Purbalingga, MINA – Dalam forum pembinaan yang digelar dalam rangka Tabligh Akbar umat Islam di Purbalingga, Sabtu (2/8), Ustaz Dr As’adi Ma’ruf SH MH menyampaikan paparan mendalam bertema “Memahami Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) dalam Perspektif Hukum dan Syariat.”
Ia menekankan pentingnya membedakan antara entitas organisasi kemasyarakatan dengan jamaah keagamaan agar umat tidak salah dalam bersikap maupun menilai.
“Aspek hukum dan syariat terhadap Ormas dan Jamaah Muslimin (Hizbullah) tidak bisa disamakan. Keduanya memiliki dasar pijakan dan tujuan yang berbeda,” jelasnya di hadapan peserta Tabligh Akbar yang memadati Masjid Darul Muttaqin, Karangcengis, Purbalingga.
As’adi menjelaskan bahwa organisasi kemasyarakatan (Ormas) memiliki legalitas formal di bawah naungan negara. Landasan hukumnya jelas, mulai dari Pancasila dan UUD 1945 hingga Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 yang telah diubah melalui Perppu Nomor 2 Tahun 2017 dan disahkan menjadi UU Nomor 16 Tahun 2017.
Baca Juga: Presiden Prabowo Resmi Berhentikan Immanuel Ebenezer dari Jabatan Wamenaker
“Ormas didirikan secara sukarela oleh minimal tiga WNI, bisa berbadan hukum atau tidak. Jika berbadan hukum harus memiliki AD/ART, akta notaris, NPWP, dan pengesahan dari Kemenkumham,” jelas mantan hakim di Pengadilan Tipikor Semarang JawabTengah ini.
Ia juga menyinggung sanksi tegas bagi Ormas yang melanggar aturan, termasuk pelarangan penyebaran paham anti-Pancasila, penodaan agama, hingga tindakan kekerasan dan separatisme.
Berbeda dengan Ormas, Jamaah Muslimin (Hizbullah) dalam perspektif Islam bukanlah organisasi formal, melainkan ikatan spiritual dan keimanan.
“Jamaah adalah kumpulan orang beriman yang mengikuti ajaran Rasulullah dan dipimpin oleh seorang Imam. Keanggotaannya bukan sukarela, tapi wajib bagi setiap muslim,” tegas As’adi.
Baca Juga: Pecinta Alam TNGHS Gandeng Mahasiswa Jaga Kelestarian Alam
Ia menukil sejumlah ayat Alquran dan hadis, seperti QS Ali Imran ayat 103 dan sabda Nabi tentang pentingnya menetapi jamaah serta ancaman bagi mereka yang memisahkan diri darinya.
“Dalam Islam, meninggalkan jamaah berarti membuka celah untuk kehancuran umat,” imbuhnya.
As’adi menegaskan bahwa jamaah tidak bisa disamakan dengan Ormas karena tidak berbadan hukum dan tidak tunduk pada UU Ormas.
“Imam adalah pemimpin bagi kaum Muslimin bukan ketua organisasi. Makmum bukan anggota, tapi pengikut dalam konteks ibadah dan keimanan,” jelasnya.
Baca Juga: Hujan Ringan Guyur Jakarta Pagi Ini, Suhu Maksimum 29 Derajat
Ia menyoroti bagaimana jamaah acap kali disalahpahami dan bahkan dikenai tindakan hukum seperti pemanggilan, pembubaran kegiatan, hingga pelarangan aktivitas ibadah.
Padahal, menurutnya, “Jamaah Muslimin (Hizbullah) tidak berada dalam jangkauan UU Ormas. Solusi terbaik adalah membangun dialog dan pemahaman bersama antara jamaah dan negara.”
Di akhir paparannya, As’adi menyerukan pentingnya umat Islam memahami posisi dan fungsi masing-masing antara Ormas dan Jamaah.
“Ormas adalah bagian dari sistem negara, sedangkan jamaah adalah bagian dari sistem syariat. Jangan dicampuradukkan agar tidak menimbulkan ketegangan,” pungkasnya.
Baca Juga: Kualitas Udara Jakarta Sabtu ini Buruk
Paparan ini menjadi pengingat bahwa kehidupan berbangsa dan kehidupan beragama harus berjalan selaras, saling menghargai ruang geraknya, dan tidak saling mengintervensi di luar batas yang ditentukan hukum maupun syariat. []
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: BNPB: Tujuh Bencana Hidrometeorologi dan Karhutla Terjadi di Indonesia Pekan ini