Jakarta, MINA – Perkotaan menjadi daerah yang sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim yang berpotensi meningkatkan bencana.
“Karena itu, diperlukan adanya implementasi konsep Hijau dalam penyusunan strategi kota berketahanan yaitu kota yang memanfaatkan sumber daya air, pangan, energi, dan ruang secara berkelanjutan,” kata Sekretaris Jenderal United Cities and Local Governments Asia Pacific (UCLG ASPAC) Dr. Bernadia Irawati Tjandradewi dalam Webinar Pekan Diplomasi Iklim “Integrasi Ketahanan Iklim dalam Perencanaan dan Pembangunan Perkotaan” baru-baru ini.
Ia mengatakan perubahan iklim di skala perkotaan saat ini tengah terancam.
Karena itu ia menyatakan sangat mengapresiasi komitmen pemerintah Indonesia yang telah memasukkan isu perubahan iklim sebagai salah satu prioritas di RPJMN 2020-2024 termasuk juga meratifikasi Paris Agreement dan Nationally Determined Contribution.
Baca Juga: Mendikti Sampaikan Tiga Arah Kebijakan Pendidikan Tinggi Indonesia
Sementara itu Vincent Piket Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia mengatakan bahwa Uni Eropa tetap memprioritaskan upaya-upaya dalam mengatasi ancaman perubahan iklim.
“Melalui Climate Resilient Inclusive Cities (CRIC), Uni Eropa dan Indonesia bekerja sama membangun kota untuk masa depan yang tangguh dan inklusif, bermitra dengan pemerintah, bisnis, komunitas lokal, dan lembaga peneliti di Eropa, Asia Selatan dan Asia Tenggara,” katanya.
Sementara itu UCLK ASPAC seperti yang disampaikan Nyoto Suwignya Direktur Perencanaan, Evaluasi dan Informasi Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri telah memilih 10 kota percontohan dalam menerapkan strategi membangun perkotaan yang tangguh dan berketahanan iklim yaitu Pangkalpinang, Pekanbaru, Bandar Lampung, Cirebon, Samarinda, Banjarmasin, Mataram, Kupang, Gorontalo dan Ternate.
Perubahan iklim juga berpengaruh terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Dr. Ruandha Agung Sugardiman Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengatakan, “Penurunan PDB Indonesia diperkirakan mencapai 3,5 persen pada tahun 2100 atau turun sekitar 0,66 persen hingga 3,45 persen pada 2030,” katanya.
Baca Juga: Kedutaan Besar Sudan Sediakan Pengajar Bahasa Arab untuk Pondok Pesantren
Plt. Direktur Pembangunan Daerah Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Mia Amalia mengatakan, Bappenas telah mengidentifikasi isu strategis dalam perwujudan kota berketahanan yakni amanat RTH 30 persen.
“Rendahnya proporsi EBT energi baru dan terbarukan, ketergantungan dan linear ekonomi, penurunan IKLH, tingginya emisi karbon, dan kerentanan bencana serta dampak perubahan iklim,” kata Mia.
Diperlukan adanya implementasi konsep HIJAU dalam penyusunan strategi kota berketahanan yaitu kota yang memanfaatkan sumber daya air, pangan, energi, dan ruang secara berkelanjutan dengan meminimalisasi dampak negatif terhadap lingkungan perkotaan termasuk mengurangi polusi.
Selain itu juga TANGGUH yakni kota yang mampu beradaptasi dengan memitigasi risiko bencana dan perubahan iklim, termasuk dengan meningkatkan kapasitas kesiapsiagaan masyarakat. Untuk itu perlu adanya penerapan visi kebijakan pembangunan perkotaan nasional melalui pendekatan Smart Green Resilient.(R/R1/P1)
Baca Juga: Konferensi Internasional Muslimah Angkat Peran Perempuan dalam Pembangunan Berkelanjutan
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Tingkatkan Literasi Al-Aqsa, AWG Gelar Sosialisasi di PPTQ Khadijah Pesawaran Lampung