak media Al-Masry Al-Youm, “Saya trauma dengan para wartawan, karena terbayang penderitaan puluhan tahanan wanita yang ditembak oleh tentara Israel, dan saya bersama mereka di Penjara Hasharon.”

Dia menyaksikan betapa kondisi mereka sangat sulit, dan tidak ada perawatan yang diberikan kepada mereka meskipun mengalami luka serius.

Ibu Dima menggambarkan kondisi putrinya yang menyedihkan, dan dia berusaha keras untuk mengobati putrinya dari situasi psikologis yang sulit.

“Dima telah banyak berubah, dia mulai banyak diam dari kata-katanya, kadang menjambak rambutnya sendiri, kakinya sering gemetar dan enggan makan,” ujar ibunya.

Ayah Dima, Ismail Al-Wawi, mengatakan trauma dirasakan putrinya akibat penangkapan dan interogasi oleh tujuh penyelidik di kantor keamanan Israel tanpa pengacara atau salah satu anggota keluarganya.

“Ini meninggalkan dampak psikologis yang sulit pada anak saya, yang sekarang menemukan dirinya dalam situasi yang dia tidak mengerti,” lanjutnya.

Al-Wawi dan seluruh keluarganya terus berusaha memberikan perhatian dan penanganan khusus pada tingkat psikologis sampai Dima keluar dari kondisinya.

Ia mengimbau negara-negara Arab dan Islam akan perlunya persatuan untuk bekerja meringankan penderitaan anak-anak Palestina yang ditangkap oleh pendudukan Israel dan untuk membebaskan mereka.

Menurut statistik resmi Palestina yang dikeluarkan oleh Otoritas Urusan Tahanan tahun 2016, otoritas pendudukan masih menahan 450 anak-anak, termasuk 100 anak di bawah umur 16 tahun. Pendudukan juga menjatuhkan hukuman yang tidak adil kepada mereka, yang melanggar semua konvensi dan norma internasional yang berkaitan dengan hak asasi anak.

Lanjutkan Kuliah

Media Shehab News menyampaikan berita terkini pada 4 Agustus 2021, tentang perkembangan Dima Al-Wawi, anak perempuan termuda yang dipenjara pendudukan Israel. Ia baru menyelesaikan sekolah menengah atasnya dengan hasil mumtaz (istimewa).

Dima Al-Wawi yang ditangkap saat dia duduk di kelas tujuh, lima tahun setelah pembebasannya dan menghadapi trauma psikologisnya, ia dinyatakan lulus Sekolah Menengah Tawjihi dengan nilai rata-rata 84,6.

Ia telah mencetak prestasi kemenangan baru dalam hidupnya.

Ia mengatakan setelah kelulusannya, “Orang-orang Yahudi menangkap saya ketika saya masih di kelas tujuh, dan saya keluar dan akhirnya bisa menyelesaikan pendidikan menengah saya,” ujar Dima dengan gembira dan haru.

Ia telah melalui masa kritis traumanya. Kini ia bertekad melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi.

“Saya ingin kuliah dan melayani negara saya melalui ilmu saya nantinya,“ tekadnya.

Dengan haru saat kelulusannya sebagai salah satu yang terbaik di sekolahnya, ia berkomentar, ia mendedikasikan kesuksesannya untuk ayahnya, ibunya, keluarganya, guru-gurunya, dan para syuhada Palestina.

“Lebih khusus saya persembahkan kebahagiaan saya untuk seluruh tahanan yang mengorbankan diri demi tanah air tercinta,” lanjutnya.

Ia juga mempersembahkan penghargaan ini kepada teman-temannya, para tahanan Marah Bakir, Nourhan Awwad dan Malik Suleiman, katanya “saya bisa menyelesaikan sekolah menengah saya.” (A/RS2/P2)

Mi’raj News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.