Rafah, MINA – Seorang dokter darurat asal Australia yang menjadi relawan di Gaza selatan melaporkan situasi yang mengerikan setelah dugaan penembakan massal terjadi di lokasi distribusi bantuan di Rafah pada Ahad (1/6). Ratusan warga sipil Palestina dilaporkan menjadi korban luka tembak, sebagian besar dalam kondisi kritis.
Dr. Ahmad Abu Sweid, yang saat ini bertugas di Unit Gawat Darurat Kompleks Medis Nasser di Khan Younis, menggambarkan pemandangan korban luka yang luar biasa parah dan melampaui apa pun yang pernah ia alami sebelumnya dalam karier medisnya.
“Kami baru beberapa hari di sini, tapi trauma yang saya saksikan sangat ekstrem. Hari ini kami menerima ratusan korban. Banyak yang dalam kondisi kritis. Beberapa meninggal saat tiba, dengan luka tembak di kepala dan dada,” ujar Abu Sweid kepada wartawan dilaporkan WAFA, Senin (2/6).
Menurutnya, semua korban adalah warga sipil yang tengah mengantri untuk menerima bantuan pangan saat insiden terjadi. Mereka mengikuti arahan untuk berkumpul di lokasi distribusi, namun kemudian terkena tembakan langsung dan serpihan peluru.
Baca Juga: UNRWA: Bantuan ke Gaza Hanya Penuhi 9 Persen Kebutuhan
“Mereka datang untuk mengambil makanan. Tapi yang mereka dapatkan justru peluru dan luka parah,” tegasnya.
Rumah Sakit Kolaps, Staf Medis Kewalahan
Kompleks Medis Nasser, salah satu dari sedikit rumah sakit yang masih beroperasi di Gaza selatan, kini dalam kondisi penuh sesak dan kekurangan pasokan medis. Dr. Abu Sweid menyebut tenaga medis lokal telah bekerja tanpa henti selama lebih dari 200 hari dan kini berada dalam kondisi sangat kelelahan.
“Fasilitas sudah penuh. Kami baru datang, tapi staf lokal sudah bekerja terus-menerus selama berbulan-bulan. Mereka kehabisan tenaga dan sumber daya,” katanya.
Insiden tersebut terjadi di tengah kekhawatiran global yang terus meningkat terhadap krisis kemanusiaan yang memburuk di Jalur Gaza.
Baca Juga: Mahasiswa Universitas Cambridge Kembali Gelar Kemah Pro-Palestina
Sistem kesehatan hampir runtuh total, sementara ketahanan pangan mencapai tingkat bencana, dengan jutaan warga menghadapi kelaparan akut akibat blokade dan keterbatasan bantuan internasional.
Organisasi-organisasi kemanusiaan dan sejumlah pemerintah telah memperingatkan bahwa situasi di Gaza membutuhkan tindakan darurat internasional untuk mencegah bencana lebih besar.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari militer Israel terkait insiden penembakan tersebut.
Sementara jumlah korban tewas di Jalur Gaza akibat agresi militer Israel sejak 7 Oktober 2023 telah meningkat menjadi 54.418 jiwa, menurut sumber medis Palestina. Sebagian besar korban adalah perempuan dan anak-anak, sementara lebih dari 124.190 orang terluka.
Baca Juga: UNRWA: Mekanisme Distribusi Bantuan jadi “Perangkap Maut” bagi Warga Gaza
Dalam 24 jam terakhir saja, tercatat 37 orang meninggal dunia, termasuk lima jenazah yang berhasil dievakuasi dari bawah reruntuhan bangunan. Selain itu, 136 orang lainnya mengalami luka-luka, banyak di antaranya dalam kondisi kritis.
Ribuan warga Palestina diperkirakan masih tertimbun di bawah puing-puing bangunan, namun upaya penyelamatan terhambat parah akibat pemboman yang terus berlanjut dan akses yang tertutup bagi tim medis maupun pertolongan sipil.
Angka-angka tersebut tidak mencakup korban di wilayah utara Gaza, di mana pertempuran hebat membuat akses ke rumah sakit dan fasilitas medis nyaris mustahil.[]
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Pasukan Pendudukan Israel Hancurkan Satu-satunya Rumah Sakit Dialisis di Gaza Utara