Skhirat, Maroko, 7 Rabi’ul Awwal 1437/17 Desember 2015 (MINA) – Dua parlemen di Libya, negara yang terpecah, telah menandatangani kesepakatan yang didukung PBB untuk membentuk pemerintah persatuan.
Kesepakatan itu diharapkan akan mengakhiri kekacauan bertahun di negara itu.
“Ini adalah awal membangun Libya baru,” kata Menteri Luar Negeri Maroko Salaheddine Mezouar pada Kamis (17/12), sebelum upacara penandatanganan di Skhirat, sebelah selatan ibukota Maroko, Rabat. Al Jazeera memberitakannya yang dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA).
Utusan PBB Martin Kobler juga mengatakan dalam sebuah pernyataan, sejumlah besar warga Libya hadir pada upacara penandatanganan itu.
Baca Juga: Bahas Krisis Regional, Iran Agendakan Pembicaraan dengan Prancis, Jerman, Inggris
Para tokoh dan diplomat internasional tingkat tinggi juga hadir, termasuk banyak menteri luar negeri yang berkomitmen mendukung kesepakatan tersebut.
Berdasarkan rencana PBB, pemerintah baru akan dibentuk dalam waktu 40 hari terhitung dari penandatanganan perjanjian tersebut.
Libya telah terkunci dalam konflik sejak pemberontakan yang didukung NATO menggulingkan pemimpin lama Muammar Gaddafi empat tahun lalu.
Perang saudara terjadi seiring munculnya berbagai kelompok bersenjata, memaksa beberapa negara untuk mengevakuasi warga dan diplomatnya dari Libya.
Baca Juga: Serangan Hezbollah Terus Meluas, Permukiman Nahariya di Israel Jadi Kota Hantu
Di sisi lain, kelompok Islamic State (ISIS/Daesh) telah mengeksploitasi kekacauan di Libya untuk memperluas kehadirannya di sana.
Libya telah memiliki dua pemerintahan sejak Agustus 2014, ketika aliansi milisi Fajr Libya menyerbu Tripoli, memaksa pemerintah terpilih untuk pindah ke kota Tobruk dekat perbatasan Mesir. (T/P001/P2)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Jajak Pendapat: Mayoritas Warga Israel Dukung Gencatan Senjata dengan Lebanon