Jakarta, MINA – Anggota Komisi VIII DPR Ali Taher mengapresiasi diperluasnya lembaga pemeriksa halal, sebagaimana diatur dalam omnibus law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja.
Menurutnya, sertifikasi halal nantinya dapat dikeluarkan ormas Islam seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah.
RUU Cipta Kerja juga mengatur sertifikasi halal untuk usaha mikro, kecil dan menengah akan ditanggung oleh pemerintah.
“Ormas Islam seperti NU dan Muhammadiyah (nantinya) bisa membuat sertifikasi halal. RUU ini saya kira dibuat untuk kemaslahatan orang banyak. Saya ingin yang terbaik dan adil untuk rakyat,” ujar Ali dalam keterangannya, Jumat (2/10).
Baca Juga: BPJPH Tegaskan Kewajiban Sertifikasi Halal untuk Perlindungan Konsumen
Kata dia, diperluasnya lembaga pemeriksa halal dan kemudahan bagi UMKM sebagaimana diatur dalam RUU Cipta Kerja, sudah melalui banyak proses. Termasuk meminta pendapat dari berbagai elemen. Antara lain, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan PP Muhammadiyah.
Kedua ormas Islam itu mendukung desentralisasi sertifikasi halal. Namun, penetapan halal harus dilakukan oleh lembaga-lembaga yang mempunyai kapasitas mengeluarkan pendapat keagamaan.
“Pertanyaannya, apakah itu tidak membuka peluang adanya ketidakpastian hukum? Jawabnya, tidak sama sekali. Karena penetapan halal adalah keputusan profesional sebuah lembaga yang tidak bisa dicampuri lembaga lain,” jelasnya.
Dia menambahkan, pengurusan sertifikasi halal akan sangat mudah dan sepenuhnya memberi kemudahan bagi UMKM.
Baca Juga: BPJPH Tekankan Kembali Wajib Halal Telah Berlaku
“Itu juga menyebabkan adanya afirmasi kepada pengusaha kecil dan mikro yang diperlukan berbeda dengan usaha menengah dan besar,” katanya.
Dalam pengurusan Jaminan Produk Halal (JPH), katanya lagi, usaha kecil dan mikro nantinya cukup dengan membuat pernyataan kehalalan barang yang diproduksi. Ketentuan soal halal diatur dalam Pasal 49 RUU Cipta Kerja.
Pasal ini berisi revisi atas beberapa pasal di RUU Jaminan Produk Halal (JPH). Di antaranya, menghapus kewenangan tunggal Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam menetapkan produk halal.
Sertifikat halal adalah pengakuan kehalalan suatu produk yang dikeluarkan oleh BPJPH berdasarkan fatwa halal. Itu tertulis di angka 10, Pasal 49 RUU Ciptaker. Untuk diketahui, format RUU Cipta Kerja disusun berdasarkan revisi atas 79 undang-undang yang ada.
Baca Juga: UMK Wajib Sertifikasi Halal 17 Oktober 2026: Bagaimana dengan Produk Luar Negeri?
RUU ini segera rampung dalam waktu dekat. Diharapkan dapat memberi berbagai kemudahan kepada masyarakat. Di antaranya memberi penyederhanaan dan percepatan proses perizinan usaha di Indonesia. (T/B04/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: BPJPH, MUI, dan Komite Fatwa Sepakati Solusi Masalah Nama Produk Halal