AMERIKA Serikat dikenal sebagai eksportir utama dalam berbagai sektor, termasuk energi, teknologi militer, dan agrikultur. Namun, di balik pencapaian ini, terdapat realitas yang menimbulkan keprihatinan mendalam. Artikel ini akan mengulas secara menyeluruh bagaimana ekspor utama AS—dolar, drone, dan darah—mencerminkan dinamika global yang kompleks dan sering kali menyedihkan. Berikut ini 15 fakta keburukan Amerika.
Pertama, Dominasi Dolar dan Ketimpangan Ekonomi Global. Dolar AS berfungsi sebagai mata uang cadangan utama dunia, memberikan AS keunggulan signifikan dalam perdagangan internasional. Namun, dominasi ini sering kali memperdalam ketimpangan ekonomi global, dengan negara-negara berkembang menghadapi tantangan dalam menstabilkan mata uang mereka sendiri. Ketergantungan pada dolar membuat banyak negara rentan terhadap kebijakan moneter AS, yang dapat memicu krisis ekonomi di wilayah lain.
Kedua, Ekspor LNG: Keuntungan Ekonomi vs Dampak Lingkungan. Pada Maret 2025, ekspor gas alam cair (LNG) AS mencapai rekor 9,3 juta metrik ton, didorong oleh peningkatan produksi di fasilitas seperti Plaquemines di Louisiana. Meskipun ini menguntungkan secara ekonomi, peningkatan eksploitasi gas alam menimbulkan kekhawatiran lingkungan, termasuk emisi gas rumah kaca dan risiko terhadap ekosistem lokal.
Ketiga, Ketegangan Perdagangan dan Dampaknya pada Harga Energi. Pengenaan tarif impor oleh pemerintahan Trump pada April 2025 meningkatkan ketegangan perdagangan global. Meskipun sektor energi AS relatif terlindungi, volatilitas pasar yang dihasilkan mempengaruhi harga energi domestik dan internasional, membebani konsumen dan industri di negara lain.
Baca Juga: Israel: Negara Iblis yang Berpura-pura Kudus
Keempat, Lonjakan Ekspor Senjata: Mendorong Konflik Global. Pada tahun fiskal 2024, penjualan peralatan militer AS ke pemerintah asing melonjak 29% menjadi $318,7 miliar. Peningkatan ini mencerminkan meningkatnya permintaan global di tengah ketegangan geopolitik, namun juga menyoroti peran AS dalam memperkuat kompleks industri militer dan potensi eskalasi konflik bersenjata di berbagai belahan dunia.
Kelima, Penjualan Senjata ke Israel: Kontroversi dan Dampak Kemanusiaan. Pemerintahan Trump menyetujui penjualan lebih dari 20.000 senapan serbu Colt Carbine 5,56 mm ke Israel, yang sebelumnya ditunda oleh pemerintahan Biden karena kekhawatiran penggunaan oleh pemukim ekstremis terhadap warga Palestina di Tepi Barat. Keputusan ini menimbulkan kontroversi, mengingat potensi peningkatan kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia di wilayah tersebut.
Keenam, Erosi Dominasi Ekspor Pertanian AS. Dominasi AS dalam ekspor biji-bijian dan minyak nabati telah menurun drastis selama beberapa dekade terakhir. Misalnya, pangsa ekspor jagung AS turun dari 80% pada akhir 1970-an menjadi rata-rata terendah 31% dalam lima tahun terakhir, sementara Brasil meningkat menjadi 22%. Penurunan ini mencerminkan perubahan dinamika pasar global dan tantangan bagi petani AS.
Ketujuh, Dampak Tarif pada Ekonomi Domestik dan Global. Pengenaan tarif impor oleh AS, seperti yang diumumkan pada “Liberation Day” oleh Presiden Trump, memicu kekhawatiran akan perang dagang yang dapat merugikan ekonomi domestik dan global. Meskipun sektor energi mungkin terlindungi, industri lain menghadapi risiko signifikan akibat retaliasi dari mitra dagang utama.
