Banda Aceh, MINA – Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Provinsi Aceh akan terus memantau dan melakukan sidak lanjutan kesejumlah perusahaan di Aceh yang dianggap berpotensi masuknya pekerja asing.
Upaya ini dilakukan usai ditemukannya 51 Tenaga Kerja Asing (TKA) tanpa dokumen sah bekerja di PT Shandong Lucun Power Plant Technologi Co Ltd mitra PT Lafarge Holcim Indonesia pada 15 Januari lalu.
“Kami tidak hanya sampai pada sidak di PT Lafarge Holcim Indonesia, kami akan awasi terus perusahaan lainnya,” kata Putut Rananggono, Kepala Bidang Pengawasan Ketenagakerjaan di Banda Aceh, Senin (21/1).
Dirinya memastikan dalam waktu dekat ini, akan melakukan sidak ke sejumlah perusahaan lain yang berada di provinsi Aceh, namun dirinya tidak menyebutkan perusahaan mana saja dan kapan waktu melakukan sidak.
Baca Juga: MUI Tekankan Operasi Kelamin Tidak Mengubah Status Gender dalam Agama
“Kita tidak bisa kabarkan kapan. Sidang itu diam-diam dilakukan. Tidak bisa kita ekspos karena ini menyangkut kode etik kami,” ucapnya.
Kendati demikian, Putut tidak bisa memastikan apakah TKA yang bekerja di sejumlah perusahaan di Aceh itu telah mengantongi dokumen lengkap dan sah sesuai aturan. Menurutnya, setiap kabupaten/kota di Aceh memiliki perusahaan besar. Namun dia tidak berani menjamin apakah mereka telah dibekali dengan dokumen lengkap.
“Ada kemungkinan, ada juga yang ngak. Cuma kita tetap melakukan sidak nanti. Ya kita belum tahulah karena belum dilakukan pemeriksaan. Tetapi yang sudah-sudah kita periksa ada yang lengkap,” imbuhnya.
Sementara itu, Ketua Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Aceh, Habibi Inseun. Mengaku pihaknya tidak mengetahui data secara kongkrit jumlah angka pekerja asing di Aceh.
Baca Juga: Prof. El-Awaisi Serukan Akademisi Indonesia Susun Strategi Pembebasan Masjidil Aqsa
Tapi menurutnya di Nagan Raya, Aceh Barat, Aceh Tengah, dan Aceh Timur dipastikan ada tenaga kerja asing yang bekerja di wilayah tersebut.
“Bahkan di Aceh Barat itu dari Tingkok. Kita tidak tahu dari mana izin masuknya itu dan bekerja sebagai apa. Dia hanya mendulang emas tradisional itu. Jadi kita tidak tahu jumlahnya berapa tetapi dipastikan ada tenaga kerja asing,” ujarnya.
Habibi memberikan apresiasi atas tindakan pengawasan yang telah dilakukan pemerintah terhadap pekerja asing di PT Lafarge Holcim Indonesia, Lhoknga. Namun dirinya menyebutkan, perlu pendataan kembali dan antisipasi agar TKA yang masuk ke Aceh benar-benar tenaga yang memiliki skil dan mengantongi izin resmi.
“Berkaca pada kasus terhadap 51 TKA tersebut dikhawatirkan tenaga kerja asing lainnya di Aceh ditakuti juga tidak memiliki dokumen yang sah. Izin mereka masuk harus diperhatikan mulai dari imigrasi dan lembaga terkait lainnya supaya tidak illegal,” ujarnya.
Baca Juga: Syeikh Palestina: Membuat Zionis Malu Adalah Cara Efektif Mengalahkan Mereka
Semestinya, TKA yang masuk ke Aceh harusnya tenaga terampil bukan yang tidak terampil. Sehingga dapat mendampingi pekerja dari tenaga lokal. Ketika pekerja lokal sudah mampu mereka bisa dikembalikan ke daerahnya.
Habibi mengakui dalam setiap aksi FSPMI selalu menolak tenaga kerja asing masuk ke Aceh, dikarenakan tenaga kerja lokal banyak yang jadi pengangguran. Habibi menyarankan, pemerintah harus menerbitkan regulasi khusus agar tenaga kerja lokal bisa terserap di perusahaan yang baru tumbuh di Aceh.
“Jangan tuan rumah jadi penonton pemerintah harus lebih sigap memantau soal tenaga kerja asing di Aceh. Jadi antisipasinya melalui regulasi dan juga pengawasan lebih intens,” tambahnya.(L/AP/R01)
Mi’raj News Agency (MINA)