Jakarta, 10 Syawwal 1438/4 Juli 2017 (MINA) – Dirjen Pendidikan Islam Kamaruddin Amin menegaskan, madrasah tidak mungkin menerapkan aturan sekolah/">lima hari sekolah pada tahun ajaran 2017/2018 sebagaimana diatur Permendikbud 23 tahun 2017 tentang Hari Sekolah.
Menurut Kamaruddin, dengan enam hari sekolah saja, durasi pembelajaran di Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan Madrasah Aliyah (MA) sudah sampai jam tiga dan empat sore.
“Kalau dibuat lima hari, bisa pulang jam 6 malam. Itu kan tidak mungkin, masa sekolah dari jam 7 pagi sampai jam 6 sore,” kata Kamaruddin Amin di Jakarta, dalam keterangan pers Kemenag yang dikutip MINA, Selasa (4/7).
Kamaruddin menjelaskan, madrasah memiliki tambahan 10 jam pelajaran agama di setiap minggunya. Hal ini yang membedakan madrasah dengan sekolah yang jam pelajaran agamanya hanya 2 – 3 jam saja per pekan.
Baca Juga: Program 100 Hari Kerja, Menteri Abdul Mu’ti Prioritaskan Kenaikan Gaji, Kesejahteraan Guru
Karena sekolah hanya 2 – 3 jam sepekan belajar agama, kata Kamaruddin, maka idealnya siswa sekolah belajar agama di madrasah diniyah. Sebab, kalau hanya belajar agama 2 – 3 jam, pemahaman agamanya sangat minim.
“Jadi, idealnya memang ke diniyah. Karena itu banyak Pemerintah Daerah yang membuat Perda, mewajibkan siswa sekolah ke diniyah. Karena sekolah tidak cukup pelajaran agamanya, itu sudah diketahui umum,” tegasnya.
Kamaruddin mengaku sudah menyampaikan hal ini dalam kesempatan berdiskusi dengan tim Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
Disinggung soal rencana penyusunan Peraturan Presiden yang akan menggantikan Permendikbud No 23 tahun 2017 tentang Hari Sekolah, Dirjen Pendidikan Islam mengaku masih menunggu draft yang sedang disiapkan Kemendikbud.
Baca Juga: Delegasi Indonesia Raih Peringkat III MTQ Internasional di Malaysia
Namun demikian, Kamaruddin menilai Perpres tersebut nantinya tidak sekedar mengatur tentang hari sekolah sebagaimana Permendikbud. Tetapi juga mengatur hal-hal yang lebih substantif terkait dengan Penguatan Pendidikan Karakter di lembaga pendidikan.
“Jadi bukan lagi Perpres tentang Hari Sekolah, melainkan tentang Pendidikan Karakter,” tegasnya.
Tahun ajaran 2017/2018 akan dimulai pada 17 Juli 2017. Para siswa madrasah akan kembali belajar seiring usainya masa libur lebaran dan liburan sekolah.
Tak Ubah Struktur Kurikulum yang Ada
Baca Juga: Matahari Tepat di Katulistiwa 22 September
Sebelumnya, Dirjen ktur Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbu Hamid Muhammad mengtaka, penerapan kegiatan belajar mengajar delapan jam sehari dilakukan oleh sekolah yang telah menerapkan Kurikulum 2013 dengan benar.
Fokus pembinaan karakter bukan semata pada mata pelajaran konvensional, tapi juga mencakup kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler.
“Kegiatan ekstrakurikuler inilah yang memang agak luas, cukup besar mulai hari krida, olah raga sekolah, termasuk kegiatan yang sifatnya kerja sama dengan lembaga pendidikan lainnya,” katanya beberapa waktu lalu.
Kemendikbud mengeluarkan kebijakan sekolah lima hari dalam sepekan dan delapan jam belajar dalam satu hari mulai tahun pelajaran 2017/2018. Hal itu tertuang dalam Permendikbud No. 23 Tahun 2017 tentang Hari Sekolah.
Baca Juga: Roma Sitio Raih Gelar Doktor dari Riset Jeruk Nipis
Selain kurikulum inti yang disampaikan melalui kegiatan intrakurikuler menurut pasal 6 Permendikbud Nomor 23 Tahun kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler dapat dilakukan di luar kelas.
Adapun pelaksanaannya bukan tunggal/mandiri saja, namun juga dapat menggunakan metode kerja sama, antar sekolah maupun dengan lembaga-lembaga terkait lainnya.
Hamid mengatakan, sekolah lima hari ini merupakan bagian dari program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) yang di dalamnya ada tiga kegiatan, yaitu intrakurikuler, kokurikuler dan ekstrakurikuler.
