Jakarta, MINA – Rencana Israel melakukan pencaplokan wilayah (aneksasi) Tepi Barat Palestina, menuai penolakan keras dari Parlemen Indonesia.
Ketua Grup Kerja Sama Bilateral (GKSB) Parlemen Indonesia-Palestina, sekaligus Anggota Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPRI RI Syahrul Aidi Maazat mendorong agar Pemerintah Indonesia tetap konsisten dengan sikap sikap pengecaman rencana yang bertentangan dengan berbagai hukum internasional dan resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tersebut.
“Tentu Parlemen Indonesia mendorong tetap konsisten dengan sikap-sikap yang selama ini sebagai anggota Dewan Keamanan PBB yang dengan tegas menolak rencana anksasi Israel terhadap Palestina. Begitu juga ketika pemindahan ibu kota Yerusalem ke Israel itu Indonesia juga menolak. Kita mengapresiasi dan mendorong Indonesia tetap konsisten sikapnya yang selama ini menolak segala bentuk penghilangan hak bagi Palestina,” kata Syahrul usai menggelar pertemuan dengan Direktur Timur Tengah Kementerian Luar Negeri di Ruang Tamu Delegasi, Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Jumat (26/6).
Rencana aneksasi berjalan pasca kesepakatan pembentukan pemerintahan koalisi antara Benjamin Netanyahu dan Jenderal Benny Gantz. Perluasan ini merujuk pada proposal “Deal of The Century” dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang mengusulkan wilayah Palestina di Tepi Barat dipangkas dan seluruh kota Yerusalem sebagai wilayah ibu kota Israel.
Baca Juga: Cuaca Jakarta Berpotensi Hujan Kamis Ini, Sebagian Berawan Tebal
Langkah tersebut dinilai melanggar norma dan hukum internasional, yang seringkali dilanggar Israel karena tidak ada sanksi konkret apapun yang dijatuhkan terhadapnya.
“Aneksasi ini adalah bentuk penjajahan jaman modern, dan kita, Indonesia yang memiliki Undang Undang Dasar yang mengamanahkan kepada kita menghapuskan penjajahan, tentu kita menolak. Saya mengapresiasi langkah Menteri Luar Negeri yang menolak hal ini meski ancaman luar biasa dari Amerika Serikat melalui berbagai kesepakatan bantuan ekonomi, tetapi kita tetap bertahan. Indonesia ini negara uang berdaulat, tidak bisa kedaulatan kita diiming-imingi dengan bantuan ekonomi,” tegasnya.
Menurut politisi Fraksi PKS ini, Indonesia dapat menempuh langkah inisiasi dengan mengajak seluruh negara Anggota DK PBB untuk mendesak PBB mengeluarkan resolusi terkait ini.
Meski Amerika Serikat masih memiliki hak veto dalam union tersebut, penolakan tidak bisa dilakukan melalui kata-kata, tetapi juga lewat kebijakan luar negeri untuk menghambat langkah Israel. Untuk itu, ia berpendapat semua pihak harus pula memanfaatkan situasi impeachment dan krisis kepercayaan terhadap Presiden Donald Trump, jelang Pemilu AS.
Baca Juga: Workshop Kemandirian untuk Penyandang Disabilitas Dorong Ciptakan Peluang Usaha Mandiri
“Perlu saya sampaikan saat ini, GKSB tidak hanya memprioritaskan isu terkait aneksasi ini yang akan terjadi mulai 1 Juli nanti, tetapi juga akan bicara tentang hubungan Indonesia-Palestina ke depannya. Disampaikan Pak Direktur, sejak 2019 kita sudah memberlakukan free tax untuk dua produk (kurma dan minyak zaitun) asal Palestina, ke depannya kami garap seluruh produk bisa bebas biaya. Dalam waktu dekat kami agendakan pertemuan dengan Dubes Palestina untuk Indonesia dan teman-teman NGO untuk Palestina,” imbuhnya.
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dalam Pertemuan Terbuka DK PBB secara virtual pada Rabu (24/6) lalu telah mengajak masyarakat internasional untuk menolak rencana aneksasi Israel. Bersama Tunisia dan Afrika Selatan, Indonesia memprakarsai pertemuan DK setingkat Menteri ini, yang turut dihadiri Sekretaris Jenderal PBB, Sekretaris Jendral Liga Arab, UN Special Coordinator for the Middle East Peace Process, Menteri Luar Negeri Palestina, dan Menteri Luar Negeri sejumlah Anggota DK lainnya.
Direktur Timur Tengah Kementerian Luar Negeri Achmad Rizal Purnama dalam pertemuan ini juga membenarkan hal tersebut. Selain pertemuan terbuka, Indonesia juga telah menyampaikan komitmen pendanaan untuk Palestina pada Pertemuan Luar Biasa UNRWA secara virtual pada pertengahan Juni ini. Indonesia juga menekankan pentingnya Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) untuk bersatu memobilisasi dukungan internasional.
“Menlu RI telah mengirim surat kepada Menlu anggota DK PBB, Sekjen PBB, Sekjen OKI, Sekjen Liga Arab, Ketua GNB, Ketua G-77, serta sejumlah negara kunci OKI untuk mencegah terjadinya aneksasi. Selain itu, Menlu juga telah lakukan pembicaraan dengan beberapa menlu, termasuk Menlu AS, terkait isu ini. 10 Juni lalu, OKI telah lakukan pertemuan darurat tingkat Menteri Luar Negeri untuk mendukung Palestina dan menolak aneksasi tersebut. Indonesia menekankan pentingnya semua negara OKI bersatu untuk menolak,” pungkasnya. (R/R1/RS2)
Baca Juga: Update Bencana Sukabumi: Pemerintah Siapkan Pos Pengungsian
Mi’raj News Agency (MINA)