Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dirjen Otda Kemendagri: Perda. Bernuansa Syariah Tidak Bisa Diganggu Gugat

Rendi Setiawan - Selasa, 21 Juni 2016 - 19:53 WIB

Selasa, 21 Juni 2016 - 19:53 WIB

248 Views

Jakarta, 16 Ramadhan 1437/21 Juni 2016 (MINA) – Dirjen. Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri RI (Otda Kemendagri), Dr. Soni Sumarsono menegaskan bahwa peraturan daerah (Perda) yang bernuansa agama tidak bisa diganggu gugat.

Syariah bukan saja boleh diterapkan di Indonesia, tetapi suatu keharusan dan kewajiban bagi umat Islam sebagaimana pesan yang terkandung dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 tentang Ketuhanan Yang Maha Esa,” katanya kepada Mi’raj Islamic News Agency (MINA) usai Diskusi Komisi Hukum dan Perundang-Undangan MUI bertemakan “Menyoroti Pembatalan Perda oleh Kemendagri” di Gedung MUI Pusat, Jakarta, Selasa (21/6).

Dikatakan Sumarsono bahwa nilai-nilai syariat adalah suatu keharusan, namun demikian tetap menjaga dan melihat objek sasarannya. “Kan gak mungkin orang China yang bukan Muslim disuruh memakai jilbab,” katanya.

Ia menegaskan, Perda dan Perkada yang bernuansa Islam akan terus dijaga. “Kalau ada Perda dan Perkada yang bernuansa syariah, pasti akan pemerintah jaga, tidak akan dibatalkan apalagi sampai dilarang,” ujarnya.

Baca Juga: Cinta dan Perjuangan Pembebasan Masjid Al-Aqsa Harus Didasari Keilmuan

Perda Syariah

Menyusul kabar terkait adanya anggapan ada Perda syariah yang ikut dibatalkan, Dirjen. Otonomi Daerah membantah adanya pembatalan Perda yang disebut Perda syariat bahkan disebut Perda intoleran.

“Di Indonesia apalagi tingkat kabupaten/kota, tidak ada Perda syariat. Syariat tidak diatur Perda, karena kewenangan terkait agama itu ada pada pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Agama,” ungkapnya.

Sumarsono juga menjelaskan kasus yang ramai dibincangkan belakangan ini terkait kasus razia makanan di Kota Serang, yang menurutnya adalah Perda ketentraman, ketertiban umum. Bukan Perda syariat apalagi intoleran.

Baca Juga: Lewat Wakaf & Zakat Run 2024, Masyarakat Diajak Berolahraga Sambil Beramal

“Perda itu menyangkut makan, jam makan, buka tutup warung, pakaian, itu Perda ketentraman ketertiban umum. Soal menilainya mirip-mirip lalu dikait-kaitkan, ya karena kita (mayoritas) masyarakat Muslim, wajar. Tapi itu bukan Perda syariat,” tegasnya.

Perda di Kota Serang itu pun menurutnya tidak dibatalkan, karena memang masalahnya bukan pada Perda ataupun Surat Edaran, tapi prosedur penertiban yang salah oleh Satpol PP, sebagaimana yang telah diakui Walikota Serang.

Sumarsono menegaskan, pembatalan 3.143 Perda oleh pemerintah pusat atau provinsi, bukan karena kasus penertiban warteg yang terjadi di Kota Serang itu. Pembatalan tersebut adalah instruksi lama Presiden Jokowi terkait ‘easy of doing bussiness’ sehingga Perda yang paling banyak dibatalkan adalah yang terkait dengan investasi.

(L/P011/P002-P2)

Baca Juga: Prof Abd Fattah: Pembebasan Al-Aqsa Perlu Langkah Jelas

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Rekomendasi untuk Anda

Ekonomi
Sosialisasi penangan penyakit TBC (foto: rsupsoeradji.id)
MINA Health
MINA Preneur