Kegiatan intrakurikuler adalah pembelajaran seperti yang telah berjalan. Kemudian kokurikuler adalah kegiatan yang menguatkan kegiatan intrakurikuler, seperti kunjungan ke museum atau tempat edukasi lainnya.
Baca Juga: Universitas Lampung Sepakati MoU dengan Chosun University of Korea
Terakhir, ekstrakurikuler adalah kegiatan yang lebih bersifat ke minat siswa dan pengembangan diri, misalnya olahraga, seni, atau kegiatan keagamaan.
Dicontohkan Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat (BKLM) Ari Santoso, siswa yang mampu menghafal Al-Quran di diniyah selama ini tidak mendapatkan penilaian dari sekolah.
Nantinya, dengan bimbingan usztad dan pemantauan dari guru, maka sekolah dapat memberikan penilaian kualitatif terkait kepribadian siswa tersebut, katanya.
Penerapan sekolah/">lima hari sekolah akan sangat beragam di setiap satuan pendidikan. Pengaturan jadwal serta teknis pelaksanaan menjadi kewenangan sekolah yang lebih mengetahui situasi dan kondisi masing-masing.
Baca Juga: Tingkatkan Literasi Anak, Kemendikbudristek Sediakan Konten Edukatif di Platform Digital
“Saat ini panduan pelaksanaan sedang disusun oleh tim dari Ditjen Dikdasmen dan Ditjen Pendidikan Agama Islam Kemenag,” tutur Ari Santoso.
Ari Santoso menegaskan, sekolah/">lima hari sekolah bukan berarti siswa harus belajar di dalam kelas terus menerus. Ada beragam aktivitas belajar yang dilakukan dengan bimbingan dan pembinaan guru.
Beragam kegiatan yang dapat dilakukan misalnya, mengaji, pramuka, palang merah remaja. Juga kegiatan yang terkait upaya mendukung pencapaian tujuan pendidikan, seperti belajar budaya bangsa di museum atau sanggar seni budaya juga menghadirkan mental sportif dengan olahraga.
Diharapkan aktivitas belajar peserta didik tidak membosankan karena dilakukan secara tatap muka di kelas saja, namun dapat lebih menyenangkan karena melalui beragam metode belajar yang dikelola guru dan sekolah, katanya.
Baca Juga: Sembilan Santri MA Al-Fatah Lampung Ikuti KSM Tingkat Kabupaten
Menurut Ari, sekolah lima hari hanya untuk sekolah yang siap sesuai dengan Permendikbud 23 Tahun 2017 tentang Hari Sekolah. Tidak ada paksaan bagi satuan pendidikan untuk melaksanakan pada tahun ajaran baru 2017/2018. “Sesuai dengan pasal 9, dapat dilakukan secara bertahap.”
Aturan tentang hari sekolah tersebut, merupakan hal teknis yang dapat dipilih satuan pendidikan dengan mempertimbangkan kemampuan dan ketersediaan sumberdaya.
Ari mengimbau agar masyarakat tidak terjebak pada perdebatan tentang lima hari atau enam hari, namun kembali pada semangat penguatan karakter melalui program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK).
“Sudah ada sekolah-sekolah percontohan penerapan praktik baik PPK di berbagai wilayah di Indonesia yang melaksanakan kegiatan sekolah/">lima hari sekolah. Hari Sabtu dan Minggu bisa digunakan menjadi hari keluarga. Pertemuan anak dan orang tua menjadi lebih berkualitas,” tutur Ari.
Baca Juga: Sastra Masuk Kurikulum, NU Circle Minta Nadiem Setop Buku Bacaan Bernarasi Vulgar
Pengoptimalan sumber-sumber belajar diperlukan dalam penerapan penguatan pendidikan karakter, Ari menjelaskan, diperlukan peran guru, kepala sekolah serta komite sekolah dalam menjalin kerja sama penyelenggaraan PPK.
“Sekolah dituntut secara kreatif menggalang kolaborasi dengan sumber-sumber belajar di luar sekolah, ini harus kita garisbawahi. Di luar sekolah begitu banyak sumber-sumber belajar yang tak terbatas di semua daerah,” ujarnya.
Ada sumber-sumber belajar yang terkait dengan sains, seni dan budaya, olah raga, ataupun seni budaya,” kata Staf Ahli bidang Pembangunan Karakter Arie Budhiman beberapa waktu yang lalu. (T/R01/RS1)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Sejumlah Daerah Larang Sekolah Gelar “Study Tour”