Jakarta, 9 Dzulhijjah 1436/23 September 2015 (MINA) – Pemerintah sudah seharusnya stop melakukan impor beras. Pasalnya, produksi padi tahun 2015 berdasarkan data BPS bisa mencapai 75,5 juta ton Gabah Kering Giling (GKG).
“Kalau dikonversi ke beras, dengan asumsi GKG = 62,74% beras, maka total produksi beras tahun 2015 adalah 75,5 juta ton X 62,74 = 47,40 juta ton,” kata Wakil Ketua Komisi VI DPR Heri Gunawan di Jakarta, Selasa (22/9) malam, demikian siaran pers DPR RI yang diterima Mi’raj Islamic News Agency (MINA).
Berdasarkan perhitungan Bappenas, konsumsi beras per tahun hanya mencapai 29 juta ton dengan asumsi jumlah penduduk sebesar 250 juta orang. Dari perhitungan itu, berarti surplus sebesar 47,40 juta ton dikurangi 29 juta ton = 18,9 juta ton pertahun.
Heri mengungkapkan, untuk tiga sampai empat bulan ke depan produksi beras bisa mencapai 15,8 juta ton, sedangkan konsumsi hanya 9,5 juta ton. Berarti, ada surplus 6,3 juta ton. “Di sinilah peran Bulog diperlukan untuk bisa menyerap sebesar-besarnya beras dari petani,” ungkapnya.
Baca Juga: Hadiri Indonesia-Brazil Business Forum, Prabowo Bahas Kerjasama Ekonomi
Pada konteks itu, lanjut Heri, Bulog harus mampu meningkatkan penyerapannya yang baru mencapai 4,69% atau 2,2 juta ton ke kisaran 8-10%. Dengan begitu, Bulog akan lebih mempunyai peran maksimal kestabilan stok dan harga beras nasional.
Heri menyatakan, Bulog sudah pernah mendapat PMN TA 2015 sebesar Rp.3 triliun yang harus digunakan untuk meningkatkan kapasitas usaha dan penyerapan gabah/beras. Pada tahun 2016 mendatang, Bulog kembali mengusulkan PMN sebesar Rp.2 triliun untuk pembangunan insfrastruktur pengeringan, pengolahan, dan penyimpanan beras di sentra-sentra produksi padi.
Minimnya insfrastruktur tersebut menjadi salah satu penyebab rendahnya penyerapan beras Bulog. Di daerah Pejampangan, Kabupaten Sukabumi misalnya, sampai hari ini tidak memiliki gudang penyimpanan yang permanen dan memadai. Padahal, daerah itu termasuk salah satu sentra produksi padi nasional.
Akibatnya, penyerapan gabah petani tidak maksimal. “Hal itu harus mendapat perhatian serius Perum Bulog sehingga tidak boleh lagi ada fakta bahwa tingkat penyerapan Bulog rendah karena keterbatasan infra struktur,” ujarnya.
Baca Juga: Rupiah Berpotensi Melemah Efek Konflik di Timur Tengah
Dengan tingkat penyerapan yang maksimal, Bulog akan lebih berfungsi sebagai stabilitor dan buffer stok yang kuat. “Hal ini perlu dukungan serius dari Pemerintah terkait regulasi atas peran Bulog, ujungnya, kita tidak perlu lagi impor beras yang hanya akan menjadi “permainan” para mafia,” pungkas Heri. (T/P011/R05)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Komite Perlindungan Jurnalis Kutuk Israel atas Tebunuhnya Tiga Wartawan di Lebanon