Oleh M. Gunawan Yasni, Ahli Keuangan Syariah
Menyoal Bank Syariah Indonesia (BSI) dengan surviving entity Bank BRI Syariah (BRIS) yang merupakan penggabungan tiga bank yaitu Bank Syariah Mandiri (BSM), Bank BNI Syariah (BNIS), dan BRIS benar-benar memerlukan hal-hal solutif.
Sejak awal berdirinya, Buya Anwar Abbas sebagai salah satu petinggi di Pengurus Pusat Muhammadiyah, khususnya di Majelis Ekonomi, menyatakan keberatannya atas merger tiga bank syariah BSM, BNIS, dan BRIS.
Kenapa? Tak lain karena kekhawatiran ketidakfokusan BSI ke sektor Usaha Menengah Kecil Mikro (UMKM) yang sebelumnya dikerjakan BRIS, dan sebagian bank syariah lainnya akan pupus setelah bank merger ini membesar di bawah induk baru mayoritasnya yaitu Bank Mandiri.
Baca Juga: [WAWANCARA EKSKLUSIF] Ketua Pusat Kebudayaan Al-Quds Apresiasi Bulan Solidaritas Palestina
Perubahan Kiprah Bank
Per RUPS 17 Mei 2024 tidak ada lagi Dewan Pengawas Syariah (DPS) ex BRIS di BSI (sebelumnya masih ada Prof. Didin Hafidhuddin) dan tidak ada lagi Direksi ex BRIS.
Bahkan kalau melihat kepada existing karyawan-karyawati ex BRIS yang sebelum di BSI sudah dalam posisi Kepala Divisi dan Kepala Departemen, maka jumlahnya bisa dibilang menjadi lebih insignifikan dari waktu ke waktu selama lebih dari tiga tahun keberadaan BSI.
Merger tiga bank syariah ke BSI yang surviving entity-nya adalah BRIS tidak membuat Sumber Daya Insani (SDI) ex BRIS bertahan. Salah satu hal yang membuat ketidakbertahanan SDI ex BRIS bisa jadi adalah kultur induk ke-Bank Mandiri-an yang menggusur ke-BRIS-an yang guyub dan lebih pas untuk berkiprah di UMKM.
Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof. Anbar: Pendidikan Jaga Semangat Anak-Anak Gaza Lawan Penindasan
Disrupsi Teknologi Informasi
Kekhawatiran Buya Anwar sangat beralasan, bahkan karena memang menggejala sepanjang yang penulis alami sebagai advisor governing board BSI (di tahun pertama BSI), lalu sebagai anggota komite audit (di tahun kedua s.d. ketiga BSI) yang sebelumnya adalah anggota DPS BRIS (ex legacy BSI) selama 12 tahun lebih (November 2008 s.d Desember 2020).
Memasuki tahun ketiga BSI, tepatnya Senin dinihari 8 Mei 2023 terjadi musibah Teknologi Informasi (TI) BSI yang merupakan disrupsi luar biasa di Daerah Istimewa Aceh, khususnya karena BSI bisa dikatakan sebagai perbankan utama yang menjadi andalan Aceh setelah berlakunya qanun Aceh.
Secara umum Virus Ransomware Lockbit 3.0 edisi tahun 2023 yang menyerang membuat banyak pihak internal BSI dibantu Bank Mandiri berjibaku mengantisipasi kerusakan yang ditimbulkan selama beberapa hari di seluruh jaringan BSI se-Indonesia dan menyebabkan kelumpuhan infrastruktur digital BSI, bahkan sebenarnya beberapa bulan ke depan setelahnya jika ingin dikatakan baru benar-benar kembali seperti sebelum terserang virus tersebut.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-9] Jalankan Semampunya
Sebenarnya di tahun 2022 internal BSI membuat rapat kerja khusus beberapa hari membahas bidang TI yang dihadiri manajemen puncak (Dewan Direksi dan Komisaris) beserta perangkat timnya untuk meng-update dan meng-upgrade TI BSI dengan segala kemungkinan ancaman dan acuan digitalisasi yang cenderung kebablasan jika kurang berhati-hati.
Namun acuan sistem blockchain dengan Multiple Simultaneous Data Live Center yang sempat diusulkan untuk mengantisipasi kemungkingan adanya serangan terhadap Conventional Two Model Data Live Center dan Data Recovery Center yang cenderung kurang aman di masa digitalisasi yang kebablasan itu kurang mendapat perhatian.
Antisipasi TI BSI reaktif atas kejadian truncated process di Ramadhan 2022 lebih menjadi fokus utama di 2023. Virus Ransomware Lockbit 3.0 edisi tahun 2023 diduga dormant (aktif) di dalam sistem TI BSI sejak Ramadhan 2023 sehingga Ramadhan tersebut masih bisa dilewati baik oleh BSI. Kemudian terjadi serangan virus tersebut yang merupakan disrupsi terbesar TI BSI pada Senin dinihari 8 Mei 2023.
Penulis sendiri sudah mulai merasakan keanehan TI BSI sejak Jumat sore 5 Mei 2023 dengan beberapa signifikan kegagalan transaksi beberapa kartu ATM di beberapa lokasi ATM yang mengindikasikan sistem TI BSI tidak mengenali sama sekali kartu ATM dengan peringatan ‘rekening tidak dikenal’.
Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof El-Awaisi: Ilmu, Kunci Pembebasan Masjid Al-Aqsa
Penggunaan ATM ini semata karena TI BSI Mobile ketika digunakan dalam tahap proses transaksi selalu keluar peringatan ‘informasi kehabisan waktu’. Laporan penulis kepada Customer Care BSI terkait keluhan TI ini tidak terantisipasi dengan seseksama mungkin dikarenakan sudah mendekati selesainya jam kantor BSI di hari Jumat tersebut.
Disrupsi Kesantunan
Disrupsi BSI di tahun 2024 tidak hanya dipicu oleh miles stones kegagalan TI, namun juga kegagalan sikap santun organisasi BSI terhadap banyak pihak seperti terhadap unit-unit usaha Muhammadiyah di daerah-daerah (rumah-rumah sakit/kesehatan dan sekolah-sekolah Muhammadiyah).
Pihak Muhammadiyah sebagai pemegang rekening dana pihak ketiga (DPK) di BSI kurang terpelihara kepentingannya dengan pemberian pembiayaan yang memadai dan sebanding dengan penempatan DPK-nya.
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
Dalam hal ini BSI sangat kurang santun menjalankan strategi akuisisi, retensi dan loyalty (kesetiaan) yang sebenarnya adalah pemberian hygiene factor utama atas pemegang rekening DPK yang signifikan.
Organisasi BSI cenderung jor-joran memberi benefit kepada pihak-pihak baru untuk menempatkan DPKnya di BSI yang tidak diberikan justru ke pemegang rekening DPK yang setia selama ini, bahkan dari sejak bank-bank syariah ex legacy BSI masih ada.
Hal lain seperti New Cash Management System (CMS) yang ‘creating new problems’ karena kurang disosialisasikan dan dirasakan oleh institusi-institusi masjid, organisasi-organisasi massa, dan Bank-Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) yang menjadi rekanan BSI.
Ini sangat terasa oleh penulis yang juga adalah Bendahara di Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (DSN – MUI), dan banyak pihak mengadukannya kepada penulis karena mengetahui penulis pernah menjadi bagian internal BSI. Kawan-kawan pengurus Muhammadiyah di berbagai daerah juga merasakan hal ini.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
Semoga problem seperti New CMS ini yang sangat kurang sosialisasinya sebelum migrasi dari Classic CMS ke New CMS tidak terjadi pada apa yang digadang-gadang BSI sebagai Super Apps / New BSI Mobile menggantikan BSI Mobile yang masih digunakan sampai tulisan ini dibuat.
Harapan Perbaikan
Sebenarnya adanya Surat PP Muhammadiyah yang berisikan agar unit-unit usaha RS dan Pendidikan serta yang lainnya di Muhammadiyah berproses migrasi ke DPK, dan pembiayaan dari BSI ke Bank Syariah lain adalah implikasi ketidakpuasan unit-unit Muhammadiyah di daerah-daerah sejak beberapa waktu lalu.
Musibah TI membuat bukan hanya Muhammadiyah mempertanyakan security core banking BSI. Pernyataan terserang virus tidak diikuti oleh hygiene factor semisal free monthly admin dan lain-lainnya dalam gesture permintaan maaf, namun hanya free part of cost transfer temporer.
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Sebagian DPK merasa tidak puas termasuk Muhammadiyah. Setelah RUPS 17 Mei yang tidak mengakomodasi keterwakilan Muhammadiyah di Dekom/DPS serta pemberlakuan New Cash Management System yang tidak tersosialisasi dengan baik dan hanya diberi waktu keharusan migrasi beberapa waktu singkat.
Masalah ini bukan hanya terjadi di unit-unit usaha Muhammadiyah, namun juga di institusi-institusi lain, dan nampaknya menjadi pemicu yang menguatkan proses penarikan sebagian DPK di BSI, bukan hanya oleh Muhammadiyah (tidak sesignifikan karena total Muhammadiyah, walaupun belum masuk 10 besar DPK di BSI, jumlahnya sudah mencapai belasan trilyunan rupiah).
Sebagai individu yang pernah menjadi DPS di surviving entity BSI yaitu BRIS (kode bursa semata), Bendahara DSN – MUI, dan cucu pendiri Muhammadiyah Padang Panjang Datuk Darwis Abdul Muin serta anak kontributor utama pendirian Universitas HAMKA dan Muhammadiyah Jakarta Dr. Zainul Yasni, terus terang saya sangat sedih merasakan kekurang-santunan institusi BSI. Semoga ke depan masalah kekurang-santunan ini bisa diperbaiki terus- menerus oleh BSI.
Sangat wajar jika Buya Anwar Abbas selaku salah satu petinggi di PP Muhammadiyah yang juga Wakil Ketua MUI menjelaskan bahwa logika Muhammadiyah menarik dananya dari BSI adalah upaya menyebarkan penempatan DPKnya di bank-bank syariah mana saja, tidak hanya di BSI untuk memitigasi bermacam risiko keuangan unsistematis maupun sistematis yang bisa timbul jika hanya menempatkan sebagian besar dananya di satu bank syariah.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
Ya Allah, tidak ada kemudahan kecuali yang Engkau buat mudah. Dan engkau menjadikan kesedihan (kesulitan), jika Engkau kehendaki, pasti akan menjadi mudah. Aamiin.[]
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Ada Apa dengan Terpilihnya Trump?