Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

DPR: TUNJANGAN KUA TAK KUNJUNG CAIR BERPOTENSI BUKA PINTU GRATIFIKASI

Rana Setiawan - Selasa, 25 November 2014 - 17:36 WIB

Selasa, 25 November 2014 - 17:36 WIB

666 Views

Ledia Hanifa Amaliah. (Foto: Arie/MINA)
Ledia Hanifa Amaliah. (Foto: Arie/mirajnews.com)

Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ledia Hanifa Amaliah. (Foto: Arie/mirajnews.com)

Jakarta, 25 November 2014 (MINA) – Petugas Kantor Urusan Agama (KUA) rawan menerima gratifikasi, karena tunjangan jasa dan transportasi yang menjadi haknya kurang lancar atau sering terhambat pencairannya. Hal ini disampaikan Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Ledia Hanifa Amaliah.

“Bila para petugas KUA tak kunjung mendapatkan tunjangan jasa dan transportasi yang menjadi hak-nya, sementara mereka sudah bertugas profesional, tidak mengambil kutipan, bahkan menalangi terlebih dahulu ongkos perjalanan, tentunya hal ini menjadi beban tersendiri bagi mereka. Saya khawatir pintu grafitikasi bisa terbuka kembali dengan berbagai alasan,” kata Ledia kepada Mi’raj Islamic News Agency (MINA), Selasa.

Ledia menjelaskan, sejak berlakuknya PP No 48 tahun 2014 tentang Perubahan Atas PP No 47 tahun 2004 Tentang Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Departemen Agama sejak Juli 2014 lalu, kini biaya pencatatan nikah menjadi Rp. 0 alias gratis selama dilangsungkan di kantor KUA pada hari dan jam kerja.

Sementara pungutan resmi sebesar 600 ribu rupiah atas jasa profesi dan transportasi petugas KUA di luar hari dan jam kerja disetorkan langsung ke negara sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Baca Juga: ICMI Punya Ruang Bentuk Kader-kader Indonesia Emas 2045 

“Dari setoran ke negara ini, sekitar 80 persen dari total penerimaan akan dikembalikan ke KUA untuk melaksanakan program dan kegiatan Bimas Islam dalam rangka pelayanan nikah atau rujuk termasuk di dalamnya pemberian tunjangan jasa profesi dan transportasi kepada petugas pelaksana KUA,” ujar Ledia.

Detil mengenai penerimaan, pengelolaan dan pencairan dana PNBP ini telah dituangkan dalam Peraturan Menteri Agama (PMA) no 46 tahun 2014 yang berlaku mulai November ini sebagai pengganti PMA no 24 tahun 2014 yang berlaku Agustus lalu.

Ledia menambahkan, komisi VIII DPR RI sudah sejak lama mengingatkan pemerintah selain semangat menutup pintu gratifikasi ditinggikan, semangat mencarikan solusi harus menjadi langkah silmultan.

“Kementrian Agama harus segera menyelesaikan persoalan lintas sektor dengan Kementerian Keuangan agar dana PNBP bagi KUA ini segera turun dan terus turun setiap bulan dengan lancar. Janganlah persoalan kepentingan administratif di tingkat pusat semisal tarik ulur mengenai siapa pemegang kewenangan pengelolaan anggaran menghambat orang mendapatkan hak atas apa yang sudah mereka kerjakan. Hal yang seharusnya mudah jangan dibuat sulit. Penetapan kewenangan tidak seharusnya berlarut-larut hingga memakan waktu sampai berbulan-bulan,” terang Ledia.

Baca Juga: Antisipasi Kerawanan Pangan, Wamendes PDT Wacanakan Satu Provinsi Satu Desa ICMI

Ungkapan Ledia itu ditujukan pada PMA No. 24 yang berlaku pada Agustus lalu dan belum tersosialisasi namun sudah berganti dengan PMA baru No. 46 pada November ini.

“Jangan sampai muncul lagi alasan bahwa PMA baru belum tersosialisasi hingga tunjangan kembali terhambat untuk dicairkan. Selain berpotensi membuka kembali pintu gratifikasi dengan beragam alasan, saya khawatir pemerintah akan jatuh dalam posisi menzalimi pekerjanya,” tegas Ledia

Selama ini sebagian besar masyarakat tahunya KUA hanya sebagai kantor layanan administratif pernikahan, padahal tupoksi mereka luas sekali, yaitu melaksanakan sebagian tugas Kantor Departemen Agama Kota/Kabupaten di bidang urusan agama Islam dan membantu pembangunan pemerintahan umum di bidang agama di tingkat kecamatan dengan fungsi tugas yang mencakup pelayanan nikah, rujuk, penyuluh agama, pelayanan konseling melalui Badan Penasihatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP-4), hingga bersama masyarakat memakmurkan rumah ibadah lewat Badan Kesejahteraan Masjid (BKM).

“Dengan lingkup tupoksi seluas itu, satu KUA hanya mendapat anggaran operasional 3 juta rupiah per bulan untuk mengkaver seluruh kebutuhan kantor dan pelaksanaan kegiatan. Bila kemudian dana PNBP yang menjadi hak KUA masih saja tertunda karena soal teknis admininistratif di tingkat pusat, tentu keseriusan pemerintah untuk mewujudkan pelayanan publik yang bersih dan profesional patut dipertanyakan.” pungkas Ledia.(L/R05/R11)

Baca Juga: Cuaca Jakarta Berawan Sabtu Ini, Sebagian Hujan Ringan

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Rekomendasi untuk Anda

Indonesia
Indonesia
Indonesia
Indonesia
Indonesia