Doa Bersama Pekerja Pertamina Aceh Besar Tolak Pengalihan Pengelolaan LNG

Termnal BBM, Krueng Raya, Besar, MINA – Pekerja Wilayah Aceh yang tergabung dalam SPP UPms I Medan meminta Pemerintah tetap mempertahankan proses bisnis Liquefied Natural Gas () tetap dikelola 100 persen oleh Pertamia, perusahaan badan usaha milik negara.

“Kami ingin bisnis LNG tetap dikelola 100 persen oleh Pertamina karena seluruh keuntungannya digunakan untuk kemakmuran rakyat,”kata Korwil SPP UPms I Medan, Zikrul Amar kepada wartawan di Aceh Besar, Selasa (30/7).

Sebagai bentuk penolakan terhadap rencana pengalihan LNG tersebut, Pekerja Pertamina di Terminal BBM Krueng Raya, Aceh Besar mengelar aksi doa bersama di pintu masuk terminal BBM Krueng Raya, Aceh Besar.

“Aksi doa bersama ini, sebagai bentuk penolakan dari para pekerja Pertamina, terkait rencana pengalihan pengelolaan LNG. Karena bisnis LNG dinilai merupakan bisnis masa depan perusahaan,”jelasnya.

Untuk itu, ia meminta Pemerintah menghentikan segala upaya pengalihan proses bisnis LNG yang dilakukan melalui Holding Migas ke PGN karena menyebabkan potensi kerugian negara sebab kepemilikan saham publik ( Pengusaha Swasta/Lokal/Asing) di PGN sebesar 43,04 persen.

Ia juga menjelaskan, Bisnis LNG merupakan bisnis masa depan perusahaan yang harus dijaga eksistensinya sehingga negara akan mendapatkan 100 persen keuntungan yang digunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.

Selain itu, kata dia, pihaknya juga meminta Pemerintah Republik Indonesia (cq. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral) untuk memastikan Pertamina dapat menyusun program kerja rencana Bisnis LNG yang mendukung Security of Supply Nasional baik jangka pendek ataupun jangka panjang karena proses bisnis LNG yang bersifat jangka panjang untuk tetap menjaga kedaulatan energi nasional.

“Kami juga menyayangkan atas keputusan Pemerintah yang memperpanjang kontrak pengelolaan blok Corridor kepada kontraktor eksisting, yaitu ConocoPhillips untuk 20 tahun ke depan mulai tahun 2023,” katanya selanjutnya.

Apalagi, tambah dia, pihaknya menilai keputusan tersebut telah melanggar Permen ESDM nomor 15 tahun 2015 setelah Permen ESDM nomor 23 tahun 2018 dibatalkan oleh hasil gugatan FSPPB ke Mahkamah Agung pada November 2018.

Menurut dia, semua kebijakan Kementerian ESDM harusnya berpedoman pada Permen ESDM nomor 30 tahun 2016 dan Permen ESDM nomor 15 tahun 2015 yang memberikan hak istimewa kepada Pertamina untuk menjadi operator blok migas yang akan berakhir kontrak kerja samanya.

“Pemerintah juga harus mempertimbangkan alasan-alasan kenapa harus menunjuk Pertamina 100 persen dalam pengelolaan blok migas terminasi antara lain memperbesar kontribusi NOC dalam produksi migas nasional sehingga meningkatkan ketahanan dan kedaulatan energi dan Pertamina adalah BUMN, yang berarti 100 persen keuntungan akan masuk ke negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat,”papar dia.

FSPPB  mendesak pemerintah untuk membatalkan keputusan perpanjangan Kontrak Kerja Sama Wilayah Kerja Blok Corridor kepada ConocoPhillips selanjutnya memberikan 100 persen hak pengelolaannya kepada PT Pertamina (Persero).

Para pekerja juga meminta Kementerian BUMN segera mengganti Direktur Utama dan Direktur Hulu PT Pertamina (Persero) karena dinilai gagal merebut blok Corridor.

Ia menambahkan pihaknya siap menjalankan instruksi FSPPB, jika tuntutan yang telah disampaikan secara nasional tersebut tidak dipenuhi oleh Pemerintah.

Selain membacakan petisi FSPPB, sebagai wujud keprihatinan terhadap kebijakan yang telah dikeluarkan tersebut, SPP UPMS I Medan Korwil Aceh juga menggelar aksi doa bersama di lokasi kerja TBBM Krueng Raya yang diikuti belasan pekerja. (L/AP/P1 )

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: Admin

Editor: Ismet Rauf

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.