Bandung, MINA — Langit Bandung masih teduh ketika puluhan ribu warga memadati pelataran Gedung Sate, Bandung, Jawa barat (Jabar), Ahad pagi (20/4). Namun di tengah kesejukan itu, suasana menjadi mencekam saat lebih dari 25.000 orang hening sejenak dalam “Moment of Silent” untuk Gaza, sebuah doa kolektif yang menggema sebagai protes sunyi atas tragedi kemanusiaan di Palestina yang kian mengerikan.
Aksi tersebut bukan sekadar unjuk rasa. Ia berubah menjadi panggung kesadaran global, dari orasi berapi-api, pertunjukan teatrikal menyayat hati, hingga simbol-simbol sederhana yang menggugah nurani. Teater jalanan bertajuk “Ibu Tanpa Bayi” memvisualkan kesedihan ribuan ibu di Gaza yang kehilangan anak-anak mereka akibat agresi brutal Israel.
Para perempuan peserta teatrikal berwajah merah seolah berdarah, memeluk boneka tanpa kepala—simbol nyata dari tubuh-tubuh kecil yang hancur tak berbentuk di Gaza.
Baca Juga: EduNation Fest 2025 Digelar, Jawab Tantangan AI dalam Pendidikan Islam
Dari atas mobil komando, akademisi Universitas Padjadjaran dan Direktur SMART 171, Maimon Herawati, mengangkat kresek hitam tinggi-tinggi.
“Di sini, kita pakai kresek untuk belanja. Di Gaza, tubuh anak-anak—tangan, kaki, kepala—dibungkus dalam kantong plastik seperti ini,” serunya, suara bergetar. “Tidak cukup hanya berteriak Allahu Akbar, saat anak-anak kita di Gaza sedang dibantai.”
Tokoh lintas agama dan masyarakat, termasuk KH. Athian Ali, Aa Gym, dan Netty Prasetiyani, hadir menyuarakan perlawanan moral atas genosida di Gaza. Athian Ali menegaskan kembali bahwa membela Palestina adalah kewajiban setiap Muslim.
“Bohong kalau mengaku muslim, tapi masih bisa tidur nyenyak sementara genosida terjadi tiap detik di Palestina,” tegasnya.
Baca Juga: Cuaca Jakarta Rabu Ini Cerah Berawan, Berpotensi Hujan Sore Hari
Sementara itu, dai ternama Aa Gym mengajak massa untuk memperbanyak amal saleh sebagai bukti kecintaan sejati kepada Palestina. Dalam doanya yang menggugah, ia menyerahkan nasib rakyat Gaza kepada Tuhan. “Ya Allah yang Maha Menyaksikan, tolong saudara kami. Kuatkan, sabarkan mereka. Gagalkan setiap niat buruk penjajah.”
Long March dan Seruan untuk Pemerintah
Usai orasi dan doa bersama, massa melanjutkan long march ke Bandung Indah Plaza (BIP) dan berakhir di Gedung Merdeka, ikon historis perjuangan antikolonialisme Asia Afrika. Sepanjang rute, poster-poster boikot, syal Palestina, dan pekikan solidaritas menggema, menandakan bahwa perjuangan ini belum usai.
Namun, aksi ini juga menyampaikan satu pesan serius kepada pemerintah Indonesia, yaitu menolak gagasan relokasi warga Gaza ke luar Palestina, termasuk ke Indonesia. Bagi mereka, solusi bukanlah pengungsian, tapi kemerdekaan dan hak untuk hidup di tanah air sendiri.
Sejak Israel melanggar gencatan senjata pada 18 Maret 2025, situasi di Gaza semakin memburuk. Dalam waktu kurang dari sebulan, lebih dari 700 nyawa melayang, menambah total korban menjadi lebih dari 51.000 jiwa.
Baca Juga: DPD Juleha Lampung Utara Syiarkan Pentingnya Makanan Halal
Pekan lalu menjadi salah satu periode tergelap, di mana jurnalis dibakar hidup-hidup, tenaga medis ditembaki, Rumah Sakit Baptis Al-Ahli dibombardir, dan konvoi bantuan dicegat. Lembaga PBB untuk Pengungsi Palestina, UNRWA, memperingatkan bahwa stok tepung di Gaza hanya cukup untuk beberapa hari, mengancam dua juta penduduk dengan kelaparan massal.
Aksi di Bandung menjadi satu dari ribuan suara yang terus menggema di berbagai belahan dunia, menyerukan penghentian kekejaman dan menuntut keadilan. Dari sudut Gedung Sate, Bandung mengirimkan pesan moral ke seluruh dunia bahwa Gaza tidak sendiri.[]
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: BKSAP DPR RI Gelar Rakernas bersama Kemenlu dan Lembaga Peduli Palestina