Jakarta, MINA – Aktivis kemanusiaan dr. Sarbini Abdul Murad menegaskan bahwa nasib pers dan jurnalis Palestina saat ini berada di bawah tekanan luar biasa akibat agresi militer Israel yang masih berlangsung di Jalur Gaza.
“Ancaman terhadap kebebasan media semakin meningkat. Para jurnalis sering tidak bisa bekerja secara leluasa karena menghadapi intimidasi, pembatasan gerak, bahkan ancaman keselamatan jiwa,” ujarnya dalam diskusi publik yang digelar Rasil TV, Ahad (24/8) malam.
Menurut dr. Sarbini yang pernah menjadi ketua presidium Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) situasi ini bukan hanya membahayakan keselamatan jurnalis, tetapi juga mengancam hilangnya suara rakyat Palestina di hadapan dunia. “Kondisi tersebut membuat kerja jurnalistik semakin sulit, dan tanpa perhatian dunia internasional, suara rakyat Palestina dikhawatirkan akan semakin terbungkam,” tegasnya.
Dalam kesempatan yang sama, jurnalis senior Desi Fitriani menyampaikan bahwa media lokal Palestina menghadapi tantangan serius dalam melakukan peliputan di lapangan.
Baca Juga: Pertahanan Sipil Palestina: Tak Ada Lagi Area Aman di Gaza
“Wartawan di Palestina harus berjuang keras untuk memperoleh data dan fakta, meski seringkali akses informasi sangat dibatasi. Tekanan politik maupun militer menjadikan tugas mereka jauh lebih berat dan penuh risiko,” jelasnya.
Desi juga mengungkapkan fakta memilukan, sejak insiden 7 Oktober 2023, sedikitnya 240 jurnalis dan pekerja media telah syahid, termasuk sekitar 30 orang yang gugur hanya dalam satu bulan pertama agresi Israel. “Angka ini menjadikan konflik yang terjadi saat ini sebagai salah satu periode paling mematikan bagi pegiat pers di dunia modern,” katanya.
Ia menambahkan, jika dibandingkan dengan Perang Dunia II, jumlah korban jurnalis di Palestina jauh lebih tinggi. “Selama perang global tersebut tercatat sekitar 66 jurnalis syahid antara tahun 1939–1945. Kini jumlah itu telah terlampaui dalam waktu yang jauh lebih singkat,” ungkapnya.
Kedua narasumber sepakat, perlindungan internasional bagi jurnalis Palestina sangat mendesak. Mereka menyerukan agar masyarakat global memperkuat dukungan terhadap kebebasan pers di Palestina, demi memastikan informasi yang benar, adil, dan berimbang tentang situasi di lapangan tetap tersampaikan ke dunia.
Baca Juga: Pasukan Israel Lanjutkan Penyerbuan di Tepi Barat, Tebang Ratusan Pohon
Sejak awal agresi Israel ke Jalur Gaza pada Oktober 2023, laporan berbagai organisasi internasional, termasuk Committee to Protect Journalists (CPJ), menyebutkan bahwa jumlah korban jurnalis di Palestina melampaui konflik manapun dalam beberapa dekade terakhir.
Selain korban jiwa, banyak kantor media di Gaza yang dihancurkan, alat liputan dirampas, dan akses internet diputus oleh otoritas Israel. Hal ini semakin mempersempit ruang gerak wartawan untuk menyampaikan fakta lapangan.
Indonesia sendiri, melalui berbagai forum internasional, berulang kali menyerukan penghentian serangan Israel serta perlindungan bagi pekerja kemanusiaan dan jurnalis di Gaza. Dukungan rakyat Indonesia terhadap Palestina juga tercermin dari solidaritas luas berbagai elemen masyarakat, mulai dari aksi unjuk rasa, bantuan kemanusiaan, hingga advokasi media. []
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: UNICEF: Kelaparan di Gaza Disebabkan Kegagalan Pengiriman Bantuan, Bukan Kekurangan Pangan