Jakarta, 25 Dzulqa’dah 1436/9 September 2015 (MINA) – Kisruh terlambat keluarnnya visa sebagian calon jamaah haji Indonesia tahun ini telah memberi efek domino hingga ke tanah suci.
“Ada koper jamaah sudah tiba di tanah suci, pemiliknya belum bisa berangkat karena visa belum keluar. Jamaah yang tertahan soal visa ini jadi terpisah dari rombongan karena hingga jadwal berangkat tiba visa belum siap,” kata Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Ledia Hanifa Amaliah usai melakukan pengawasan pelaksanaan penyelenggaraan ibadah haji pada 3-8 September lalu.
Akibat lanjutannya, sebagian jamaah yang dimajukan jadwalnya sebagai pengganti jamaah yang visanya belum siap, tiba di tanah suci dengan mengenakan gelang informasi yang tidak sama dengan alamat tinggal yang tersedia, dan ini cukup membingungkan dan merepotkan setibanya di tanah suci.
Ledia mengatakan kepada Mi’raj Islamic News Agency (MINA) dalam keterangan persnya, Rabu (9/9), berubahnya jadwal keberangkatan dan kedatangan sebagian jamaah calon haji tersebut tidak hanya menyusahkan jamaah itu sendiri tetapi juga pihak-pihak lain.
Baca Juga: BKSAP DPR Gelar Kegiatan Solidaritas Parlemen untuk Palestina
Panitia haji di tanah suci harus melakukan regrouping dan memindahkan alamat. Pembimbing ibadah, ketua rombongan, semua harus mengantisipasi perubahan. Bahkan petugas medis sampai harus mencari-cari pasien mereka.
“Melakukan regrouping ini sama sekali bukan perkara mudah. Pembimbingan dan pengontrolan menjadi lebih sulit dilakukan. Padahal calon jamaah haji Indonesia banyak yang merupakan orang lanjut usia, jamaah resti (resiko tinggi dalam kesehatan) atau gabungan keduanya. Belum lagi secara psikologis bagi jamaah haji dan rombongan yang terpisah maupun yang terkena regrouping ada sebuah ketidaknyamanan,” ujar Ledia.
Tak hanya itu, dalam beberapa momen sidak di tanah suci, ia juga menemukan persoalan-persoalan haji yang sudah bertahun-tahun menjadi bahan evaluasi, tapi nyatanya masih saja terulang. Di antaranya soal pemadatan jamaah dalam satu ruangan dan bercampurnya jamaah laki-laki dan perempuan.
Sesuai ketentuan, lanjut Ledia, setiap jamaah haji berhak atas ruang minimal empat meter persegi di dalam satu ruangan. Tapi ketentuan ini masih saja banyak yang dilanggar. Satu kamar ukuran kecil rata-rata diisi sampai enam jamaah. Bahkan ada satu kamar berisi 11 jamaah, delapan di antaranya lansia dan hanya memiliki satu kamar mandi. Sama sekali tidak sesuai ketentuan.
Baca Juga: Warga Israel Pindah ke Luar Negeri Tiga Kali Lipat
“Begitu pula petugas kesehatan laki-laki dan perempuan ada yang ditempatkan dalam satu kamar, padahal sudah sejak tiga tahun lalu kita secara tegas telah melarang adanya penempatan laki-laki dan perempuan dalam satu kamar,” tegas Ledia.
Temuan-temuan itu segera ditindaklanjuti dengan melakukan perombakan karena terkait pada hak jamaah, namun Ledia khawatir masih ada beberapa pemondokan yang punya masalah serupa tetapi belum terungkap, apalagi jamaah haji belum tiba semua sehingga penumpukan jamaah belum nampak.
“Ke depannya pemerintah harus lebih sungguh-sungguh melakukan perbaikan penyelenggaraan haji sejak di tanah air. Segala temuan yang menjadi catatan Komisi VIII dalam pengawasan kemarin sebenarnya adalah persoalan-persoalan yang bisa diantisipasi sejak awal. Sehingga problem yang sudah menjadi bahan evaluasi tahun-tahun lalu seharusnya tidak terjadi lagi,” tambahnya. (L/R05/P4)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Timnas Indonesia Matangkan Persiapan Hadapi Bahrain