Baca Juga: Zionis: Tentara Cengeng di Balik Bom Fosfor
Kedelapan, Ketergantungan pada Ekspor Energi dan Volatilitas Pasar. Meskipun ekspor LNG AS mencapai rekor, ketergantungan pada ekspor energi membuat ekonomi rentan terhadap fluktuasi harga global dan perubahan permintaan. Negara-negara yang bergantung pada energi AS mungkin mencari sumber alternatif, yang dapat mempengaruhi stabilitas pasar energi AS.
Kesembilan, Etika Penjualan Senjata ke Negara-negara Konflik. Penjualan senjata AS ke negara-negara yang terlibat dalam konflik, seperti Israel, menimbulkan pertanyaan etis tentang peran AS dalam memperpanjang atau memperburuk konflik tersebut. Meskipun menguntungkan secara ekonomi, dampak kemanusiaan dari penjualan ini tidak dapat diabaikan.
Kesepuluh, Pengaruh Lobi Industri Pertahanan dalam Kebijakan Luar Negeri. Lonjakan ekspor senjata mencerminkan pengaruh kuat lobi industri pertahanan dalam kebijakan luar negeri AS. Keputusan untuk menjual senjata sering kali dipengaruhi oleh kepentingan korporasi, yang mungkin tidak selalu sejalan dengan kepentingan kemanusiaan atau perdamaian global.
Kesebelas, Dampak Sosial dari Dominasi Dolar. Dominasi dolar dalam perdagangan internasional memberikan AS keunggulan, namun juga menciptakan ketidakstabilan ekonomi di negara lain. Fluktuasi nilai tukar yang dipicu oleh kebijakan moneter AS dapat menyebabkan inflasi dan krisis ekonomi di negara berkembang.
Baca Juga: Israel Takut Batu, Amerika Takut Kebenaran
Keduabelas, Ketidakpastian Pasar Akibat Kebijakan Perdagangan Proteksionis. Kebijakan perdagangan proteksionis, seperti tarif impor yang tinggi, menciptakan ketidakpastian di pasar global. Perusahaan dan konsumen di seluruh dunia harus menyesuaikan diri dengan dinamika baru, yang sering kali menyebabkan penurunan investasi dan pertumbuhan ekonomi.
Ketigabelas, Penurunan Kepercayaan terhadap Kepemimpinan Ekonomi AS. Tindakan unilateral seperti pengenaan tarif dan penjualan senjata kontroversial telah menggoyahkan kepercayaan global terhadap kepemimpinan ekonomi dan moral Amerika Serikat. Negara-negara yang sebelumnya mengandalkan stabilitas ekonomi AS kini mulai mengalihkan perdagangan dan aliansi strategisnya ke blok-blok baru seperti BRICS. Ketidakpercayaan ini melemahkan posisi dolar sebagai mata uang dominan dan membuka peluang bagi munculnya sistem moneter alternatif.
Keempatbelas, Ekspor Budaya Kekerasan dan Hegemoni Global. Selain barang dan teknologi, AS juga mengekspor budaya melalui media dan hiburan, yang sering menormalisasi kekerasan, konflik bersenjata, dan intervensi militer. Hollywood, game, dan serial TV sering kali menampilkan kekuatan militer sebagai solusi atas masalah global, membentuk persepsi masyarakat dunia terhadap kekuasaan sebagai sesuatu yang identik dengan dominasi. Hal ini menjadi ironi ketika AS mempromosikan demokrasi dan perdamaian, tetapi juga menjadi produsen utama kekerasan simbolik dan fisik.
Kelimabelas, Darah yang Mengalir dari Komersialisasi Perang. Pada akhirnya, yang paling menyedihkan dari semua ini adalah bahwa keuntungan ekonomi yang diperoleh dari dolar dan drone sering kali dibayar dengan darah. Penjualan senjata ke zona konflik bukan hanya soal angka dan neraca perdagangan, tetapi juga soal nyawa yang hilang, keluarga yang hancur, dan masa depan yang sirna. Negara-negara seperti Yaman, Palestina, dan banyak wilayah lain menjadi ladang percobaan senjata dan strategi militer, sementara masyarakat sipil menjadi korban utama dari keputusan politik dan ekonomi yang dibuat ribuan mil jauhnya.[]
Baca Juga: 15 Kejahatan Zionis Yahudi Dari Masa Ke Masa
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Silaturahim dengan Sulaturahmi, Ternyata Berbeda Makna