Banda Aceh, MINA – Dua kota di Provinsi Aceh, yaitu Banda Aceh dan Lhokseumawe saat ini telah berubah menjadi ‘surga’ bagi para pelaku judi online. Padahal, kedua kota tersebut selama ini dianggap sebagai kota paling konservatif di salam hal pelaksanaan syariat Islam.
”Janji pemerintah untuk memberantas judi online tampaknya tidak berbanding lurus dengan kenyataan. Data terbaru menunjukkan bahwa kota-kota konservatif seperti Banda Aceh dan Lhokseumawe kini menjadi pengakses judi online tertinggi,” kata Teuku Farhan, Chairman MIT Foundation.
Teuku Farhan juga mengatakan adanya kesalahan pemakaian aplikasi keuangan saat ini yang seharusnya mengubah pola transaksi masyarakat, malah menjadi fasilitator transkasi judi online.
”Kita melihat bagaimana judi online meresap dalam kehidupan sehari-hari. Aplikasi keuangan seperti DANA, OVO, dan GoPay, yang seharusnya mempermudah transaksi, justru menjadi fasilitator bagi judi online. Mengherankan, pemerintah tidak mengambil tindakan tegas terhadap platform-platform ini,” ujarnya.
Baca Juga: Masjid Pantai Bali Gelar Lomba Omplok Layar Tunjukkan Solidaritas Palestina
Ia meminta provider internet, seharusnya berperan dalam memblokir akses situs judi, ternyata hanya 35% yang telah melakukan sinkronisasi dengan DNS positif dari Kominfo.
”Apakah mereka berkolusi dengan pelaku judi demi keuntungan? Ini jelas mengkhianati kepercayaan publik,” katanya.
Hingga saat ini kata Teuku Farhan, platform seperti YouTube dan Google Play masih menayangkan iklan yang mengarah ke aplikasi judi, bahkan menjangkau anak muda. Ketika kita melaporkan, mereka bersembunyi di balik kebijakan global.
Moralitas di Kota Bersyariat
Teuku Farhan mengatakan satu hal yang ironi saat ini terjadi di Banda Aceh dan Lhokseumawe, kota -kota dengan nilai moral tinggi selama ini, justru menjadi pusat akses judi online.
Baca Juga: Market Day Festival Baitul Maqdis Meriahkan BSP 2024 di Samarinda
“Pemerintah seharusnya melindungi warganya, tetapi tampak acuh terhadap upaya masyarakat untuk melawan judi online. Sudah saatnya pemerintah, khususnya Kominfo dan Satgas Anti-Judi, bertindak tegas. Sanksi administratif tidak cukup; pencabutan izin operasional bagi e-wallet dan provider internet yang terlibat perlu dilakukan,” tegasnya.
Untuk menghentikan ini semua, kata Teuku Farhan, pendidikan dan literasi digital harus diperkuat untuk mengedukasi generasi muda tentang bahaya judi online. Kolaborasi antara pemerintah, komunitas lokal, dan platform digital sangat penting untuk menciptakan kampanye yang efektif.
”Jika pemerintah tidak mampu melindungi kita, siapa lagi yang bisa diandalkan? Mari tuntut tindakan nyata untuk melindungi masa depan generasi kita dari dampak negatif judi online,” pungkasnya. []
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Jama’ah Muslimin Kutuk Keras Tentara Zionis Kencingi Al-Qur’an