Jakarta, MINA – Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (Wantim MUI) Prof Din Syamsuddin turut memberikan pandangannya terkait persoalan hukum yang tengah dihadapi Meiliana soal keluhannya dua tahun lalu mengenai volume spiker suara azan.
Menurut Din, untuk menyelesaikan masalah tersebut, maka harus jelas terlebih dulu duduk persoalannya. Kalau sekadar protes terhadap suara azan yang keras dan mengganggu orang lain di sekitar itu, maka tidak masuk kategori penistaan agama.
“Tapi kalau memprotes dengan menolak, menghina dan mencaci-maki, menjelek-jelekkan ajaran agama apalagi agama orang lain itu masuk kategori sebagai penistaan agama,” ujar Din di Jakarta, Rabu (29/8).
Din mengaku sudah memperoleh informasi bahwa yang bersangkutan keberatan dengan suara azan yang katanya keras dan menggangu kemudian menjelek-jelekkan, tidak hanya soal azan bahkan menjelekkan syariat Islam yang lain.
Baca Juga: Lewat Wakaf & Zakat Run 2024, Masyarakat Diajak Berolahraga Sambil Beramal
“Itu informasi yang saya terima. Saya tidak tahu pasti. Jika itu memang yang terjadi, maka benar itu penistaan agama,” katanya.
Utusan Khusus Presiden untuk untuk Dialog dan Kerja Sama Antar Agama dan Peradaban (UKP-DKAAP) itu kemudian meminta masyarakat untuk mengambil hikmah dari kasus Meiliana tentang bagaimana hidup dalam masyarakat majemuk.
Ia juga mengimbau jika azan umat Islam dirasa mengganggu tetangga non-muslim, maka umat muslim diminta untuk tidak terlalu keras dalam mengumandangkan azan dan tidak terlalu panjang disuarakan.
“Kepada pemeluk agama lain juga agar bisa bertoleransi. Jika ada yang terdengar dari agama lain, cobalah untuk bersimpati, toh azan itu nggak lama. Kalo ada lonceng gereja misalnya, jangan merasa terganggu. Sikapilah bahwa itu adalah ajaran agama saudara kita dari umat kristiani, cobalah berempati, toh juga sebentar,” katanya. (L/R06/P2)
Baca Juga: Prof Abd Fattah: Pembebasan Al-Aqsa Perlu Langkah Jelas
Mi’raj News Agency (MINA)